Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ada Kekuatan Politik di Balik Pelarangan Jalsah Salanah Ahmadiyah?

Akses jalan menuju acara Jalsah Salanah Ahmadiyah ditutup kepolisian di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis malam (5/12/2024).(Dok. YLBHI)

Jakarta, IDN Times - Profesor Ismatu Ropi, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah menyayangkan pelarangan acara tahunan jemaah Ahmadiyah, Jalsah Salanah yang digelar di Desa Manislor, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang digelar 6-8 Desember 2024.

Diketahui, acara yang sedianya akan dihadiri 14 ribu jemaah Ahmadiyah dari berbagai daerah di Indonesia itu dilarang Pemerintah Kabupaten Indramayu, dengan alasan demi mengantisipasi keamanan. 

"Secara normatif tentunya saya sangat menyesalkan ya, tentu ini kan kegiatan di mana orang-orang Ahmadiyah berusaha untuk mengikuti kegiatan seperti spiritual charging yang digelar setiap tahun, tentu ini dapat memperkuat keimanan mereka," ujar Profesor Ismatu kepada IDN Times, Jumat (6/12/2024).

1. Seharusnya menambah jumlah aparat keamanan

Akses jalan menuju acara Jalsah Salanah Ahmadiyah ditutup kepolisian di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis malam (5/12/2024).(Dok. YLBHI)

Menurut Profesor Ismatu, jika memang alasan Pemerintah Kabupaten Kuningan karena untuk mengantisipasi kerusuhan, pemerintah daerah bisa menambah jumlah aparta keamanan di lokasi penyelenggaraan Jalsah Salanah.  

"Maksud saya kalau itu seperti pertandingan sepak bola, tahu akan ada potensi kerusuhan, bisa diantisipasi dengan menambah jumlah aparat kemanan, gitu loh," ujar dia.

Harusnya, kata Profesor Ismatu, pemerintah daerah mendukung acara Jalsah Salanah. Karena acara ini merupakan kegiatan keagamaan yang jelas-jelas sudah dijamin konstitusi, dan harus dilindungi negara.

"Ini kan problemnya ada keluarga besar yang menggelar hajat sendiri, apa akan rusuh? Tidak akan terjadi, dan tidak pernah ada orang Ahmadiyah menggelar acara menjadi rusuh, bertahun-tahun diselenggaran acara di Manislor. Apalagi seperti di Inggris 40 ribu orang hadir," ujar dia, yang sempat mendapat undangan menghadiri acara ini. 

"Ini kan seperti kegiatan spiritual journey kan, harusnya mereka dijaga untuk menjalankan hak mereka untuk menjalankan keyakinan mereka. Jadi selama ini yang problem sebenarnya siapa? Negara harus melindungi hak setiap warga," sambungnya.

2. Ada kepentingan politik mengusik?

Akses jalan menuju acara Jalsah Salanah Ahmadiyah ditutup kepolisian di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis malam (5/12/2024).(Dok. YLBHI)

Profesor Ismatu melihat kondisi keberagaman, termasuk keagamaan, 10 tahun ini tidak ada masalah dan relatif aman. Karena itu, dia menduga ada kekuatan yang berupaya menggerakan kembali wilayah-wilayah sensitif, seperti mengganggu kelompok minoritas.  

"Sepuluh tahun ini kan sekarang sudah sangat nyamana keberagaman, tiba-tiba rezim berubah, ada kelompok yang selama ini tiarap tapi tiba-tiba memaninkan wilayah rentan. Ini yang kita khawatir benar, seperti test case saja. Bisa saja nanti ada kelompok lain yang juga bisa mengalami seperti ini," ujar dia.

Profesor Ismatu pun tidak membantah, ada kepetingan politik di balik persitiwa pelarangan Jalsah Salanah di Kuningan. Kendati, dia tidak menyebut pihak yang terlibat tersebut. 

"Kalau dilihat kasat mata seperti ke arah situ ya (politis), ada sesuatu yang diperjuangkan kembali. Itu yang kita ngeri banget. Kemarin kan alhamdulillah Pilkada sukses, tidak ada polarisasi, isu yang berkaitan dengan agama tidak menjadi domain. Isu ini bisa berkaitan, menjadi water testing," kata dia.

Profesor Ismatu menjelaskan kehidupan demokrasi harus dibangun dengan dua unsur pokok, yakni majority rule dan minority protective. Jika kelompok minoritas tidak dijaga, maka akan rentan terjadi konflik.

"Mereka itu orang-orang yang santun, karena dalam logika kedamaian, mereka bagian dari negara," ujarnya.

3. Semua pihak duduk bersama dan SKB Tiga Menteri perlu ditinjau ulang

Akses jalan menuju acara Jalsah Salanah Ahmadiyah ditutup kepolisian di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis malam (5/12/2024).(Dok. YLBHI)

Profesor Ismatu menduga Pemkab Kuningan salah memahami Surat Keputusan Bersama  Tiga Menteri (SKB Tiga Menteri) Nomor 3 Tahun 2008. Padahal, aturan tersebut dibuat dalam konteks untuk mengantisipasi keamanan yang memang pada 2006 situasi politik dan keagamaan sedang memanas.  

