Rencana Trump di Gaza Dikhawatirkan Halangi Pembebasan Sandera

Jakarta, IDN Times - Keluarga sandera Israel khawatir bahwa rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi penduduknya ke negara lain dapat menggagalkan kesepakatan gencatan serta menghambat peluang pembebasan sandera yang tersisa.
"Setiap diskusi yang menimbulkan kontroversi tentang hari setelahnya, mari tunda untuk nanti, karena yang terpenting, Hamas mungkin benar-benar khawatir tentang itu dan bisa menghentikan prosesnya," kata Yehuda Cohen, ayah dari tentara Israel yang ditahan di Gaza, Nimrod Cohen, kepada Middle East Eye.
"Pemerintah kami yang mengerikan akan mengeksploitasi ini demi kepentingannya yang sempit, untuk menyenangkan (Menteri Keuangan Bezalel) Smotrich, dan juga sekali lagi, mengutamakan ideologi yang sangat rasis daripada menjalankan tugas dasarnya untuk melindungi nyawa warga sipil dan tentara Israel," tambahnya.
1. Trump sebut AS berkomitmen membeli dan memiliki Gaza
Pada Minggu (9/2/2025), Trump mengulangi usulan kontroversialnya untuk mengambil alih Gaza, dengan mengatakan bahwa ia berkomitmen untuk membeli dan memiliki wilayah yang hancur akibat perang tersebut. Ia memandang Gaza sebagai lahan properti besar, dengan negara-negara lain di Timur Tengah dapat ditugaskan untuk menangani rekonstruksinya.
"Sejauh menyangkut rekonstruksi, kami mungkin menyerahkannya kepada negara-negara lain di Timur Tengah untuk membangun beberapa bagian; pihak lain juga bisa melakukannya dengan pengawasan kami. Tetapi kami berkomitmen untuk memilikinya, mengambilnya, dan memastikan Hamas tidak kembali. Tidak ada yang bisa dikembalikan. Tempat itu adalah situs pembongkaran," jelasnya, dikutip dari Al Jazeera.
Ia juga mengklaim bahwa pengungsi Palestina tidak akan ingin kembali ke Gaza setelah mendapatkan tempat tinggal lain yang lebih aman.
Usulan ini langsung ditolak oleh Hamas. Pihaknya mengatakan bahwa Gaza bukanlah properti yang dapat diperjualbelikan dan merupakan bagian integral dari tanah Palestina.
2. AS diminta fokus membebaskan sandera yang tersisa
Trump mengejutkan warga Palestina dan komunitas internasional pekan lalu, ketika ia mengatakan bahwa AS mengambil alih Gaza dan berencana mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera-nya Timur Tengah”. Saluran berita Israel, Channel 13, mengungkapkan bahwa 72 persen warga Israel mendukung rencana itu.
Cohen mengatakan bahwa meskipun ia secara pribadi tidak setuju dengan usulan Trump, AS harus terlebih dahulu berusaha membebaskan 39 sandera Israel yang diyakini masih hidup.
“Mari lakukan ini secara bertahap. Kalian (AS dan Trump) punya kebijakan tentang Gaza dan masa depannya, itu hak kalian, bagus, tapi pertama-tama, selesaikan dulu pembebasan para sandera, rampungkan kesepakatan, dan jangan biarkan ada potensi kegagalan—baik dari pihak Hamas maupun dari pemerintah kita sendiri," ujarnya.
3. Rencana Trump dikhawatirkan memperumit negosiasi gencatan senjata
Meskipun pernyataan Trump memicu kegemparan, tahap pertama gencatan senjata yang akan berakhir pada 1 Maret tetap berjalan sesuai rencana. Sejauh ini, 18 sandera Israel telah dibebaskan dengan imbalan pembebasan 550 tahanan Palestina.
Namun, ada kekhawatiran bahwa rencana Trump dapat memperumit negosiasi untuk tahap kedua, yang mencakup pembebasan sandera yang tersisa dengan imbalan gencatan senjata permanen.
Dalam konferensi pers bersama Trump di Gedung Putih pekan lalu, Netanyahu berjanji untuk mencapai tiga tujuan perang Israel, yaitu membebaskan para sandera, menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, serta memastikan bahwa Gaza lagi tidak menimbulkan ancaman bagi negara mereka.
“Pernyataan yang dibuat oleh Netanyahu di hadapan Trump, tanpa keberatan Trump, pada dasarnya adalah sebuah deklarasi perang, dan akan segera melanjutkan perang. Menurut saya, itu adalah skenario yang paling mungkin terjadi,” kata Khalil Jahshan, direktur eksekutif Arab Center Washington DC.