Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Merespons Perintah Penangkapan Netanyahu, Trump Beri Sanksi ICC

Markas Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag. (Tony Webster, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Donald Trump menandatangani perintah eksekutif sanksi terhadap Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) karena dianggap tidak sah dan tidak berdasar.
  • Perintah tersebut memberikan kekuasaan luas kepada Trump untuk memberlakukan pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap staf ICC dan anggota keluarga mereka.
  • Pengadilan internasional itu melakukan tindakan tidak sah yang menargetkan Washington dan Israel, serta menciptakan kesetaraan moral yang memalukan antara Hamas dan Israel.

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang mengesahkan sanksi agresif terhadap Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) pada Kamis (6/2/2025). Trump menuduh pengadilan internasional itu melakukan tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Washington dan Israel.

Perintah tersebut memberikan Trump kekuasaan yang luas untuk memberlakukan pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap staf ICC dan anggota keluarga mereka, yang ditetapkan terlibat dalam upaya untuk menyelidiki atau mengadili warga AS dan sekutu tertentu.

Tindakan bermusuhan terhadap ICC terjadi sebagai tanggapan terhadap keputusan pengadilan pada November. Pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza, mengutip The Guardian.

Dalam perintah tersebut, Trump mengatakan ICC telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengeluarkan surat perintah. Menurutnya, itu telah menjadi preseden berbahaya bagi warga negara AS dan personel militernya.

1. AS menuduh ICC menciptakan kesetaraan moral yang memalukan antara Hamas dan Israel

Dilaporkan oleh BBC, sebuah memo Gedung Putih menuduh ICC menciptakan kesetaraan moral yang memalukan antara Hamas dan Israel, dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan pada saat yang bersamaan.

Baik AS maupun Israel bukanlah negara anggota ICC. Washington telah berulang kali menolak yurisdiksi apa pun yang diberikan pengadilan terhadap pejabat atau warga negaranya. Pihaknya juga menuduh ICC membatasi hak Tel Aviv untuk membela diri, serta mengabaikan Iran dan kelompok anti-Israel.

Merespons perintah eksekutif itu, Netanyahu memuji langkah Trump. Dia mengatakan tindakan tersebut akan membela Washington dan Israel dari pengadilan korup yang anti-AS dan antisemetis, yang tidak memiliki yurisdiksi atau dasar untuk terlibat dalam penegakan hukum terhadap keduanya. 

2. ICC mengutuk sanksi yang dijatuhkan Trump

ilustrasi bendera Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) (Foreign and Commonwealth Office, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Merespons AS, ICC pada Jumat (7/2/2025) mengutuk perintah eksekutif Trump. Pihaknya menyerukan kepada 125 negara anggotanya, masyarakat sipil, dan seluruh negara di dunia untuk bersatu demi keadilan dan hak asasi manusia.

"Pengadilan berdiri teguh dengan personelnya dan berjanji untuk terus memberikan keadilan dan harapan bagi jutaan korban kekejaman yang tidak bersalah di seluruh dunia, dalam semua situasi sebelumnya," bunyi pernyataan pengadilan, dilansir Anadolu.

Pejabat di pengadilan yang bermarkas di Den Haag itu khawatir sanksi dapat menimbulkan ancaman nyata terhadap ICC. Sanksi yang berlaku secara keseluruhan akan menimbulkan ancaman nyata terhadap badan peradilan karena akan menghalangi akses lembaga tersebut terhadap layanan yang menjadi sandaran mereka berfungsi.

3. Kritik terhadap sanksi Trump terhadap ICC

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. (Michael Vadon, CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)

Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, mengatakan perintah Trump mengirimkan pesan bahwa Israel berada di atas hukum dan prinsip universal keadilan internasional. Belanda, yang menjadi markas ICC, menyesali perintah yang dikeluarkan pemimpin tersebut.

"Ini (perintah Trump) adalah langkah brutal yang berupaya melemahkan dan menghancurkan apa yang telah dibangun dengan susah payah oleh komunitas internasional selama beberapa dekade, bahkan berabad-abad, (yakni) aturan global yang berlaku untuk semua orang dan bertujuan untuk memberikan keadilan bagi semua," ungkapnya.

Sementara itu, aktivis lain mengatakan pemberian sanksi kepada pejabat pengadilan akan berdampak buruk dan bertentangan dengan kepentingan AS di zona konflik lain, di mana pengadilan sedang menyelidikinya.

"Perintah tersebut juga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap Amandemen Pertama karena hal ini menempatkan masyarakat AS pada risiko hukuman berat karena membantu pengadilan mengidentifikasi dan menyelidiki kekejaman yang dilakukan di mana pun, oleh siapa pun," kata Charlie Hogle, staf pengacara di American Civil Liberties Union.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us