Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Upayakan Gencatan Senjata, Mesir Coba Menengahi Hamas-Israel di Gaza

Ilustrasi bendera Mesir. (pixabay.com/jorono)
Ilustrasi bendera Mesir. (pixabay.com/jorono)

Jakarta, IDN Times - Mesir tidak hanya sedang berupaya menjadi mediator gencatan senjata di Gaza, namun juga menjadi tempat untuk berdiskusi para pemimpin dari Hamas dan Israel untuk mencapai kesepakatan.

Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh tiba di Kairo pada Rabu (20/12/2023), untuk bertemu dengan kepala mata-mata Mesir dan pejabat lainnya, yang saat ini bertindak sebagai mediator utama. 

Lawatan Haniyeh tersebut merupakan yang pertama kalinya dalam lebih dari sebulan. Dia terakhir kali melakukan perjalanan ke Mesir adalah pada awal November, sebelum pengumuman satu-satunya gencatan senjata dalam perang Gaza yang berakhir pada 1 Desember.

Menurut sumber Hamas, kunjungan Haniyeh tersebut guna membahas penghentian agresi Israel di Gaza dan gencatan senjata permanen.

"Pembicaraan di Kairo juga akan mencakup kemungkinan kesepakatan untuk pembebasan tahanan Palestina," kata sumber tersebut, dikutip dari Al Jazeera.

1. Hamas menuntut gencatan senjata permanen

Kunjungan Haniyeh terjadi setelah pemerintah Israel memberi isyarat bahwa pihaknya terbuka untuk menyetujui gencatan senjata lainnya. Di Israel, tekanan semakin meningkat untuk memulangkan 129 tawanan yang masih ditahan Hamas.

Sementara itu, pihak Hamas bersikukuh tidak akan melepaskan tawanan lagi sampai pemboman Israel berakhir. Hal tersebut, sama dengan apa yang Haniyeh sampaikan saat berbicara dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian pada Selasa.

Pihaknya juga mengatakan bahwa Hamas siap untuk membuat kesepakatan lain, tetapi hanya jika Israel terlebih dahulu menghentikan serangannya.

Pejabat Hamas Ghazi Hamad mengatakan, setelah perang usai, Hamas siap untuk merundingkan kompromi yang signifikan mengenai pertukaran tahanan. 

"Visi kami sangat jelas, kami ingin menghentikan agresi. Apa yang terjadi di lapangan adalah bencana besar," ungkapnya, seraya menambahkan bahwa jeda singkat dalam konflik tidak akan menguntungkan Hamas atau Palestina.

Hamad juga mengatakan bahwa Israel akan mengambil alih peran para sandera dan setelah itu mereka akan memulai babak baru pembunuhan massal dan pembantaian terhadap rakyat Palestina, dan Hamas tidak akan memainkan permainan tersebut.

2. Israel menginginkan kemenangan penuh atas Hamas

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri). (twitter.com/netanyahu)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berbicara kepada keluarga para tawanan pada 19 Desember dan mengatakan bahwa upaya diplomatik intensif sedang dilakukan untuk memulangkan kerabat mereka. 

Itu termasuk pertemuan pada Senin di Warsawa antara kepala intelijen Israel, perdana menteri Qatar, dan kepala CIA Amerika Serikat (AS), yang membahas kemungkinan syarat gencatan senjata.

Sementara itu, media Israel melaporkan bahwa Tel Aviv sedang mengupayakan kesepakatan kemanusiaan guna menjamin pembebasan tawanan perempuan dan lansia oleh Hamas. Serta, siapa pun yang sakit fisik dan mental, yang diperkirakan kelompok tersebut berjumlah 30-40 tawanan.

Di sisi lain, baik tuntutan dari Hamas maupun Israel menemui hambatan besar dalam kesepakatan baru. Hal ini karena kelompok garis keras di pemerintahan Israel dan para pejabat militernya berencana melakukan pertempuran selama berbulan-bulan lagi. 

Netanyahu yang berada dalam tekanan politik di dalam negeri, telah berjanji untuk melanjutkan serangan militer Israel sampai mencapai kemenangan penuh atas Hamas, semua sandera dibebaskan dan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.

"Siapa pun yang mengira kami akan berhenti, berarti mereka tidak memahami kenyataan. Semua teroris Hamas, dari awal hingga akhir adalah orang mati yang berjalan," kata Netanyahu, dikutip dari The Straits Times.

3. Meluasnya kelaparan dan pengungsian di Palestina

Ilustrasi bendera Palestina. (unsplash.com/Ömer Yıldız)

Kelompok-kelompok bantuan internasional mengatakan, 2,3 juta penduduk Gaza berada di ambang bencana akibat kehancuran besar-besaran dari bombardir Israel di wilayah kantong tersebut. 

Perang tersebut juga memaksa 90 persen dari warga Gaza meninggalkan rumah mereka. Tidak hanya itu, banyak warga Gaza yang kekurangan gizi, sangat kekurangan air, dan perawatan medis.

Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan kondisi harus membaik guna memungkinkan operasi kemanusiaan skala besar di Gaza, di tengah meluasnya kelaparan dan pengungsian.

Lebih dari 10 minggu Israel melancarkan kampanye militernya di Jalur Gaza dengan tujuan memusnahkan Hamas. Ini dianggap Tel Aviv sebagai balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang diklaim oleh Israel telah menewaskan 1.140 orang dan menyandera sekitar 240 orang.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, bahwa hampir 20 ribu warga Palestina yang terbunuh dalam serangan Israel di Gaza dan beberapa ribu lainnya diyakini terjebak di bawah reruntuhan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us