Taliban Afghanistan Siap Kerja Sama dengan Jerman terkait Deportasi

Jakarta, IDN Times - Taliban Afghanistan pada Jumat (7/6/2024) mengatakan bahwa pihaknya siap untuk bekerja sama dengan pemerintah Jerman dalam memulangkan warganya yang melakukan kejahatan serius kembali ke Afghanistan.
Pekan ini, Berlin mengumumkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan kebijakan untuk memulangkan migran Afghanistan yang menimbulkan ancaman keamanan di negara itu. Wacana ini muncul setelah seorang pria asal Afghanistan melakukan penikaman di sela-sela unjuk rasa anti-Islam di kota Mannheim pada 31 Mei. Seorang polisi tewas akibat serangan tersebut.
1. Taliban dinilai bujuk Jerman untuk akui kedaulatannya
Dilansir DW, Kementerian Luar Negeri Taliban mengatakan bahwa pengaturan seperti itu mungkin saja dilakukan, namun mereka tampaknya menyarankan bahwa Jerman harus terlebih dahulu mengakui mereka sebagai pemerintah Afghanistan yang sah.
Sejak Taliban merebut kembali kekuasaan di Afghanistan pada 2021, Berlin telah menolak melakukannya.
“Imarah Islam Afghanistan menyerukan kepada pemerintah Jerman untuk mengatasi masalah ini melalui keterlibatan konsuler yang normal dan mekanisme yang tepat berdasarkan perjanjian bilateral,” tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Taliban Abdul Kahar Balchi di media sosial X.
Jerman telah berhenti mendeportasi migran ke Afghanistan setelah Taliban berkuasa. Selain itu, kebijakan negara Eropa tersebut juga melarang pendeportasian ke negara-negara di mana seseorang dapat terancam kematian.
2. Berlin tidak mau mentolerir ekstremis atau penjahat yang eksploitasi UU pengungsi
Kanselir Jerman Scholz pada Kamis (6/6/2024) menyatakan bahwa Jerman tidak akan mentolerir ekstremis atau penjahat yang mengeksploitasi undang-undang negara yang melindungi pengungsi. Dia mendesak agar para kriminal segera dideportasi, bahkan ke negara-negara yang dianggap tidak aman, seperti Afghanistan dan Suriah.
Namun, Kementerian Luar Negeri Jerman tetap skeptis terhadap pembahasan mengenai deportasi ke Afghanistan, mengingat tidak adanya pengakuan terhadap Taliban.
Juru bicara Menteri Luar Negeri mengatakan bahwa pernyataan awal dari Taliban menunjukkan bahwa mereka ingin dibayar untuk setiap pemulangan, setidaknya melalui pengakuan internasional.
Ia menekankan bahwa terdapat regulasi internasional yang sangat jelas untuk normalisasi hubungan, yang akan melibatkan pelaksanaan kewajiban internasional Afghanistan. Negara-negara Barat menuntut agar hak asasi manusia, khususnya hak-hak perempuan, dihormati sepenuhnya di Afghanistan sebelum pengakuan diberikan.
3. Kelompok advokasi pengungsi Jerman tolak rencana deportasi
Sementara itu, kelompok advokasi pengungsi Jerman, Pro Asyl, mengecam rencana deportasi tersebut.
“Hukum internasional jelas melarang deportasi apa pun ke Afghanistan dan Suriah,” kata direktur pelaksana Pro Asyl, Karl Kopp.
Dalam sebuah pernyataan pada Jumat, Kopp menyebut rencana yang diusulkan Scholz sebagai tindakan yang melanggar hukum karena Suriah dan Afghanistan sering menerapkan penyiksaan dan hukuman yang tidak manusiawi.