PBB Kerahkan 5 Ribu Personel Militer untuk Berantas Geng Haiti

- Pasukan baru diberi mandat yang lebih kuat untuk menumpas geng
- Resolusi diusulkan AS-Panama
- Rusia menilai rencana kurang matang
Jakarta, IDN Times - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menyetujui pengerahan pasukan keamanan yang jauh lebih besar dan kuat ke Haiti. Keputusan ini diambil dalam pemungutan suara pada Selasa, (30/9/2025), untuk menggantikan misi sebelumnya yang dinilai kurang berhasil dalam menumpas geng-geng kriminal yang merajalela di negara Karibia tersebut.
Misi baru yang dinamai Pasukan Penekan Geng (Gang Suppression Force/GSF) ini akan memiliki kekuatan maksimal hingga 5.500 personel, mencakup tentara dan polisi. Duta Besar Panama untuk PBB, Eloy Alfaro de Alba, menyatakan bahwa langkah ini mengirimkan pesan penting bagi rakyat Haiti.
"Hari ini, kami katakan kepada Haiti, sekali dan untuk selamanya, Anda tidak sendirian," ujarnya, dilansir Al Jazeera.
1. Pasukan baru diberi mandat yang lebih kuat untuk menumpas geng
Peningkatan pasukan ini sangat signifikan, melonjak lima kali lipat dari hanya sekitar 1.000 polisi dalam misi sebelumnya. Dilansir Anadolu Agency, pasukan GSF ini disahkan untuk periode awal selama 12 bulan dan akan bekerja sama dengan Kepolisian Nasional Haiti (HNP).
Misi ini dibekali mandat yang lebih ofensif dan proaktif untuk secara langsung menargetkan, melumpuhkan, mengisolasi, dan menghalau geng bersenjata. Selain memerangi geng, tugas mereka juga mencakup pengamanan infrastruktur penting dan memastikan akses bantuan kemanusiaan bagi jutaan warga yang membutuhkan.
Peningkatan ini dinilai perlu karena misi sebelumnya, Multinational Security Support (MSS) yang dipimpin Kenya, menghadapi banyak kendala. Misi tersebut mengalami kekurangan dana, jumlah personel yang tidak memadai, dan kapasitas operasional yang terbatas untuk mengatasi krisis kekerasan yang semakin parah.
Situasi di Haiti dinilai semakin mengerikan, dengan geng menguasai sebagian besar ibu kota dan menyebabkan lebih dari satu juta orang mengungsi.
"Ini adalah wajah Haiti hari ini, sebuah negara dalam perang, sebuah Guernica kontemporer, sebuah tragedi kemanusiaan di depan pintu Amerika," tutur Kepala Dewan Transisi Kepresidenan Haiti, Laurent Saint-Cyr, dilansir France 24.
2. Resolusi diusulkan AS-Panama
Resolusi ini diusulkan bersama oleh Amerika Serikat dan Panama, serta mendapat dukungan dari puluhan negara lain di kawasan tersebut. Dilansir UN News, resolusi diloloskan dengan 12 suara mendukung, sementara tiga negara abstain.
Kenya, yang sebelumnya memimpin misi MSS, juga mendukung pembentukan pasukan baru ini. Presiden Kenya, William Ruto, yakin keamanan Haiti dapat dipulihkan dengan personel, sumber daya, dan peralatan yang memadai.
Untuk mengatasi masalah logistik yang menghambat misi sebelumnya, PBB akan membentuk Kantor Dukungan PBB di Haiti (UNSOH). Kantor ini akan menyediakan dukungan operasional penting seperti ransum, perawatan medis, transportasi, dan komunikasi strategis untuk pasukan GSF.
"Adopsi resolusi ini memberikan harapan bagi Haiti. Harapan yang telah hilang dengan cepat saat geng-geng teroris memperluas wilayah mereka, memperkosa, menjarah, membunuh, dan meneror penduduk Haiti," kata Duta Besar AS untuk PBB, Mike Waltz.
3. Rusia menilai rencana kurang matang
Meskipun disetujui mayoritas, tiga negara anggota DK PBB, China, Rusia, dan Pakistan, memilih abstain. Perwakilan Rusia dan China mengkritik AS yang dinilai gagal menghentikan aliran senjata ilegal ke Haiti dan tidak menyediakan dana yang cukup untuk misi awal.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyebut rencana itu kurang matang dan terburu-buru. Ia juga mengkritik mandat yang dinilai hampir tidak terbatas untuk menggunakan kekuatan terhadap siapa pun yang diberi label geng.
Haiti sendiri punya sejarah buruk terkait campur tangan pasukan asing di masa lalu. Contohnya adalah kasus pelecehan seksual oleh pasukan PBB dan wabah kolera yang menewaskan ribuan orang pasca-gempa 2010. Sementara itu, organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch mendukung rencana PBB ini, tapi dengan catatan penting.
"Agar Pasukan Penekan Geng yang baru dibentuk ini efektif dan terhindar dari pengulangan pelanggaran di masa lalu, pasukan ini harus memiliki pendanaan yang berkelanjutan dan dapat diprediksi, personel yang cukup, serta perlindungan hak asasi manusia yang kuat," kata Juanita Goebertus, direktur Human Rights Watch untuk Amerika.