Saat Gencatan Senjata, Houthi Yaman Tetap Rekrut Anak-anak Jadi Milisi

Jakarta, IDN Times - Kelompok Houthi, yang menyebut dirinya sebagai Anshar Allah, terus melanjutkan perekrutan anak-anak sebagai tentara. Mereka mengajari anak-anak cara menggunakan senjata, menghindari roket, dan menanam ranjau.
Dalam dua bulan terakhir, ratusan anak-anak telah direkrut. Beberapa di antaranya telah dikirim ke garis depan meski gencatan senjata telah disepakati. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hampir 3.500 anak telah diverifikasi digunakan sebagai tentara sejak awal konflik Yaman pada 2014.
1. Keharusan membela bangsa dari agresi

Pejuang Houthi dinilai sebagai kelompok pemberontak. Pada 2014, mereka merebut ibu kota Sanaa, Yaman, dari pemerintah yang diakui secara internasional. Perang saudara akhirnya meletus dan sampai saat ini belum selesai.
Selama perang saudara berlangsung, baik Houthi atau pasukan pemerintah, telah merekrut anak-anak sebagai tentara. Tapi Houthi diyakini merekrut lebih banyak anak-anak dibanding pasukan pemerintah.
Menurut Associated Press, dua pejabat Houthi mengatakan, kelompok itu telah merekrut ratusan anak-anak dalam dua bulan terakhir. Beberapa di antaranya masih berusia 10 tahun.
"Itu bukan anak-anak. Mereka adalah orang-orang (lelaki) sejati, yang harus membela bangsanya melawan Saudi, agresi Amerika, dan membela Islam," kata salah satu dari mereka. Keduanya berbicara dengan syarat anonim.
2. Houthi menekan keluarga agar mengirim anak-anak ke kamp pelatihan
Perang saudara di Yaman menjadi sengit ketika kekuatan asing melakukan intervensi. Koalisi negara Arab yang dipimpin Saudi pada 2015 membantu pasukan pemerintah Yaman untuk menghancurkan Houthi.
Di sisi lain, pejuang Houthi disebut telah didukung oleh Iran. Perang saudara itu akhirnya menjadi perang proxy antara Iran kontra Saudi yang didukung persenjataan Barat.
Pada April 2022, perang panjang itu akhirnya disepakati gencatan senjata. Dalam kesepakatan itu, Houthi menandatangani rencana aksi dengan PBB untuk tidak melibatkan anak-anak dalam pertempuran.
Tapi pekerja bantuan dari organisasi internasional yang beroperasi di daerah yang dikuasai Houthi melihat fakta lain, kutip Al Jazeera. Houthi telah secara intensif melanjutkan untuk merekrut anak-anak sebagai tentara.
Houthi disebut menekan keluarga untuk mengirim anak-anaknya ke kamp pelatihan. Seorang pekerja bantuan melihat anak-anak berusia 10 tahun berjaga di pos pemeriksanaan dengan senapan serbu AK-47 tergantung di bahu mereka.
Pekerja bantuan yang berbicara tanpa menyebutkan nama itu juga menjelaskan beberapa anak-anak yang terluka telah kembali dari pertempuran di kota Marib.
3. Lebih dari 10 ribu anak-anak terbunuh atau cacat akibat perang

Atas mediasi PBB, Houthi dan pasukan pemerintah Yaman sepakat melakukan gencatan senjata pada April. Bagian dari kesepakatan itu, salah satunya adalah melaksanakan rencana aksi untuk tidak merekrut anak-anak jadi tentara.
"Bagian tersulit dari perjalanan dimulai sekarang. Rencana aksi harus dilaksanakan sepenuhnya dan mengarah pada tindakan nyata untuk peningkatan perlindungan anak-anak di Yaman," kata Perwakilan Khusus PBB.
Dikutip dari laman resminya, PBB menjelaskan lebih dari 10 ribu anak-anak Yaman terbunuh atau cacat selama perang saudara. Hampir 3.500 anak-anak telah dikonfirmasi direkrut sebagai tentara sejak awal konflik terjadi.
PBB berharap menggunakan kesempatan gencatan senjata kali ini demi memprioritaskan hak dan kebutuhan perlindungan anak-anak.
"Pada akhirnya, memperoleh perdamaian abadi adalah cara terbaik untuk melindungi anak-anak di Yaman dan harus menjadi tujuan pertama semua pihak yang berkonflik di negara ini," kata PBB.