Rusia Diduga Pindahkan Pangkalan Militer di Suriah ke Libya

Jakarta, IDN Times - Rusia diduga telah merelokasi tentara dan pangkalan militer dari Suriah ke Libya usai kejatuhan Presiden Bashar al-Assad pada awal Desember. Langkah ini sebagai kelanjutan kelancaran operasi militer dan pengaruh Rusia di Afrika dan Timur Tengah.
Ukraina dan pemerintahan baru Suriah sepakat memulihkan hubungan bilateral usai diputus pada Juni 2022. Sementara, Pemimpin Suriah Ahmed al-Sharaa ingin melanjutkan hubungan baik dengan Moskow meskipun memprediksi tentara Rusia akan ditarik dari negaranya.
1. Rusia bantu pindahkan puluhan perwira Suriah ke Libya
Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), pada Rabu (1/1/2025), mengatakan bahwa terdapat sekitar 60 perwira militer Suriah di bawah pemerintahan Assad yang direlokasi ke Libya sepanjang Desember 2024.
Melansir TVP World, relokasi perwira militer Suriah itu dilakukan dalam dua tahap. Penerbangan pertama dilakukan pada 8 Desember menggunakan pesawat penumpang sipil. Sedangkan yang kedua dilangsungkan pada 13 Desember menggunakan pesawat tempur Rusia.
Sementara itu, Libya menjadi alternatif Rusia untuk mempertahankan pengaruhnya di Afrika setelah kejatuhan Assad. Sejak 2019, Moskow sudah membantu Jenderal Khalifa Haftar yang mengontrol bagian timur Libya hingga kini.
Pada 2020, Haftar sempat berupaya merebut ibu kota Tripoli yang dipimpin oleh Government of National Accord. Rusia sudah mendukung Haftar dengan mengirimkan pasukan pembunuh bayaran Wagner Grup ke Libya.
2. Terdapat peningkatan penerbangan dari Suriah ke Libya
Peneliti dari Royal United Services Institute (RUSI), Jalel Harchaoui, mengatakan bahwa terdapat lonjakan penerbangan pesawat Rusia dari Rusia ke Belarus dan dari Suriah ke Libya dalam beberapa pekan terakhir.
"Pangkalan udarra Hmeimim selama ini menjadi pusat operasi tentara bayaran Rusia di Afrika dalam beberapa tahun terakhir. Awalnya, tentara bayaran hanya ada di Republik Afrika Tengah dan kemudian merambah ke Sudan, Libya, Mali, dan Burkina Faso," terangnya, dikutip CNN.
Ia menambahkan, penguatan keberadaan militer Rusia di Libya akan memastikan kapabilitas operasi militer Moskow di Afrika Barat. Kremlin bahkan memungkinkan untuk memperluas ambisinya di Afrika bagian selatan.
Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Yunus-Bek Yevkurov, sudah mengadakan beberapa kunjungan ke Libya untuk meningkatkan hubungan dengan Haftar dalam 2 tahun terakhir. Rusia disebut mengincar pelabuhan di area kekuasaan Haftar untuk menggantikan peran pangkalan Angkatan Laut di Tartus, Suriah.
3. PM Libya tolak relokasi tentara Rusia ke negaranya
Pada akhir Desember, Perdana Menteri Libya Abdul Hamid Dabaiba menolak upaya mengubah Libya menjadi pusat konflik. Ia memastikan negaranya tidak akan menjadi alat bagi kekuatan lain.
"Kami mengkhawatirkan upaya memindahkan konflik internasional ke Libya. Kami mengklaim ini akan membuat negara kami menjadi sebuah area peperangan antar beberapa negara," ungkapnya, dikutip dari The Guardian.
Dabaiba mengatakan tidak akan memperbolehkan transfer tentara dan senjata Rusia dan menolak adanya militer asing di teritori Libya. Ia memperingatkan, langkah tersebut hanya akan mempersulit krisis di dalam negaranya.
Ia sudah berbicara dengan Duta Besar Rusia di Tripoli untuk menjelaskan lebih lanjut terkait masalah relokasi tentara dan persenjataan dari Suriah.