Para Pakar Ragu Gencatan Senjata Israel-Hizbullah Bakal Tercapai

- Israel hanya pura-pura untuk gencatan senjata dengan Hizbullah, menurut pakar.
- Usulan gencatan senjata oleh AS menunjukkan keinginan Israel untuk melucuti Hizbullah sepenuhnya dalam waktu 60 hari.
- Menteri Energi Israel menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan Hizbullah, tetapi para analis yakin terpilihnya Donald Trump sebagai presiden baru bakal memperpanjang konflik di Lebanon.
Jakarta, IDN Times – Beberapa orang pakar telah merespons terkait isu gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah dalam waktu dekat. Mereka menilai bahwa kendati Israel telah membuka diri, tetapi perang akan tetap berlanjut beberapa bulan mendatang.
Mohanad Hage Ali, seorang peneliti senior di Carnegie Middle East Center di Beirut, mengungkapkan kekhawatirannya atas taktik yang digunakan oleh Israel ini. Ia menyebut, Israel hanya berpura-pura untuk mengadakan gencatan senjata dengan Hizbullah.
“Israel mengeluarkan pernyataan ini untuk mencoba menyalahkan Hizbullah,” kata Ali, dilansir Al Jazeera, Kamis (14/11/2024).
Menurutnya, Israel telah melakukan hal serupa di Gaza, di mana ia berpura-pura untuk mengajukan gencatan senjata namun tak kunjung disepakati selama lebih dari setahun konflik. Setiap kali kesepakatan hampir tercapai, Israel akan mengubah persyaratannya.
1. Negosiasi palsu untuk menyalahkan Hizbullah

Strategi negosiasi palsu yang dilakukan Israel ini disebut Ali untuk menyalahkan Hizbullah yang disebut enggan untuk berdamai.
“Menyerukan gencatan senjata merupakan bagian dari pesan Israel kepada Lebanon. Mereka bakal berkata, 'Kami menginginkan perdamaian, tetapi Hizbullah tidak menginginkannya,'” katanya.
Sebelumnya pada 30 Oktober 2024, lembaga penyiaran KAN mempublikasikan sebuah proposal gencatan senjata oleh Amerik Serikat (AS) yang diduga diusulkan oleh Israel. Usulan tersebut menunjukkan keinginan Israel untuk melucuti Hizbullah sepenuhnya dalam gencatan senjata 60 hari.
Para pakar mengatakan, persyaratan-persyaratan maksimalis semacam sangat menguntungkan bagi Israel, namun merugikan bagi Lebanon. Dikhawatirkan, kesepakatan semacam itu justru bisa menimbulkan perang saudara baru di negara itu.
“Pembicaraan mengenai gencatan senjata tampaknya tidak serius karena syarat-syaratnya adalah penyerahan diri sepenuhnya dan tanpa syarat oleh Hizbullah, dan saya tidak melihat Hizbullah atau Iran akan menyetujui penyerahan diri ini,” kata Karim Emile Bitar, pakar Lebanon dan profesor madya hubungan internasional di Universitas Saint Joseph Lebanon.
2. Israel klaim kesepekatan semakin bisa diwujudkan

Dalam sebuah pemberitaan Al Arabiya pada Kamis, Menteri Energi Israel, Eli Cohen, mengatakan bahwa pihaknya kini siap untuk bernegosiasi dengan Hizbullah. Bahkan, menurutnya, kesekapatan semakin dekat untuk diwjudukan.
"Saya pikir kita berada pada titik di mana kita lebih dekat dengan kesepakatan daripada sejak dimulainya perang," kata Cohen.
Ia menambahkan bahwa titik kritis utama bagi Israel adalah memastikan mereka mempertahankan kebebasan bertindak jika Hizbullah kembali ke daerah perbatasan tempat mereka menimbulkan ancaman bagi masyarakat Israel.
"Kami tidak akan bersikap pemaaf dibandingkan sebelumnya atas upaya untuk menciptakan benteng di wilayah dekat Israel. Itulah yang akan kami lakukan, dan tentu saja itulah cara kami akan bertindak," kata Cohen.
3. Terpilihnya Trump buat perang makin panjang

Meski sudah ada upaya gencatan senjata, para analis yakin bahwa terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS baru-baru ini justru bakal lebih memperpanjang konflik di Lebanon.
“Dengan Presiden Trump menunjuk para penganut garis keras dalam pemerintahannya, Israel menerima sinyal untuk mengintensifkan pendekatannya,” kata Imad Salamey, seorang profesor ilmu politik di Universitas Lebanon Amerika.
Adapun Nicholas Blanford, pakar Hizbullah di lembaga pemikir Atlantic Council, mengatakan Hizbullah tak akan menyerah begitu saja. Ia mengatakan bahwa kelompok itu siap memerangi Israel dalam jangka waktu yang lama.
“Dari sudut pandang Hizbullah, penting untuk mencapai kesepakatan yang tampaknya tidak dimenangkan Israel,” ujarnya.
Blanford mencatat bahwa Hizbullah masih bertempur, meluncurkan rudal ke Israel utara, dan menghadapi tentara Israel yang melakukan serangan ke wilayah Lebanon.
Ia mengatakan bahwa Hizbullah bahkan bakal menyambut baik invasi darat Israel ke Lebanon menggunakan kendaraan lapis baja. Hal ini karena penggunaan kendaraan semacam itu akan memudahkan gerakan itu untuk menyerang Israel.