Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Polusi di Ibu Kota India Memburuk usai Festival Diwali

ilustrasi polusi udara (unsplash.com/Amir Hosseini)

Jakarta, IDN Times - Kualitas udara di ibu kota India, Delhi, kembali mencapai tingkat berbahaya sehari setelah festival Diwali yang berlangsung pada Minggu (12/11/2023). Hal ini terjadi karena banyak warga menyalakan petasan pada festival itu, meskipun pemerintah telah melarangnya akibat tingkat polusi yang tinggi.

Menurut kelompok pemantau udara yang berbasis di Swiss, IQAir, indeks kualitas udara di Delhi (AQI) mencapai 420, yang masuk dalam kategori berbahaya. Nilai AQI 400-500 berdampak pada orang sehat dan berbahaya bagi mereka yang mengidap penyakit, sementara AQI 150-200 dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi penderita asma, paru-paru, dan jantung, dikutip Reuters.

1. Delhi alami polusi parah sejak 28 Oktober

Delhi, yang termasuk dalam deretan kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, telah diselimuti kabut asap tebal dengan tingkat polusi yang parah sejak 28 Oktober. Hal ini mengakibatkan pemerintah harus menutup sekolah dan melarang truk diesel demi mencegah bahaya polusi. 

Kualitas udara di India memburuk setiap tahun menjelang musim dingin. Ini terjadi karena udara dingin memerangkap polutan dari kendaraan, industri, debu konstruksi, dan pembakaran limbah pertanian.

Pihak berwenang Delhi menunda keputusan sebelumnya untuk menerapkan aturan ganjil genap setelah hujan turun pada Jumat (10/11/2023), sehingga memberikan jeda dari paparan udara beracun selama akhir pekan. Pemerintah daerah berencana meninjau kembali keputusan tersebut setelah Diwali.

2. Polusi di Delhi melewati batas standar WHO

Dilansir BBC, AQI di Delhi 13-20 kali lebih tinggi dari tingkat yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Para ahli paru-paru mengatakan, menghirup udara beracun di ibu kota tersebut sama dengan merokok 25-30 batang sehari.

Menurut mereka, paparan polusi tingkat tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan kesulitan bernapas bagi manusia. Kondisi ini juga dapat memicu iritasi kulit dan mata serta menyebabkan penyakit neurologis, kardiovaskular, dan pernafasan yang parah seperti asma, penyakit paru kronis, bronkitis, kehilangan kapasitas paru-paru, emfisema, kanker, dan peningkatan risiko kematian.

3. Penerapan larangan petasan belum terimplementasi dengan baik

Mahkamah Agung India telah melarang penggunaan petasan selama perayaan Diwali, dan hanya memperbolehkan petasan ramah lingkungan atau petasan dengan emisi yang lebih rendah. Pemerintah Delhi juga telah melarang petasan selama Diwali selama beberapa tahun terakhir, namun implementasinya masih lemah.

"Sikap tegas Mahkamah Agung terhadap petasan terkikis oleh asap petasan. Meski sudah ada peringatan dan larangan total... pihak berwenang yang menerapkan kebijakan ini kembali gagal,” kata Pemerhati lingkungan Bhavreen Kandhari, dikutip NDTV.

Larangan petasan dan kembang api juga menimbulkan nuansa politis. Beberapa pihak berpendapat bahwa larangan tersebut merupakan upaya untuk menargetkan festival Hindu.

Menteri Lingkungan Hidup Delhi Gopal Rai pada Senin menuduh para pemimpin Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), yang merupakan partai oposisi di Delhi, telah menghasut orang-orang untuk menyalakan petasan.

“Peledakan petasan telah meningkatkan tingkat polusi di Delhi. Tidak banyak orang yang meledakkan petasan tetapi di beberapa tempat hal itu dilakukan dengan cara yang tepat sasaran,” ujarnya.

Namun para pemimpin BJP belum secara resmi menanggapi hal ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us