Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemenlu Ungkap Alasan RI Dukung Resolusi PBB yang Kecam Agresi Rusia

Ilustrasi Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri (IDN Times/Fitang Budhi Aditia)

Jakarta, IDN Times – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, melalui perwakilan tetapnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Genewa, memberi penjelasan terkait keputusan mendukung resolusi Majelis Umum yang mengecam agresi militer Rusia di Ukraina.

Menurut Indonesia, resolusi yang disepakati oleh 141 dari 193 negara anggota PBB itu menempatkan keselamatan warga sipil sebagai fokus utama.

“Oleh sebab itu, kami menyambut baik prioritas resolusi terhadap perlindungan sipil, seruan untuk akses kemanusiaan yang segera, aman, dan tanpa hambatan, dan perlundingan semua orang yang melarikan diri dari konflik tanpa diskriminasi,” demikian tanggapan Indonesia, dikutip dari laman mission-indonesia.org.

1. RI sebut apa yang dilakukan Rusia melanggar prinsip kedaulatan

Kendaraan lapis baja dengan huruf 'Z' berjalan melewati monumen tank jaman Soviet, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengesahkan operasi militer di wilayah timur Ukraina, kota Armyansk, Krimea, Kamis (24/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer.

Alasan lainnya adalah Indonesia menilai Rusia telah melanggar prinsip kedaulatan, yang merupakan prinsip dasar dalam hubungan bernegara dan hukum internasional.

“Untuk itu, Indonesia menolak segala tindakan yang merusak prinsip-prinsip tersebut, termasuk agresi militer dan dukungan terhadap separatisme terhadap negara-negara berdaulat,” kata Indonesia dalam keterangannya.

“Serangan terhadap Ukraina mengakibatkan hilangnya nyawa tak berdosa dan pengungsian besar-besaran, yang juga berdampak pada sejumlah besar warga negara Indonesia yang tinggal di Ukraina,” tambahnya.

2. Resolusi disebut RI mengajak komunitas internasional untuk aktif merespons situasi

Asap dan api membubung selama penembakan di dekat Kiev, saat Rusia melanjutkan invasi ke Ukraina, Sabtu (26/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Gleb Garanich.

Di sisi lain, Indonesia menilai, resolusi yang ditolak oleh 5 negara itu menyoroti kekerasan yang tidak hanya dilakukan oleh Rusia semata.

“Indonesia menyadari bahwa eskalasi kekerasan tidak hanya dilakukan oleh satu pihak yang berkonflik saja. Untuk alasan inilah, (Indonesia) menyerukan penghentian permusuhan, pengurangan eskalasi konflik, dan agar semua pihak segera mengupayakan perdamaian melalui dialog dan diplomasi,” terangnya.

Selain itu, resolusi juga mengajak komunitas internasional dan PBB untuk lebih aktif merespons perang yang menyebabkan 1,5 juta warga Ukraina mengungsi.

“Kami mendorong komunitas internasional untuk berkontribusi pada penurunan eskalasi situasi dengan menciptakan lingkungan yang memungkinkan dan kondusif untuk negosiasi antarpihak, dan bukan dengan memicu permusuhan.”

“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini, Indonesia telah memberikan suara mendukung resolusi ini.”

3. Pakar hukum sebut Indonesia harusnya abstain

Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sebagai informasi, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menyayangkan keputusan pemerintah yang mendukung (to vote) resolusi tersebut atas empat alasan.

Pertama, resolusi itu menempatkan negara-negara yang mendukung bak ‘hakim’ karena menyalahkan keputusan Rusia menyerang Ukraina. Padahal, kata Hikmahanto, Rusia pasti memiliki landasan hukum ketika memobilisasi pasukannya melintasi teritori.

Kedua, resolusi itu menempatkan Indonesia dan negara yang mendukung sebagai ‘antek’ Amerika Serikat (AS) beserta sekutunya.

Ketiga, Indonesia dianggap tidak belajar dari kasus Timor Timur.

Keempat, posisi Kementerian Luar Negeri dianggap bertentangan dengan ungkapan Presiden Joko Widodo yang menyerukan ‘setop perang’.

Menurut Hikmahanto, Indonesia harusnya memilih abstain. Keputusan ini dapat mempersulit posisi Indonesia yang hendak memainkan peran sebagai juru damai.

“Posisi Indonesia dalam voting resolusi ini adalah mendukung. Patut disayangkan. Harusnya Indonesia abstain,” kata Hikmahanto kepada IDN Times.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us