Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tolak Tawaran Damai Rusia, Ukraina: Kami Tidak Bisa Jadi Negara Netral

Seorang anak lelaki mengibarkan bendera Ukraina saat reli mendukung Ukraina dan memprotes Rusia, di Air Terjun Niagara, Kanada, Minggu (30/1/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Nick Iwanyshyn.

Jakarta, IDN Times – Ukraina menolak proposal damai yang disodorkan oleh Rusia bahwa negaranya harus berstatus netral selayaknya Austria dan Swedia, sebagai syarat untuk mengakhiri perang yang akan memasuki pekan ketiga. Selain itu, Ukraina juga menuntut jaminan keamanan dari komunitas internasional.

“Ukraina sekarang dalam keadaan perang langsung dengan Rusia. Akibatnya, model tersebut (negara netral) hanya bisa diwujudkan ketika mendapat jaminan keamanan secara hukum,” kata negosiator utama Ukraina, Mikhailo Podolyak, dikutip dari Al Jazeera.

1. Rusia sebut Ukraina siap berkompromi dengan status netral

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov. twitter.com/mfa_russia

Kabar seputar Ukraina yang menawarkan status ‘negara netral’ pertama kali disampaikan oleh Vladimir Medinsky, kepala negosiator Rusia.

Melalui televisi pemerintah, dia mengatakan, ‘Ukraina menawarkan negara demiliterisasi netral versi Austria atau Swedia, tapi pada saat yang sama, (Ukraina menawarkan) negara yang memiliki tentara dan angkatan lautnya sendiri.”

Wacana serupa juga digaungkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, yang mengatakan bahwa kesepakatan itu bahkan hampir disetujui oleh kedua pihak.

“Status netral sekarang sedang dibahas secara serius, tentu saja, dengan jaminan keamanan. Sekarang hal ini sedang dibahas dalam negosiasi, ada formulasi yang benar-benar spesifik yang menurut saya mendekati kesepakatan," kata Lavro kepada RBC News.

2. Status netral disebut bisa mengakhiri konflik Kiev-Moskow

Kendaraan lapis baja dengan huruf 'Z' berjalan melewati monumen tank jaman Soviet, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengesahkan operasi militer di wilayah timur Ukraina, kota Armyansk, Krimea, Kamis (24/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer.

Dalam hukum internasional, netralitas berarti kewajiban suatu negara, yang disebabkan oleh deklarasi atau paksaan sepihak, untuk tidak ikut campur dalam konflik militer negara ketiga. Contoh negara yang memiliki status netral adalah Swiss, Irlandia, Swedia, Finlandia, dan Austria.

Menurut pengampu studi strategis di University of Plymouth, Fotios Moustakis, gagasan Ukraina sebagai negara netral bisa menjadi solusi untuk mengakhiri ketegangan Kiev-Moskow yang berlangsung selama bertahun-tahun.

“Invasi ke Ukraina bukan tentang membangun kembali Soviet 2.0. Ini tentang mengamankan apa yang dianggap vital bagi kepentingan Rusia. Jika kepentingan Rusia tidak dipertimbangkan oleh Barat, (Vladimir) Putin akan menghancurkan Ukraina yang saat ini prosesnya sedang berlangsung,” kata dia.

“Rusia tidak memiliki keinginan atau kapasitas untuk menduduki negara itu. Netralitas adalah obat mujarab untuk menyelesaikan krisis saat ini, dan Finlandia adalah model (negara netral) yang bisa memberikan opsi yang masuk akal,” sambung dia.

3. Ukraina harus mencari jaminan keamanan selain dari NATO

Monumen berlambang Logo NATO dan bendera negara-negara anggota NATO di Kota Brussels, Belgia. (twitter.com/ItalyatNATO)

Dosen politik internasional di Universitas Newcastle, Katharine AM Wright, juga menyebut Ukraina yang netral sebagai kunci untuk mengakhiri invasi Rusia. Namun, penyelesaian konflik tetap akan bergantung pada konsesi kedua pihak, terlebih Putin sebagai agresor tentu tidak ingin kehilangan ‘muka’ karena strateginya di Ukraina tidak berjalan lancar.

Di sisi lain, mewujudkan Ukraina sebagai negara netral adalah hal yang sangat sulit. Pasalnya, warga Ukraina dan seluruh dunia telah menyaksikan ketakutan terburuk mereka yang menjadi nyata, yaitu diserang oleh tetangganya sendiri.

Wacana itu juga sulit terealisasi karena Ukraina harus mencari jaminan keamanan selain dari NATO, keputusan yang selama ini ditentang oleh Rusia.

“Ukraina yang netral tidak akan menjadi mitra NATO, meskipun negara-negara netral lainnya, terutama Finlandia dan Swedia, adalah mitra NATO. Jalan menuju keanggotaan NATO, betapapun kecil kemungkinannya untuk dipenuhi, akan menjadi garis merah bagi Putin yang memandang Ukraina secara berbeda,” terang Wright.

“Ukraina yang netral perlu mencari hubungan keamanan di luar NATO untuk mencegah terulangnya invasi, mengingat Rusia adalah agresor. Tetapi, Ukraina kemungkinan akan melirik ke anggota Dewan Keamanan PBB lainnya (Cina, Prancis, Inggris, AS) untuk membantu menegakkan ini,” sambung dia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us