Pemberontak Sudan Umumkan Pendirian Pemerintahan Sendiri

Jakarta, IDN Times - Kepala pemberontak Rapid Support Forces (RSF), Mohamed Hamdan Dagalo, mendeklarasikan pembentukan pemerintahan tersendiri yang terpisah dari Sudan di tengah perayaan 2 tahun perang sipil.
"Kelompok kami dan warga sipil di wilayah dudukan RSF telah memilih jalur berbeda dan mendeklarasikan pendirian pemerintahan yang adil dan bersatu. Ini adalah sebuah koalisi sipil yang luas. Kami sedang mendirikan masa depan realistis untuk Sudan," terangnya pada Rabu (16/4/2025), dikutip dari CNN.
Pekan lalu, pemerintah Sudan menggugat Uni Emirat Arab (UEA) di International Court of Justice (ICJ) atas kontribusi dalam pembunuhan massal di Darfur. Mereka mendesak UAE menarik diri dalam perang sipil Sudan dan berhenti membantu RSF.
1. Situasi kemanusiaan di Sudan sangat mengkhawatirkan
Perwakilan United Nations Children's Fund (UNICEF) di Sudan, Sheldon Yett, menggambarkan bahwa situasi kemanusiaan di Sudan sangat mengkhawatirkan karena akses bantuan kepada warga sipil yang terbatas.
"Ini semakin sulit untuk ditembus, tapi ini semua belum cukup dan masih banyak warga yang membutuhkan bantuan kami. Setelah Khartoum dibuka kembali, saya gemetar melihat kondisi di sana dan bagaimana bantuan itu sangatlah dibutuhkan," ungkap Yett, dilansir Africa News.
Ia masih belum tahu apa yang akan terjadi kemudian dan berharap semua kembali normal. Tetapi, banyak kerusakan di Khartoum dan bahaya yang mengintai karena bom-bom yang belum diledakkan.
Pelayanan umum sudah mulai dibuka di Khartoum, tetapi masih pelayanan dasar karena mayoritas infrastruktur kesehatan hancur.
2. Sebanyak 400 ribu orang mengungsi usai serangan RSF di Darfur
Berdasarkan data dari International Organization for Migration (IOM), terdapat sekitar 60 hingga 80 ribu rumah tangga atau sekitar 400 ribu orang yang terpaksa melarikan diri dari kamp pengungsian di Darfur Utara, Sudan.
Pekan lalu, RSF sudah mengambilalih kamp penampungan di Darfur setelah berperang selama 4 hari. Pemerintah Sudan dan PBB mengatakan bahwa sekitar 300 warga sipil tewas imbas pertempuran di Zamzam dan Abu Shouk.
Sebanyak sepuluh relawan kemanusiaan dari Relief International tewas ketika mengoperasikan fasilitas kesehatan di kamp Zamzam. Berdasarkan citra satelit Maxar Technologies, nampak sejumlah bangunan yang terbakar dan kepulan asap di Zamzam pada Jumat pekan lalu.
Sementara itu, RSF menampik tuduhan tindak kejahatan kepada warga sipil Sudan. Pihaknya mengklaim bahwa kamp Zamzam digunakan sebagai pangkalan oleh kelompok pro-militer Sudan.
3. Kondisi pengungsi Sudan di Chad memprihatinkan
Komisatis United Nations High Commissioner for Refugees (UNCHR), Filippo Grandi, mengunjungi Chad untuk melihat kondisi kamp pengungsian warga Sudan. Ia menyebut bahwa situasi di Chad juga cukup memprihatinkan.
"Bantuan kepada negara-negara tetangga Sudan yang terdampak masuknya pengungsi sangat diperlukan. Bantuan sangat diperlukan jika kita tidak menginginkan adanya lagi nyawa yang hilang dan kondisi semakin buruk," tuturnya.
Perang Sipil Sudan sudah berlangsung sejak April 2023 antara militer Sudan dan kelompok paramiliter RSF. Keduanya memperebutkan ibu kota Khartoum dan sejmlah area di seluruh negara Afrika Timur tersebut.
Setidaknya 20 ribu orang tewas dalam perang ini dan diperkirakan jumlahnya masih terus naik. Konflik ini mengakibatkan lebih dari 14 juta orang mengungsi dan menyebabkan sebagian besar area di Sudan kelaparan.