Prancis Kecam Pembungkaman Demo dan Jurnalis di Turki

- Presiden Prancis mengecam pembungkaman sistematis di Turki, namun mereka tetap menghormati urusan dalam negeri.
- Dua pejabat Uni Eropa menuntut Turki mengikuti nilai-nilai demokrasi sebagai negara kandidat UE.
- RSF dan Asosiasi Jurnalis Turki mengecam penangkapan jurnalis dan demonstran oleh pemerintah Turki.
Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron, pada Kamis (27/3/2025), mengecam pemerintah Turki yang melakukan pembungkaman sistematis di negaranya. Namun, ia mengaku tetap akan menghormati urusan dalam negeri Turki.
"Turki membutuhkan Eropa dan Eropa membutuhkan Turki. Namun, sangat dibutuhkan Turki yang bertanggung jawab atas keamanan Eropa dan melanjutkan arah demokratik dengan menghormati komitmen yang sudah dibuat," tuturnya, dilansir Ekathimerini.
Dalam sepekan terakhir, situasi di Turki terus memanas imbas penangkapan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu. Alhasil, ribuan warga turun ke jalan memprotes dan menuntut pembebasan politikus oposisi tersebut.
1. Uni Eropa peringatkan tindakan represif di Turki
Dua pejabat Uni Eropa (UE) mengatakan bahwa Turki seharusnya mengikuti nilai-nilai demokrasi sebagai salah satu negara kandidat UE. Ia menyebut, Turki telah melakukan pelanggaran dan Brussels akan meresponsnya.
"Kami sudah mengikuti situasi di Turki dengan penuh kekhawatiran. Ribuan orang, termasuk jurnalis ditangkap oleh aparat keamanan sejak berlangsungnya demonstrasi besar-besaran sejak pekan lalu. Itu bertentangan dengan aksesi UE," terangnya, dikutip Politico.
Pada Senin (24/3/2025), Komisi Eropa mendesak Turki untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi di negaranya. Pihaknya meminta Ankara untuk tidak menghentikan perlawanan terhadap oposisi dan media independen.
"Penangkapan Imamoglu dan demonstran yang mempertanyakan terkait keikutsertaan Turki dalam tradisi demokrasinya. Sebagai Komisi Eropa dan calon anggota UE, Turki harus meningkatkan nilai demokrasi," kata Juru Bicara Komisi Eropa, Guillaume Mercier.
2. Sebanyak 7 jurnalis ditangkap oleh aparat keamanan Turki
Reporters Without Borders (RSF) dan Asosiasi Jurnalis Turki nengatakan bahwa pemerintah Turki telah membuat-buat dakwaan terhadap jurnalis yang meliput demonstrasi di Turki.
"RSF mengecam penangkapan paksa yang dituduh oleh pemerintah sebagai intervensi yudisial. Ini adalah ekskalasi pembungkaman dan pembredelan kebebasan pers yang harus diakhiri sekarang juga," tuturnya, dikutip TVP World.
Setidaknya terdapat tujuh jurnalis yang ditangkap oleh aparat keamanan dalam beberapa hari terakhir. Penangkapan ini juga berdampak pada jurnalis BBC, Mark Lowen dan jurnalis foto AFP, Yasin Akgul.
Dalam sepekan terakhir, setidaknya ada 1.900 demonstran yang ditangkap oleh otoritas Turki. Sementara, demonstrasi besar di Turki kali ini erat kaitannya dengan kekejaman polisi, penggunaan gas air mata, peluru karet, dan meriam air.
3. Erdogan sebut UE tidak akan ada tanpa Turki

Menanggapi kritikan UE, Erdogan mengungkapkan bahwa UE membutuhkan Turki untuk keamanan dan sektor lainnya. Ia mengklaim, UE tidak akan ada tanpa Turki dan meminta penghormatan.
"Uni Eropa tidak akan eksis tanpa Turki. Turki terbuka dalam penguatan kerja sama dengan Eropa dalam kerangka penghormatan mutual. Saya percaya bahwa pendekatan strategis dapat mempengaruhi kebijakan rekan Eropa kami," tutur Erdogan.
Presiden Turki itu menuding oposisi menginstigasi kekerasan dalam protes terkait penahanan Imamoglu. Ia pun mengklaim bahwa kelompok oposisi sengaja merusak fasilitas umum dan menyerang polisi.