Waspadai China, Australia Bakal Genjot Produksi Rudal Jarak Jauh

- Australia akan meningkatkan kemampuan pertahanan rudalnya di tengah kekhawatiran uji coba ICBM China di Pasifik Selatan.
- Canberra akan menghabiskan 74 miliar dollar Australia untuk akuisisi rudal dan pertahanan rudal selama dekade berikutnya.
- Australia juga akan mengembangkan armada permukaannya dengan cepat dan mengerahkan kapal selam bertenaga nuklir dalam perjanjian tripartit dengan AS dan Inggris.
Jakarta, IDN Times - Australia akan meningkatkan kemampuan pertahanan rudalnya di tengah kekhawatiran besar mengenai uji coba Rudal Balistik Antarbenua (ICBM) China di Pasifik Selatan, yang pertama dalam empat dekade terakhir. Negara itu menyebut kawasan Indo-Pasifik memasuki zaman rudal yang baru.
Menteri Industri Pertahanan, Pat Conroy, mengatakan bahwa Australia akan bekerja sama dengan mitra keamanan AS, Jepang, dan Korsel untuk berkontribusi pada stabilitas regional. Dia menyebut Canberra akan membangun industri dalam negeri untuk memproduksi peluru kendali jarak jauh dan amunisi lain yang sangat dibutuhkan.
"Kami menyatakan kekhawatiran yang signifikan mengenai uji coba rudal balistik tersebut, terutama masuknya rudal tersebut ke Pasifik Selatan mengingat Perjanjian Rarotonga yang menyatakan Pasifik harus menjadi zona bebas senjata nuklir," ungkap Conroy pada Rabu (30/10/2024), dikutip dari Reuters.
1. Canberra gandeng AS dan Prancis untuk produksi senjata di dalam negeri
Canberra mengatakan akan menghabiskan 74 miliar dollar Australia (sekitar Rp762 triliun) untuk akuisisi rudal dan pertahanan rudal selama dekade berikutnya, termasuk di antaranya 21 miliar dollar Australia (setara Rp216 triliun) untuk mendanai Australian Guided Weapons and Explosive Ordnance Enterprise (GWEO), perusahaan manufaktur senjata dalam negeri.
Australia juga akan menghabiskan 316 juta dollar Australia (setara Rp3,2 triliun) untuk produksi lokal Sistem Peluncuran Berganda Terpandu (GMLRS), melalui kemitraan dengan raksasa senjata AS, Lockheed Martin. Pabrik tersebut akan mampu memproduksi 4 ribu GMLRS per tahun, atau seperempat dari produksi global saat ini.
Selain itu, Negeri Kangutu itu juga telah mengontrak pembuat senjata asal Prancis, Thales, untuk memproduksi peluru artileri M795 di dalam negeri, yang biasa digunakan dalam baterai howitzer.
2. Australia meningkatkan belanja pertahanannya secara signifikan

Uji coba rudal China pada September lalu menempuh jarak lebih dari 11.000 km dan mendarat di Samudra Pasifik, yang berada di timur laut Australia. Conroy mengatakan bahwa Indo-Pasifik berada di titik puncak era rudal baru, di mana senjata tersebut juga merupakan alat pemaksaan.
Kekhawatiran mengenai belanja pertahanan besar-besaran Beijing dan invasi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan banyak sekutu AS menyuarakan kekhawatiran mengenai kurangnya kemampuan manufaktur amunisi. Australia merupakan salah satu negara di Asia-Pasifik yang meningkatkan belanja pertahanannya secara signifikan.
"Kita semua berharap tidak perlu membeli senjata dan amunisi baru. Namun, di dunia yang ditandai dengan krisis dan kekacauan, militer yang dilengkapi dengan baik merupakan bagian penting dari pertahanan nasional" kata Conroy, dilaporkan oleh AFP.
Selain mengembangkan armada permukaannya dengan cepat, Negeri Kanguru itu berencana untuk mengerahkan kapal selam bertenaga nuklir yang tersembunyi dalam perjanjian tripartit dengan Washington dan Inggris yang dikenal sebagai AUKUS.
3. Rudal AS yang dibeli Australia bakal tingkatkan kemampuan serangan jarak jauh

Pidato Conroy disampaikan setelah Canberra mengumumkan niatnya untuk membeli rudal AS senilai 7 miliar dollar Australia (setara Rp72 triliun), yang termasuk Standard Missile Block IIIC dan Standard Missile-6. Conroy menggambarkannya sebagai senjata pertahanan udara dan rudal paling canggih di dunia.
Menurut rencana GWEO 2024, kemampuan serangan jarak jauh yang baru akan meningkatkan jangkauan angkatan laut Australia dari 200 km menjadi 2.500 km, dilansir Bloomberg.
"Kita harus menunjukkan kepada musuh-musuh potensial bahwa tindakan permusuhan terhadap Australia tidak akan berhasil dan tidak dapat dipertahankan jika konflik berlarut-larut," bunyi pernyataan Conroy dalam pidatonya.
Selain itu, Angkatan Laut Australia juga akan memiliki rudal Tomahawk, dengan jangkauan 2.500 km, pada akhir tahun ini sehingga meningkatkan jangkauan senjata armada tersebut 10 kali lipat.