Karyawati Gugat Google Terkait Pelecehan dan Diskriminasi Gaji

San Francisco, IDN Times - Hakim pengadilan di San Francisco memutuskan memberi izin kepada para karyawati Google untuk secara resmi menggugat perusahaan tersebut. Mereka melaporkan Google dalam sebuah class-action complaint.
1. Dari dugaan pelecehan seksual hingga ketimpangan gaji

Dikutip dari The Guardian, para karyawati Google tersebut mengklaim sering menjadi korban pelecehan seksual. Kemudian, mereka juga menuding Google secara sistematis menggaji perempuan di beberapa divisi, misalnya bagian penjualan lebih rendah dibandingkan karyawan pria.
Beberapa pengacara yang menangani kasus upah karyawan membenarkan bahwa Google terbiasa melakukan segregasi terhadap karyawan perempuan, membuat mereka berada di posisi bergaji rendah. Bahkan, mereka mengatakan para perempuan tidak mendapat kesempatan promosi secepat rekan-rekan pria, padahal beban pekerjaan yang ditanggung tidak berbeda.
2. Google sempat meminta salah seorang mantan karyawati menyelesaikan kasusnya secara internal

Kasus yang cukup menyita perhatian adalah yang dialami Loretta lee. Ia merupakan mantan software engineer Google sejak 2008 hingga 2016. Lee mengaku menerima komentar bernada melecehkan hingga kekerasan fisik setiap hari. Di satu kejadian, kata Lee, ada karyawan yang mengirimkan pesan-pesan berbau seksual kepadanya. Di kejadian lain, ia mengaku sempat ditampar.
Lee pun menggugat Google atas perlakuan buruk yang diterimanya. Menanggapi gugatan Lee, Google menyarankan agar ia menyelesaikan kasusnya melalui arbitrase privat. Jika Lee menurutinya, ia terpaksa tidak bisa meneruskan gugatan di pengadilan dan kasusnya harus ditangani secara internal, termasuk diselesaikan dengan kesepakatan tertutup.
3. Jalan arbitrase ditentang berbagai pihak

Kuasa hukum Google, Brian Lee Johnsrud, enggan berkomentar mengenai kasus Lee. Namun, ia menegaskan bahwa arbitrase merupakan cara terbaik sebab "sudah digunakan selama berdekade-dekade dan...banyak sekali arbitrator netral yang berbakat di luar sana."
Di sisi lain, arbitrase mendapatkan banyak protes dari publik, terutama yang menyetujui gerakan #MeToo. Mereka memandang jalan tersebut memungkinkan pelaku pelecehan seksual menghindari hukuman yang seharusnya diterima.