Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Suburnya Komunisme di Laos

Suasana sekitar Viantiane, Laos, yang tenang (IDN Times/Satria Permana)
Intinya sih...
  • Laos masih menganut ideologi komunis dengan bendera palu-arit berkibar di Vientiane.
  • Sejarah perjuangan kemerdekaan Laos dipengaruhi oleh gerakan nasionalis komunis seperti Pathet Lao.
  • Vientiane terbilang tenang, tak ramai seperti ibu kota lainnya di Asia Tenggara, dengan Patuxay dan pasar malam dekat Sungai Mekong sebagai pusat keramaian.

Vientiane, IDN Times - Laos menjadi salah satu dari lima negara terakhir di dunia yang masih menganut ideologi komunisme. Saking setianya dengan ideologi komunis, di sejumlah sudut ibu kotanya, Vientiane, dipenuhi dengan bendera merah dengan logo palu-arit berwarna kuning.

Ketika mengunjungi Laos beberapa waktu lalu, IDN Times cukup terkejut dengan pemandangan yang ada di Vientiane, ibu kotanya. Rumah, gedung pemerintahan, perpustakaan, hingga pusat perbelanjaan, pasti mengibarkan bendera merah dengan logo palu-arit berwarna kuning di depannya. Bahkan, kantor bank asing juga dikibarkan bendera tersebut.

Bendera dengan logo palu-arit terbesar yang IDN Times temukan ada di Kantor Perdana Menteri Laos. Kantor yang berada tepat di depan Patuxay, landmark Laos, berkibar banyak bendera palu-arit.

Semua berada di sisi kanan jika, dari arah Patuxay. Sementara, sisi kiri depan Kantor Perdana Menteri merupakan bendera kebangsaan Laos.

1. Tak terlepas dari sejarah negaranya

ilustrasi bendera komunis di Laos (IDN Times/Satria Permana)

Ideologi komunis di Laos tak terlepas dari sejarah negaranya. Perjuangan kemerdekaan Laos dipengaruhi oleh gerakan nasionalis berbau komunis seperti Pathet Lao.

Kemudian, negara yang tak memiliki wilayah laut ini terjebak dalam pengaruh Perang Dingin di Asia Tenggara, termasuk Perang Vietnam. Pathet Lao juga terlibat dalam perang Vietnam dan berhasil mengusir tentara Amerika Serikat saat itu.

Berlanjut ke 1975, ketika kerajaan Laos tumbang, yang pemerintahan langsung diambil alih oleh Lao People's Revolutionary Part (LPRP). Hingga kini, LPRP yang berideologi Marxis-Leninis masih dominan atas ideologi politiknya. Maka, tak heran jika komunisme subur di sini.

Secara ekonomi, sebenarnya Laos sudah mengarahkan sistemnya pada New Economic Mechanism (NEM) yang bertujuan menarik investor asing. Namun, tetap saja investor kebanyakan datang dari China yang merupakan negara berideologi komunis pula.

2. Kehidupan Vientiane berbeda

Suasana sekitar Viantiane, Laos, yang tenang (IDN Times/Satria Permana)

Kehidupan Laos memang cukup berbeda. Tak seperti kebanyakan negara di Asia Tenggara, Laos terbilang tenang. Bahkan, Vientiane yang menjadi ibu kotanya tak ramai di siang hari.

Vientiane terlihat lebih santai dan tak sesibuk ibu kota lainnya di Asia Tenggara seperti Jakarta, Bangkok, Kuala Lumpur, Hanoi, dan lainnya. Tak terlalu banyak kendaraan lalu lalang di jalan-jalan utama. Bahkan, kemacetan sama sekali tak terlihat. Kendaraan berhenti juga hanya karena lampu lalu lintas menyala merah.

3. Sentra keramaian ada di dua titik

Suasana sekitar Viantiane, Laos, yang tenang (IDN Times/Satria Permana)

Sentra keramaian terpusat di Patuxay dan pasar malam dekat Sungai Mekong. Banyak wisatawan mancanegara yang mendatangi Patuxay, baik siang, sore, bahkan malam hari. Mereka berburu foto di Patuxay yang eksotik. Bahkan, warga lokal juga sering berkumpul di sini.

Jelang atau malam harinya, pertunjukkan air mancur digelar di depan Patuxay. Hal itu menambah daya tarik, karena air mancur juga dihiasi dengan permainan lampu yang atraktif. Saat mendatanginya, kamu juga bisa menikmati jajanan khas di Vientiane.

Berjarak sekitar 15 sampai 30 menit dengan berjalan kaki, kamu bisa mengunjungi pasar malam di Vientiane. Lokasinya tepat di sebelah Sungai Mekong yang menjadi perbatasan Thailand.

Suasana pasar malamnya tak berbeda dengan yang ada di Indonesia. Barang-barang yang diperjual-belikan juga mirip, banyak imitasi alias KW. Lagu-lagu dengan dentuman keras, berbahasa Laos, begitu akrab terdengar.

Pasar malam di Vientiane, menjadi pusat dari keramaian selain Patuxay. Jika kamu merasa Vientiane di siang hari sepi, maka harus keluar malam untuk merasakan atmosfer sebenarnya.

Nah, pasar malam di pinggir Sungai Mekong hanya menyediakan barang-barang imitasi. Kalau mau kulineran, kamu harus bergeser ke pasar malam di blok lain, tenang ada di Google Maps kok.

Harga makanan yang dijual tak mahal, malahan lebih murah ketimbang di Indonesia. Tapi, buat kamu yang muslim, harus berhati-hati karena banyak makanan non-halal yang dijual di sini.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us