Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Eks Anggota TGPF Sentil Fadli Zon soal Laporan Pemerkosaan Massal 1998

Tangkapan layar YouTube IDN Times
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon ketika berbincang di program 'Real Talk' with Uni Lubis by IDN Times. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)
Intinya sih...
  • 27 tahun laporan TGPF mangkrak dan tidak ditindaklanjuti pemerintah
  • Fadli Zon: Laporan TGPF cuma sebut angka tanpa data pendukung
  • Polemik awal Fadli Zon sebut tidak ada pemerkosaan massal pada 1998

Jakarta, IDN Times - Mantan Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana mengkritisi pernyataan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon yang tidak percaya dengan laporan adanya pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998.

Menurut Nursyahbani, seharusnya Fadli Zon sebagai pihak pemerintah yang punya otoritas menindaklanjuti laporan soal kasus tersebut. Bukan justru mempertanyakan keabsahan data yang ada.

"Kita sebagai warga justru menanyakan ketika pak menteri sekarang merupakan otoritas resmi yang punya kekuasaan justru harus menindaklanjuti laporan-laporan yang sudah dilakukan oleh berbagai lembaga dari PBB, lembaga HAM Indonesia, LSM lainnya, dan tim relawan untuk kemanusiaan. Yang itu juga menjadi dasar dari investigasi yang waktu itu dilakukan oleh TGPF," kata dia dalam jumpa pers yang digelar Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia secara daring, Selasa (17/6/2025).

"Jadi dalam konteks itu, ya nggak bisa (Fadli Zon) hanya mengatakan 'oh tidak ada bukti'. Lha bukannya pemerintah yang harus menindaklanjuti, karena saya enggak punya kekuasaan apapun untuk melakukan investigasi secara hukum," sambung Nursyahbani.

1. 27 tahun laporan TGPF mangkrak dan tidak ditindaklanjuti pemerintah

Kendaraan lapis baja berpatroli di sekitar Jalan Sabang, Jakarta, Kamis (14/5/1998). (ANTARA FOTO/Saptono)
Kendaraan lapis baja berpatroli di sekitar Jalan Sabang, Jakarta, Kamis (14/5/1998). (ANTARA FOTO/Saptono)

Nursyahbani juga mengkritisi pemerintah Indonesia yang selama 27 tahun tidak menindaklanjuti laporan TGPF kerusuhan Mei 1998. Ia yakin, Indonesia sejak awal tidak memiliki keinginan mengusut pelanggaran HAM 1998 secara transparan.

"Jadi setelah sekarang, setelah 27 tahun tidak ada tindak lanjut dari TGPF, Saya kira kita sudah bisa mengambil keputusan bahwa pemerintah Indonesia atau negara Indonesia itu unwilling and unwanted untuk menindaklanjuti kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi pada tahun 98 itu, khususnya yang terkait dengan pemerkosaan massal," imbuh dia.

2. Fadli Zon: Laporan TGPF cuma sebut angka tanpa data pendukung

Sejumlah mahasiswa menari dan bergembira di halaman gedung MPR/DPR RI usai pengumuman pengunduran diri Presiden Soeharto di Jakarta, Kamis (21/5/1998). (ANTARA FOTO/Oscar Motuloh)
Sejumlah mahasiswa menari dan bergembira di halaman gedung MPR/DPR RI usai pengumuman pengunduran diri Presiden Soeharto di Jakarta, Kamis (21/5/1998). (ANTARA FOTO/Oscar Motuloh)

Sebelumnya, Fadli Zon mengatakan pemerkosaan massal pada kerusuhan 13 sampai 14 Mei 1998 tidak memiliki data pendukung. Pernyataan ini disampaikan merespons kritikan sejumlah pihak atas pernyataannya di IDN Times.

"Fadli Zon: Laporan TGPF Cuma Sebut Angka Tanpa Data Pendukung," ujar Fadli dikutip pada Senin (16/6/2025).

Menurut Fadli, investigasi salah satu majalah pada saat itu juga tak bisa mengungkap fakta kuat soal penyebutan 'massal'. Sehingga, menurutnya perlu hati-hati.

"Di sinilah perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa sendiri," ujarnya.

3. Polemik awal Fadli Zon sebut tidak ada pemerkosaan massal pada 1998

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon. (IDN Times/Amir Faisol)
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon. (IDN Times/Amir Faisol)

Fadli Zon jadi sorotan publik usai menyebut tidak ada pemerkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998. Pernyataan itu berawal dari Fadli Zon ditanya oleh Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, tentang penulisan revisi buku sejarah Indonesia yang isinya minim peran perempuan.

"Kan gini, history, history, sejarah selalu kita mengatakan history itu adalah ada his, ya, not her, salah satu yang menjadi keberatan atau kritik adalah ketika melihat yang 30 halaman konsep penulisan buku sejarah ini sangat minim, misalnya peran perempuan masuk dalam sejarah," ujar Uni Lubis dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).

"Itu kan hoaks yang disebarluaskan seolah-olah kongres perempuan tidak ada," jawab Fadli Zon.

Saat ditanya tentang apakah sudah membaca isi draf revisi buku sejarah Indonesia itu, Fadli Zon mengaku belum membacanya. Dia mengatakan, tidak ingin mengintervensi apa yang sedang dikerjakan oleh sejarawan.

Dia mengaku, keterlibatan perempuan pada sejarah Indonesia sangat penting. Uni Lubis kemudian bertanya tentang peristiwa kekerasan yang dialami perempuan pada tahun 1998.

"Termasuk apa yang dialami oleh perempuan dalam peristiwa kerusuhan Mei '98 misalnya. Apakah itu masuk (dalam buku sejarah)?" tanya Uni Lubis.

Fadli Zon mengatakan, apa yang terjadi di peristiwa Mei '98 masih bisa diperdebatkan, termasuk informasi mengenai ada pemerkosaan massal. Menurut dia, selama ini tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei '98.

"Kalau itu menjadi domain kepada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita gak pernah tahu, ada gak fakta keras kalau itu kita bisa berdebat. Nah, ada perkosaan massal. Betul gak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu gak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada gak di dalam buku sejarah itu? Gak pernah ada," ucap Fadli Zon.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us