Korut Kecam Latihan Militer Korsel-AS, Ancam Lakukan Balasan

Jakarta, IDN Times - Korea Utara mengecam latihan militer yang dilakukan Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS) pekan ini, seraya memperingatkan bahwa kedua negara tersebut akan membayar mahal atas tindakan tersebut.
Militer Korea Selatan dan AS memulai latihan tahunan Freedom Shield pada Senin (4/3/2024) dengan jumlah pasukan dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Latihan selama 11 hari ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan respons kedua negara terhadap ancaman nuklir dan rudal Korea Utara yang terus berkembang.
“Latihan perang skala besar yang dilakukan oleh negara pemilik senjata nuklir terbesar di dunia dan lebih dari 10 negara satelit terhadap negara di semenanjung Korea di mana perang nuklir dapat dipicu bahkan dengan percikan api, tidak pernah bisa disebut ‘defensif’," kata juru bicara kementerian pertahanan Korea Utara, dikutip KCNA.
“AS dan Republik Korea akan dipaksa membayar harga yang mahal atas pilihan mereka yang salah, sembari menyadari bahwa hal tersebut menyebabkan kegelisahan keamanan pada tingkat yang serius setiap saat,” tambahnya pada Selasa (5/3/2024).
1. AS dan Korsel sebut latihan mereka bersifat defensif
Latihan Freedom Shield ini terjadi ketika Korea Utara berupaya mengembangkan kemampuan nuklirnya melalui uji coba rudal dan senjata lainnya.
Pejabat militer Korea Selatan mengatakan, latihan tersebut dilakukan untuk menetralisir ancaman nuklir Korea Utara, termasuk dengan mengidentifikasi dan menyerang rudal jelajah, yang menurut Pyongyang dapat membawa hulu ledak nuklir.
Korea Utara telah lama mengecam latihan militer gabungan tersebut dengan menyebutnya sebagai latihan invasi. Namun, Seoul dan Washington menegaskan bahwa latihan militer mereka bersifat defensif.
2. AS upayakan dialog dengan Korut untuk minimalisir risiko konflik
Pada Senin, juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC) mengatakan, AS terus mengupayakan dialog dengan Korea Utara, termasuk mengenai mitigasi risiko konflik yang tidak disengaja di Semenanjung Korea. Pihaknya juga menekankan bahwa tujuannya untuk denuklirisasi sepenuhnya di semenanjung itu tetap tidak berubah.
Pernyataan tersebut muncul setelah Mira Rapp-Hooper, direktur senior NSC untuk Asia Timur dan Oseania, mengatakan bahwa Washington pekan ini akan mempertimbangkan langkah-langkah sementara menuju denuklirisasi Korea Utara.
Langkah-langkah sementara ini biasanya mencakup tindakan-tindakan seperti pembekuan pengembangan senjata nuklir oleh Pyongyang dengan imbalan keringanan sanksi atau insentif lainnya untuk mendorong upaya denuklirisasi rezim tersebut.
“Posisi kami mengenai denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea tidak berubah,” kata juru bicara tersebut ketika menjawab pertanyaan dari Kantor Berita Yonhap.
“Sementara kami berupaya mencapai tujuan ini, ada sejumlah diskusi berharga yang ingin kami lakukan dengan DPRK, termasuk mengenai pengurangan risiko konflik militer yang tidak disengaja di semenanjung tersebut,” tambah pejabat itu, merujuk pada nama resmi Korea Utara, Republik Demokratik Rakyat Korea.
3. Sekjen PBB tunjuk koordinator residen baru untuk Korut
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menunjuk koordinator residen PBB yang baru untuk Korea Utara pada Jumat (1/3/2023). Peran tersebut diambil oleh Joe Colombano dari Italia.
Perkembangan ini meningkatkan harapan bagi Pyongyang untuk mengizinkan masuknya personel lain dari badan-badan utama PBB, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Pembangunan PBB (UNDP).
Belum ada staf internasional PBB yang hadir di Korea Utara sejak awal 2021, ketika Pyongyang menutup perbatasannya karena pandemi COVID-19.
“Dalam peran barunya, dia (Colombano) akan mendukung komitmen DPRK terhadap Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, memimpin upaya tim PBB, termasuk ketahanan pangan dan gizi, layanan pembangunan sosial, ketahanan dan keberlanjutan, serta manajemen data dan pembangunan,” kata juru bicara Sekjen PBB.