Jelang COP27, Pemimpin Afrika Tagih Dana Besar dari Negara Maju

Jakarta, IDN Times – Para pemimpin Afrika menagih janji negara-negara kaya soal pemberian bantuan untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Pernyataan itu disampaikan oleh para menteri Afrika melalui komunike usai berkumpul selama 3 hari di Kairo, Mesir.
Sebagai informasi, ibu kota Mesir juga akan menjadi tuan rumah konferensi iklim COP27 di Sharm El-Sheikh pada November 2022.
“Kami mendesak negara-negara maju untuk memenuhi janji mereka terkait dengan iklim dan pendanaan pembangunan, dan memenuhi komitmen mereka untuk menggandakan pendanaan adaptasi, khususnya ke Afrika,” kata sekitar 24 pemimpin Afrika pada Jumat (9/9/2022), dilansir Al Jazeera.
1. Afrika merasa tidak adil soal dampak krisis iklim

Benua Afrika hanya mengeluarkan sekitar 3 persen dari emisi karbondioksida global, kata mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon pekan ini.
Namun, benua Afrika justru menjadi kawasan yang paling terdampak perubahan iklim, seperti kekeringan dan banjir bandang.
Para pemimpin Afrika mengatakan, bantuan keuangan sangat diperlukan mengingat dampak yang tidak proporsional dari perubahan iklim dan hilangnya alam di benua Afrika.
Afrika tidak hanya memiliki jejak karbon rendah, kata mereka. Tetapi juga memainkan peran kunci dalam menangkap gas rumah kaca, termasuk di Cekungan Kongo yang merupakan rumah bagi hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia setelah Amazon.
2. Mendesak negara-negara kaya mulai melakukan transisi energi

Komunike tersebut juga mendesak negara-negara kaya untuk memenuhi dan memperluas janji iklim, dan mengatakan negara-negara miskin harus dapat berkembang secara ekonomi sambil menerima lebih banyak dana untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.
Dokumen tersebut menekankan kebutuhan untuk menghindari pendekatan yang mendorong disinvestasi tiba-tiba dari bahan bakar fosil, karena hal itu akan mengancam pembangunan Afrika
Peran gas dalam transisi ke energi yang lebih bersih akan menjadi poin utama perdebatan di COP27. Aktivis iklim mengatakan, gas alam perlu segera dihapus dan diganti dengan energi terbarukan.
Namun, Menteri Keuangan Nigeria, Zainab Ahmed, mengatakan bahwa gas adalah masalah kelangsungan hidup negaranya.
“Jika kita tidak mendapatkan pembiayaan dengan harga yang wajar untuk mengembangkan gas, kita menghalangi warga di negara kita kesempatan untuk mencapai pembangunan dasar,” katanya.
3. Afrika butuh dana besar untuk mengejar pembangunan di tengah transisi energi dan krisis iklim

Komunike juga menyerukan untuk fokus pada perubahan iklim sesuai tinjauan bank pembangunan multilateral dan lembaga keuangan internasional. Ini menyarankan penciptaan pusat utang negara yang berkelanjutan, yang dapat mengurangi biaya modal untuk negara-negara berkembang dan mendukung pertukaran utang-untuk-alam.
Pendanaan untuk membantu negara-negara miskin mengekang emisi mereka dan memperkuat ketahanan mereka akan menjadi isu utama di COP27.
Tujuan lama bagi negara-negara maju, untuk membelanjakan 100 miliar dolar AS per tahun mulai 2020 untuk membantu negara-negara yang rentan beradaptasi dengan perubahan iklim, masih belum tercapai.
Menurut Bank Pembangunan Afrika, benua itu akan membutuhkan sebanyak 1,6 triliun dolar AS antara tahun 2020 dan 2030, untuk membatasi perubahan iklim dan untuk beradaptasi dengan efek buruk yang sudah terlihat.
Kepala ekonom di Bank Pembangunan Afrika, Kevin Chika Urama, mengatakan Afrika menghadapi kesenjangan pembiayaan iklim sekitar 108 miliar dolar AS setiap tahun.
“Struktur keuangan iklim saat ini sebenarnya bias terhadap negara-negara yang rentan terhadap iklim. Semakin rentan Anda, semakin sedikit pendanaan iklim yang Anda terima,” katanya