UEA Gagalkan Penyelundupan Amunisi ke Tentara Sudan

- Pemerintah UEA menggagalkan penyelundupan jutaan butir amunisi ke Sudan, dalam upaya mencegah konflik berkepanjangan dan krisis kemanusiaan di negara tersebut.
- Penyelundupan senjata ilegal menjadi ancaman serius terhadap keamanan nasional UEA, dengan adanya dugaan keterlibatan petinggi militer Sudan.
- Kasus ini menyoroti kesulitan mengontrol perdagangan senjata ilegal di wilayah konflik, memperkuat kecurigaan terhadap motif finansial untuk menjaga konflik tetap hidup.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) berhasil menggagalkan upaya penyelundupan jutaan butir amunisi ke angkatan bersenjata Sudan. Aksi ini terjadi di tengah konflik berkepanjangan di Sudan yang telah memicu krisis kemanusiaan besar-besaran. Pengungkapan kasus ini diumumkan secara resmi pada Rabu (30/4/2025) melalui media pemerintah.
Aparat keamanan UEA menemukan amunisi ilegal saat memeriksa pesawat pribadi di salah satu bandara. Temuan tersebut memicu operasi penegakan hukum yang berujung pada penangkapan sejumlah tersangka. Pihak berwenang menegaskan bahwa penyelundupan ini menjadi pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
UEA menyatakan komitmennya dalam mencegah wilayahnya dimanfaatkan sebagai jalur distribusi senjata ke zona konflik. Insiden ini juga memperburuk hubungan diplomatik dengan Sudan, yang sebelumnya menuduh UEA mendukung kelompok paramiliter.
1. Penemuan amunisi di bandara
Dalam inspeksi rutin di bandara, aparat UEA menemukan lima juta peluru jenis 7.62 x 54 mm Goryunov tersembunyi di pesawat pribadi. Amunisi ini diduga akan dikirim ke militer Sudan tanpa izin resmi, melanggar regulasi internasional tentang perdagangan senjata.
“Kami menangkap beberapa orang yang terlibat dalam penyelundupan dan perdagangan senjata ilegal. Mereka bertindak sebagai perantara tanpa otorisasi.” ujar Hamad Saif Al-Shamsi, selaku Jaksa Agung UEA. Ia juga mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan petinggi militer Sudan, termasuk eks kepala intelijen Salah Gosh.
UEA menilai kasus ini sebagai ancaman terhadap keamanan nasional. Otoritas kini terus menyelidiki jaringan yang diduga lebih luas untuk menutup celah perdagangan gelap tersebut.
2. Konteks konflik Sudan dan tuduhan ke UEA
Perang antara angkatan bersenjata Sudan (SAF) dan Rapid Support Forces (RSF) telah menewaskan puluhan ribu jiwa dan menyebabkan 12 juta orang mengungsi sejak April 2023. Perselisihan antara Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan (SAF) dan Mohamed Hamdan Dagalo (RSF) memicu konflik berkepanjangan.
Pemerintah Sudan menggugat UEA ke Mahkamah Internasional (ICJ), menuduh mereka memasok senjata ke RSF. Namun UEA membantah tuduhan tersebut.
“Kami tidak mendukung pihak mana pun. Fokus kami adalah stabilitas regional dan bantuan kemanusiaan,” ujar Reem Ketait, Asisten Deputi Menteri Urusan Politik UEA, dilansir dari US News.
Meski begitu, laporan PBB yang bocor menyebut adanya pola penerbangan dari UEA ke Chad, yang diduga digunakan untuk menyuplai senjata ke RSF. Hal ini memperkuat kecurigaan, meski UEA bersikeras bahwa tindakan mereka mencerminkan kepatuhan terhadap hukum internasional.
3. Implikasi terhadap keamanan regional
Kasus ini menyoroti sulitnya mengontrol perdagangan senjata ilegal di kawasan konflik. Menurut Jaksa Agung Al-Shamsi, penyelidikan menunjukkan kelompok penyelundup mendapat keuntungan dari berlarutnya perang di Sudan.
“Ada motif finansial kuat untuk menjaga konflik tetap hidup,” kata Al-Shamsi, dikutip dari Arab News.
Otoritas menemukan keterlibatan perusahaan milik pengusaha Sudan-Ukraina yang berbasis di UEA, yang memasok senjata, granat, dan drone ke tentara Sudan. Dana transaksi menggunakan sistem “hawaladar,” sehingga sulit dilacak.
UEA kini memperketat pengawasan terhadap perusahaan impor. Sementara itu, perhatian internasional tertuju pada langkah UEA ini, meskipun ketegangan dengan Sudan dapat menghambat upaya diplomasi dan perdamaian di kawasan.