Ratusan Universitas AS Protes Kebijakan Donald Trump

- Lebih dari 150 presiden universitas AS menolak kebijakan Trump terhadap pendanaan federal.
- Universitas Harvard menggugat pemerintah Trump atas pembekuan dana federal senilai 2,2 miliar dolar AS.
- Kebijakan ilegal Trump berdampak pada penelitian medis, risiko kredit universitas, dan mahasiswa internasional.
Jakarta, IDN Times - Lebih dari 150 presiden universitas Amerika Serikat (AS) menandatangani surat protes bersama melawan kebijakan Presiden Donald Trump pada Selasa (22/4/2025). Surat tersebut dirilis oleh American Association of Colleges and Universities (AAC&U) setelah Universitas Harvard menggugat pemerintah Trump atas pembekuan dana federal.
Penandatangan surat berasal dari berbagai institusi pendidikan tinggi AS, mulai dari universitas negeri besar, kampus liberal arts kecil, hingga universitas Ivy League. Surat ini menentang campur tangan berlebihan pemerintahan Trump dalam dunia akademik AS.
Pernyataan bersama ini merupakan respon kolektif pertama dari komunitas akademik terhadap serangkaian kebijakan Trump. Sebelumnya, pemerintah AS telah membekukan miliaran dolar dana federal ke beberapa universitas elit seperti Universitas Harvard, Columbia, Northwestern, Brown, Princeton, dan Pennsylvania.
1. Menolak campur tangan berlebih pemerintah
Para pemimpin universitas menyatakan bersatu menentang kebijakan Trump. Hampir seluruh universitas Ivy League, kecuali Dartmouth, bergabung dalam penandatanganan surat tersebut.
Para pemimpin universitas menyatakan siap menerima pengawasan dan perbaikan sistem yang masuk akal. Namun, mereka menolak upaya pemerintah mengatur kehidupan mahasiswa, dosen, dan staf di kampus mereka.
Juru bicara Gedung Putih, Harrison Fields, merespons surat tersebut dengan kritik. Pemerintahan Trump berjanji akan tetap teguh pada kebijakannya. Sementara Lynn Pasquerella, presiden AAC&U, menjelaskan penyebab lamanya respons ini.
"Pemerintah sengaja membuat kampus kewalahan dengan berbagai kebijakan dan aturan yang dikeluarkan secara bertubi-tubi. Akibatnya, para pimpinan universitas kesulitan merespons semua kebijakan tersebut dalam waktu bersamaan," kata Pasquerella, dilansir The Guardian.
2. Harvard menggugat pemerintah AS
Harvard telah mengajukan gugatan ke pengadilan pada Senin (21/4/2025). Universitas tertua di AS itu menentang pembekuan dana federal senilai 2,2 miliar dolar AS (sekitar Rp37 triliun).
Tuntutan Trump ke universitas mencakup penghapusan program keberagaman (DEI), audit pandangan mahasiswa dan fakultas, serta kerja sama dalam pengawasan mahasiswa internasional. Universitas Columbia sebelumnya telah menyerah pada tuntutan serupa.
National Institutes of Health (NIH) juga mengumumkan akan menarik dana riset medis dari universitas yang memboikot perusahaan Israel atau menjalankan program DEI. NIH memberikan sekitar 60 ribu hibah penelitian setiap tahun ke 3 ribu universitas dan rumah sakit, dengan anggaran tahunan 48 miliar dolar AS (sekitar Rp809 triliun).
"Kebijakan ilegal Trump ini berusaha mengendalikan universitas secara berlebihan. Ini akan berdampak buruk pada semua pihak, mulai dari pasien rumah sakit, mahasiswa, dosen, staf, hingga peneliti. Kebijakan ini juga mengancam reputasi pendidikan tinggi AS di mata dunia," ujar Alan M. Garber Garber, Presiden Harvard, dilansir Middle East Eye.
3. Kebijakan Trump berisiko mengganggu penelitian

Pembekuan dana berisiko mengganggu penelitian medis vital seperti peningkatan prospek anak penderita kanker dan prediksi wabah penyakit menular. Harvard Medical Schoo merupakan penerima dana NIH terbesar senilai 171 juta dolar AS (sekitar Rp2,8 triliun) pada 2024 dan kemungkinan akan terkena dampak paling berat.
Lembaga S&P Global Ratings melaporkan meningkatnya risiko kredit bagi universitas AS penerima dana riset federal. Kebijakan ini berisiko mengurangi atau menunda pendanaan.
Melansir NBC, Trump juga menargetkan mahasiswa internasional dengan mencabut ratusan visa, terutama dari mahasiswa Timur Tengah. Otoritas imigrasi AS bahkan menahan beberapa mahasiswa asing yang terlibat protes pro-Palestina tahun lalu.
"Pembatasan kebebasan akademik akan berdampak buruk pada mahasiswa dan masyarakat. Demi kepentingan mahasiswa sekarang dan masa depan, serta seluruh akademisi, kami meminta dialog konstruktif untuk memperbaiki institusi pendidikan dan melayani negara ini," bunyi penggalan surat tersebut, dikutip dari PBS.