Trump Sebut Ukraina Tak Tahu Terima Kasih

- Para pejabat AS menyempurnakan rancangan damai di Jenewa
- Rancangan awal memicu kekhawatiran sekutu dan kongres
- Trump dan Zelenskyy menanggapi tekanan dalam negosiasi damai
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Minggu (23/11/2025) menyoroti pimpinan Ukraina yang dinilai tak menunjukkan rasa terima kasih atas dukungan Amerika Serikat (AS) dan ia menyampaikan hal itu melalui unggahan di Truth Social. Ungkapan tersebut muncul di tengah dorongan Trump untuk mendorong rencana mengakhiri konflik yang hampir memasuki tahun keempat
“KEPEMIMPINAN UKRAINA TELAH MENUNJUKKAN NOL RASA TERIMA KASIH ATAS USAHA KAMI, DAN EROPA TERUS MEMBELI MINYAK DARI RUSIA,” tulisnya.
Tak lama kemudian, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menanggapi dengan ucapan terima kasih dan menyampaikan penghargaan terhadap dukungan yang sudah berjalan sejak awal perang.
“Ukraina berterima kasih kepada Amerika Serikat, kepada setiap hati orang Amerika, dan secara pribadi kepada Presiden Trump atas bantuan yang — dimulai dari Javelin — telah menyelamatkan nyawa orang Ukraina,” tulisnya, sambil merinci apresiasi kepada sekutu Eropa, G7, dan G20, dikutip dari France24.
1. Para pejabat AS menyempurnakan rancangan damai di Jenewa

Dilansir dari NBC News, para pejabat senior AS, termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio, utusan khusus Steve Witkoff, dan Menteri Angkatan Darat, Dan Driscoll, bertemu delegasi Ukraina di Jenewa sepanjang akhir pekan untuk menyelesaikan rincian rancangan perdamaian 28 poin. Mereka menuntaskan serangkaian pembicaraan intensif yang ditujukan untuk mempercepat upaya mengakhiri perang menjelang perayaan Thanksgiving.
Setelah rangkaian diskusi itu, Rubio menyampaikan kepada wartawan bahwa pembicaraan tersebut menghasilkan kemajuan sangat besar dan menjadi salah satu pertemuan paling bernilai sejak proses ini dimulai. Pernyataan yang dirilis Gedung Putih menyebut konsultasi itu produktif dan menghasilkan kerangka perdamaian yang diperbarui dengan tetap menjaga kedaulatan Ukraina.
Rubio menjelaskan bahwa rancangan tersebut disusun oleh AS dan menjadi dasar kuat untuk negosiasi lebih lanjut, termasuk memasukkan berbagai masukan dari Rusia serta sejumlah usulan yang sebelumnya dan terus diberikan oleh Ukraina. Negosiator Ukraina, Rustem Umerov, menilai versi yang tengah diselesaikan di Jenewa sudah mencerminkan sebagian besar prioritas penting Kiev.
2. Rancangan awal memicu kekhawatiran sekutu dan kongres

Versi awal rancangan 28 poin itu menimbulkan kekhawatiran sekutu Eropa dan beberapa anggota Kongres AS karena memuat ketentuan yang mengakui penguasaan de facto Rusia di Krimea, Luhansk, dan Donetsk. Dokumen tersebut juga melarang Ukraina bergabung dengan NATO, membatasi kapasitas militernya, dan hanya menawarkan jaminan keamanan yang tak jelas, sementara Rusia tak diminta memberikan konsesi besar selain mengalirkan aset negara yang dibekukan, termasuk dana yang disebut berjumlah 100 miliar dolar AS (setara Rp1,6 triliun).
Sejumlah senator Partai Republik mempertanyakan apakah rancangan itu benar-benar berasal dari AS atau disusun oleh pihak lain. Beberapa anggota Kongres Republik yang dekat dengan Trump turut menyampaikan pandangannya terkait rancangan tersebut. Senator, Lindsey Graham, menilai ada beberapa poin yang sangat bermasalah dan menegaskan bahwa setiap kesepakatan harus mengakhiri perang dengan cara yang terhormat tanpa memicu konflik baru.
Senator, Roger Wicker, mengekspresikan keraguan mendalam apakah rancangan itu dapat membawa perdamaian, sementara Senator, Mike Rounds, menjelaskan bahwa dokumen awal tersebut diterima oleh utusan AS, Steve Witkoff, namun bukan berasal dari rancangan resmi Washington.
3. Trump dan Zelenskyy menanggapi tekanan dalam negosiasi damai

Trump menyampaikan kepada wartawan bahwa rancangan yang beredar saat ini bukan merupakan tawaran final darinya dan memperingatkan bahwa jika Zelenskyy tak setuju, maka Ukraina dapat memilih untuk terus bertempur. Ia menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan Ukraina, namun sinyal tekanannya terlihat jelas dalam proses ini.
Zelenskyy menggambarkan tekanan itu sebagai salah satu yang paling berat dan menyebut Ukraina mungkin menghadapi pilihan yang sangat sulit, baik terkait risiko kehilangan martabat maupun potensi kehilangan dukungan penting. Duta Besar Ukraina untuk AS, Olha Stefanishyna, mengatakan bahwa 28 poin yang dibahas itu hanyalah titik awal dan lebih merupakan daftar harapan untuk negosiasi yang konstruktif.
“Ukraina tidak pernah menginginkan perang, dan kami tidak akan pernah menjadi penghalang bagi perdamaian,” kata Zelenskyy, dikutip dari The Hill.
Ia menegaskan bahwa Kiev membutuhkan perdamaian yang dapat diandalkan, jaminan keamanan yang jelas, dan penghormatan penuh terhadap kedaulatan serta kemerdekaan yang didukung jutaan warganya.

















