Meta: Rusia Pakai AI untuk Pengaruhi Pemilu AS 2024

- Rusia menggunakan AI generatif untuk mempengaruhi pemilihan umum AS 2024, namun upaya belum berhasil menurut Meta.
- Rusia tetap menjadi sumber utama akun-akun palsu di Instagram dan Facebook, dengan total pengeluaran iklan media sosial mencapai Rp2,3 miliar.
- Aktor jahat di jejaring sosial menggunakan AI generatif untuk membuat konten disinformasi, termasuk operasi rahasia dalam dan luar AS.
Jakarta, IDN Times - Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, melaporkan bahwa Rusia sedang menggunakan kecerdasan buatan (AI) generatif untuk mempengaruhi pemilihan umum Amerika Serikat (AS) 2024. Namun, upaya tersebut dinilai belum berhasil, menurut laporan keamanan Meta yang dirilis pada Kamis (15/8/2024).
Menjelang pemilu AS, Meta memperkirakan kampanye penipuan online yang didukung Rusia akan menyerang kandidat politik yang mendukung Ukraina. David Agranovich, direktur kebijakan keamanan Meta, menyatakan bahwa taktik AI Rusia hanya memberikan peningkatan produktivitas dalam pembuatan konten.
"Kita harus mengantisipasi upaya Rusia dalam menargetkan debat terkait pemilu, terutama yang menyangkut dukungan untuk Ukraina," ujar Agranovich.
1. Meta hapus 340 akun palsu Rusia
Meta melaporkan bahwa Rusia tetap menjadi sumber utama akun-akun palsu di Instagram dan Facebook. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, upaya-upaya ini telah terkonsentrasi untuk melemahkan Ukraina dan sekutunya.
Melansir dari Politico, Meta telah menghapus empat operasi pengaruh rahasia Rusia yang menargetkan pengguna media sosial di Eropa, AS, dan negara-negara seperti Azerbaijan dan Mali. Totalnya ada 340 akun Facebook, halaman, dan akun Instagram telah dihapus. Akun-akun tersebut telah menghabiskan lebih dari 150.000 dolar AS atau sekitar Rp2,3 miliar untuk iklan media sosial.
Kampanye-kampanye ini berfokus terutama pada mengkritik Ukraina, mendesak negara-negara lain untuk tidak mendukung Ukraina, dan mempertanyakan alokasi dana Barat untuk biaya perang Ukraina. Meta menegaskan telah menghapus upaya-upaya yang terkait dengan Rusia ini sebelum mereka mendapatkan banyak daya tarik online.
2. AI picu kekhawatiran banjir disinformasi
Para ahli mengkhawatirkan akan ada banjir disinformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari aktor jahat di jejaring sosial. Hal ini disebabkan oleh kemudahan menggunakan alat AI generatif seperti ChatGPT atau pembuat gambar Dall-E untuk membuat konten sesuai permintaan dalam hitungan detik.
Melansir dari The Guardian, AI telah digunakan untuk membuat gambar dan video, menerjemahkan atau menghasilkan teks, serta membuat berita palsu atau ringkasan.
Kelompok-kelompok yang berbasis di Rusia telah mengubah cara mereka bekerja. Kini mereka lebih memilih untuk menyebarkan pesan-pesan yang dibuat oleh politisi dan influencer dari negara target. Strategi ini berbeda dari upaya sebelumnya, di mana mereka mencoba membuat sendiri postingan media sosial yang memecah belah masyarakat.
Contoh nyata dari taktik baru ini terlihat selama Olimpiade Paris yang baru saja berlangsung. Hal serupa juga terjadi saat kerusuhan sayap kanan di Inggris. Dalam kedua peristiwa tersebut, akun-akun media sosial yang terkait dengan Rusia mempromosikan unggahan pengguna lokal. Mereka menggunakan unggahan ini sebagai bukti bahwa demokrasi di negara-negara Barat sedang melemah.
Meta memiliki cara tersendiri dalam mendeteksi akun-akun palsu ini. Mereka tidak hanya melihat isi postingan, tetapi juga mengamati bagaimana akun-akun tersebut berperilaku di platform mereka.
3. X dinilai jadi tempat berkembang biak disinformasi

Meta berbagi temuannya dengan X (sebelumnya Twitter) dan perusahaan internet lainnya. Mereka menyatakan bahwa pertahanan terkoordinasi diperlukan untuk menggagalkan misinformasi.
Namun, tantangan muncul karena X telah menghapus tim kepercayaan dan keamanan serta mengurangi upaya moderasi konten. Menurut para peneliti, hal ini menjadikan platform tersebut sebagai tempat berkembang biak untuk disinformasi.
Meta juga mengungkap operasi rahasia lain yang berasal dari dalam AS sendiri. Operasi ini membuat kelompok advokasi politik palsu untuk mempengaruhi pemilih konservatif di negara bagian penting seperti Pennsylvania dan Michigan. Meski pelakunya belum teridentifikasi, operasi ini menggunakan taktik serupa dengan Rusia, termasuk penggunaan AI untuk membuat akun media sosial palsu.
Namun, Meta menegaskan bahwa tidak ada bukti keterlibatan politisi AS dengan upaya Rusia dalam menggunakan komentar anggota parlemen untuk memecah belah menjelang pemilihan November.