Pemerintah Yaman Tuduh Houthi di Balik Kelangkaan BBM

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Yaman menuduh kelompok Houthi, yang didukung Iran, dengan sengaja menyebabkan krisis bahan bakar minyak (BBM) di negara itu demi menaikkan harga di pasar gelap.
"Militan Houthi mencegah ratusan kapal tanker bermuatan BBM yang tiba melalui darat dari daerah-daerah di bawah kendali pasukan pemerintah untuk mencapai tujuan mereka," kata Menteri Informasi, Muammar Al Eryani, mengutip Anadolu Agency, Minggu (6/3/2022).
1. Juga menuduh Hothi menyebabkan krisis kemanusiaan

Pemerintah juga menuduh Houthi secara sistematis menerapkan kebijakan kelaparan dan kemiskinan terhadap rakyat Yaman. Houthi mengorbankan warga sipil untuk keuntungan finansial dan politik, kata Eryani.
Houthi sejauh ini belum menanggapi klaim tersebut. Sementara, juru bicara Perusahaan Minyak Yaman, Issam Al-Mutawakil, mengatakan bahwa negara itu sedang mengalami krisis bahan bakar terburuk sejak 2015.
"Antrean mobil yang ingin mengisi bensin mencapai lebih dari tiga kilometer di berbagai provinsi," kata Al-Mutawakil, dikutip dari Middle East Monitor.
2. Houthi mengklaim koalisi kerap menyita kapal

Sementara itu, Houthi menuduh koalisi Arab dan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional telah menyita kapal-kapal minyak dan tidak mengizinkan mereka memasuki pelabuhan Hudaydah.
Pemerintah mewajibkan pendapatan kapal yang memasuki pelabuhan untuk disimpan di rekening bank yang tidak berada di bawah kendali Houthi dan menggunakan pendapatan itu untuk membayar gaji pegawai negara di seluruh Yaman. Ketentuan itu yang ditolak oleh Houthi.
3. Konflik telah berlangsung selama 7 tahun

Houthi yang didukung Iran di Yaman telah menguasai Sana'a dan wilayah lain sejak September 2014. Pasukan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi telah mendukung pemerintah melawan Houthi sejak Maret 2015.
Koalisi yang bertujuan mengembalikan pemerintah Yaman tersebut justru memperburuk situasi. Sejak saat itu, Yaman dilanda krisis.
Yaman mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia, di mana hampir 80 persen warganya, atau sekitar 30 juta orang, membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan. Lebih dari 13 juta berada dalam bahaya kelaparan, menurut perkiraan PBB.