Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Teken UU yang Larang Revenge Porn dan Deepfake AI  

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif. (The Trump White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif. (The Trump White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani undang-undang "Take It Down Act" pada Senin (19/5/2025). UU ini menjadikan penyebaran revenge porn dan gambar deepfake yang dibuat menggunakan AI sebagai kejahatan federal.

UU tersebut mewajibkan platform media sosial untuk menghapus konten intim tanpa persetujuan dalam waktu 48 jam setelah korban meminta penghapusan. Penandatanganan berlangsung di Gedung Putih dengan dihadiri anggota kabinet dan anggota parlemen.

1. Pelaku terancam hukuman penjara hingga 3 tahun

Take It Down Act melarang publikasi gambar intim seseorang tanpa persetujuan, termasuk gambar deepfake yang dibuat menggunakan AI. Pelanggar undang-undang ini dapat dijatuhi hukuman hingga 3 tahun penjara.

Selain menghapus konten asli, platform juga harus mengambil langkah untuk menghapus konten duplikat. Federal Trade Commission diberi kewenangan untuk menegakkan peraturan ini.

"Saat ini banyak orang membuat gambar palsu menggunakan AI. Akibatnya, banyak wanita dilecehkan dengan gambar palsu atau foto pribadi yang disebarkan tanpa izin mereka. Hal ini sungguh salah dan sangat merugikan korban. Mulai hari ini, tindakan tersebut sepenuhnya ilegal di AS," ucap Trump, dilansir Al Jazeera. 

2. Undang-undang didorong oleh Melania Trump

Ibu Negara AS Melania Trump menjadi pendorong utama pengesahan undang-undang ini sejak kembalinya Trump ke Gedung Putih. UU ini merupakan kelanjutan dari kampanye "Be Best" Melania yang berfokus pada kesejahteraan anak, penggunaan media sosial, dan penyalahgunaan opioid, dilansir ABC News.

Undang-undang tersebut mendapat dukungan bipartisan yang kuat di Kongres. Dilansir Politico, RUU ini lolos di DPR AS dengan perbandingan suara 409-2 pada April lalu, setelah sebelumnya disetujui secara bulat oleh Senat pada Februari.

"Undang-undang ini merupakan langkah maju yang kuat dalam upaya kita memastikan setiap warga Amerika, terutama anak muda, dapat merasa lebih terlindungi dari penyalahgunaan gambar atau identitas mereka," ujar Melania Trump, dilansir BBC. 

Trump bahkan meminta Melania untuk ikut menandatangani UU tersebut secara simbolis. Undang-undang ini disponsori oleh Senator Republik Ted Cruz dan Anggota Kongres Maria Elvira Salazar. Take It Down Act menjadi UU keenam yang ditandatangani Trump dalam masa jabatan keduanya.

3. Dukungan dan kritik terhadap UU

UU ini mendapat dukungan dari perusahaan teknologi besar seperti Meta, TikTok, dan Google. Paris Hilton, pengusaha dan DJ, juga mendukung undang-undang ini sebagai langkah penting untuk mengakhiri penyebaran gambar tanpa persetujuan.

Meskipun mendapat dukungan luas, undang-undang ini juga menuai kritik dari kelompok hak digital. Electronic Frontier Foundation pada Februari lalu menyatakan bahwa ketentuan penghapusan konten dalam UU ini berisiko mengancam kebebasan berekspresi, privasi pengguna, dan proses hukum.

"Konten yang sah termasuk satir, jurnalisme, dan pidato politik dapat disensor secara keliru. Kerangka waktu yang ketat mengharuskan aplikasi dan situs web menghapus konten dalam 48 jam, sehingga penyedia layanan online terutama yang lebih kecil tidak akan dapat memverifikasi klaim dengan baik," kata kelompok tersebut.

Internet Society, yang mengadvokasi privasi digital di internet, mengatakan UU ini menimbulkan risiko terhadap hak privasi pengguna dan keamanan siber dengan melemahkan enkripsi. Namun, para pendukung menilai UU ini sangat diperlukan di tengah era teknologi AI yang sedang berkembang pesat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us