Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pakar Prediksi Kasus COVID-19 China Akan Melonjak karena Imlek

Ilustrasi COVID-19 (unsplash.com/Martin Sanchez)

Jakarta, IDN Times - Ahli epidemiologi China memprediksi, puncak gelombang COVID-19 di Negeri Tirai Bambu akan berlangsung dua hingga tiga bulan kedepan. Kemudian, wabah diperkirakan menyebar ke daerah pedesaan yang minim fasilitas medis.

Dilansir Reuters, infeksi diperkirakan akan melonjak karena ratusan juta orang pergi ke kampung halaman untuk liburan Tahun Baru Imlek pada 21 Januari. Sebelum pandemik, liburan Imlek umumnya memicu eksodus besar-besaran.

Pada bulan lalu, otoritas China mencabut aturan ketat nol COVID-19 setelah diprotes warganya. Pihaknya juga kembali membuka perbatasannya pada minggu lalu.

1. Pakar serukan China untuk fokus ke wilayah pedesaan

Ilustrasi pedesaan (unsplash.com/Tran Mau Tri Tam)

Pencabutan aturan nol COVID-19 telah memicu penyebaran virus ke 1,4 miliar penduduknya. Lebih dari sepertiga di antaranya tinggal di area yang infeksinya sudah melewati puncak gelombang COVID-19.

Meski demikian, kondisi terburuk dari wabah itu belum berakhir, ungkap Zeng Guang, mantan kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.

"Fokus prioritas kami adalah di kota-kota besar. Sudah waktunya untuk fokus di daerah pedesaan," kata Zeng menurut laporan media lokal Caixin, dikutip dari Reuters.

Zeng mengatakan, banyak warga di pedesaan yang fasilitas medisnya kurang memadai dalam kondisi tertinggal. Termasuk mereka yang lanjut usia, orang sakit, dan disabilitas.

2. China mulai transparan soal angka kematian COVID-19

Ilustrasi medis (unsplash.com/Xiangkun ZHU)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada minggu ini juga memperingatkan soal resiko dari perjalanan liburan Imlek.

WHO menyinggung sikap China yang tidak melaporkan angka kematian akibat COVID-19 pada sebelumnya, meskipun saat ini Beijing dinilai sudah mulai transparan soal data.

"Sejak merebaknya epidemi, China telah berbagi informasi dan data yang relevan dengan komunitas internasional secara terbuka, transparan, dan bertanggung jawab," kata Wu Xi, pejabat di Kementerian Luar Negeri China.

3. China temukan satu kasus infeksi subvarian Omicron XBB.1.5

Ilustrasi tenaga medis (unsplash.com/Shengpengpeng Cai)

Melansir Gulf News, ahli Virologi China pada Jumat telah melaporkan satu infeksi subvarian Omicron XBB.1.5. Sebelumnya, para ilmuwan WHO menyebut varian itu mudah menular.

Di wilayah Amerika Serikat, subvarian itu menyebar secara cepat pada Desember. Namun masih belum jelas apakah itu menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Sebelumnya, Otoritas Kesehatan China melaporkan lima kasus kematian COVID-19 selama sebulan terakhir. Namun, angka itu diragukan karena tidak sebanding dengan antrian panjang dan banyaknya kantong jenazah yang dikeluarkan dari rumah sakit.

Sejak Senin, China belum melaporkan data kematian COVID-19. Pada Desember, para pejabat China mengatakan berencana mengubah laporan angka kematian dari harian menjadi bulanan di masa depan.

Pakar kesehatan internasional memperkirakan, setidaknya ada 1 juta kematian akibat COVID-19 tahun ini. Sementara, China melaporkan hanya ada 5 ribu kematian sejak pandemik dimulai. Hal itu menjadikan negaranya dengan tingkat kematian terendah di dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us