"Memang ada SKB yang memberikan kemungkinan untuk aparat negara membatasi untuk orang-orang Ahmadiyah, tapi surat itu diletakan dalam konteks pada 2006 yang suasana poltik dan polarisasi sangat kuat saat itu, sehingga harus dikeluarkan, dan saat itu orang muslim sedang dalam euforia," kata dia.

Seharusnya, menurut Profesor Ismatu, pemerintah daerah dan aparat keamanan sudah tidak berpikir seperti yang tercantum dalam SKB Tiga Menteri, dan harus dilihat lagi dalam konteks sekarang. Karena itu, dia mendorong agar SKB Tiga Menteri agar ditinjau ulang.

Selain itu, Profesor Ismatu melanjutkan, pemerintah harus duduk bareng melihat kembali masalah Ahmadiyah secar cermat. Karena acara jemaah Ahmadiyah di Desa Manislor sudah berpuluhan tahun hidup damai.

"Saya bisa paham pembatasan harus dilakukan, cuma apakah betul argumen yang dijadikan pembatasan atau larangan memang terjadi? Setahu saya Manislor sudah sedemikian hidup lama bertahun-tahun, 40 tahun dan masyarakat di situ sudah biasa saja, tiba-tiba muncul lagi seperti ini," ujar dia.

"Nah kita khawatir betul ada orang-orang yang 'main' di luar itu, dan banyak sekali kasus konflik terjadi karena ada orang dari luar yang berperan," sambungnya.

Profesor Ismatu juga mengimbau kepada jemaah Ahmadiyah dan semua pihak agar saling menahan diri, agar peristiwa ini tidak semakin buruk dan terjadi hal-hal tidak diinginkan. Semua pihak harus duduk bersama mencari solusi masalah Ahmadiyah. 

"Kita harus melihat cara umat beragama melakukan keyakinan beragamanya dengan kebebasan beragama. Aturan (SKB Tiga Menteri) harus didefinisakan kembali, emang benar orang Ahmadiyah salatnya beda? Sama kan? Zakatnya juga sama kan?" ujarnya.

"Saya bisa pahami pelarangan ini demi keamanan, tapi tetap disesalkan. Ini kan kegiatan tidak merugikan siapa-siapa, gak minta uang negara, kenapa dilarang? Saya merasa simpati seandainya mereka terjadi hal-hal pada kelompok mereka," imbuh Profesor Ismatu.

4. Polisi klaim larangan kegiatan Ahmadiyah untuk jaga kondusivitas

Kapolres Kuningan, AKBP Willy Andrian, mengklaim pelarangan kegiatan Jalsah Salanah yang digelar Jemaah Ahmadiyah guna menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten Kuningan.

Willy menyampaikan kepolisian akan mengambil langkah tegas untuk memastikan tidak ada potensi konflik yang timbul akibat pelaksanaan acara tersebut. Penegasan ini juga sejalan dengan keputusan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang sebelumnya telah melarang kegiatan Jalsah Salanah, demi keamanan dan kondusivitas wilayah.

“Kami berupaya untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan kondusivitas wilayah Kabupaten Kuningan. Dengan ditolaknya kegiatan ini, diharapkan perselisihan tidak pernah terjadi lagi di Manislor,” kata Willy, Jumat (6/12/2024).

Untuk memastikan larangan tersebut dipatuhi, Kapolres Kuningan menyatakan, kepolisian akan melakukan penyisiran di lokasi-lokasi yang rencananya akan digunakan untuk acara Jalsah Salanah. Proses pembongkaran sejumlah venue yang telah dipersiapkan juga akan ditinjau aparat guna memastikan kegiatan tersebut benar-benar tidak dilaksanakan.

“Kami akan sisir dan tinjau proses pembongkaran sejumlah venue yang akan dipergunakan pada Jalsah Salanah. Ini adalah langkah preventif agar tidak ada potensi gesekan atau konflik di masyarakat,” kata Willy.

Kepolisian, kata Willy, juga telah menyiagakan personel untuk memantau situasi di Desa Manislor. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi adanya kegiatan tersembunyi yang mungkin tetap dilakukan pihak tertentu. Selain itu, aparat kepolisian juga berkomitmen untuk menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, guna menjaga stabilitas keamanan di wilayah tersebut.

5. Larangan Jalsah Salanah diklaim keputusan bersama Forkompida Kabupaten Kuningan

Sementara, Penjabat Bupati Kuningan, Agus Toyib, mengatakan larangan tersebut merupakan keputusan bersama forum komunikasi pimpinan daerah (Forkompida), tokoh agama, dan masyarakat. Menurut Agus, keputusan ini tidak hanya mempertimbangkan faktor internal desa, tetapi juga potensi konflik yang bisa meluas.

“Setelah melakukan rapat koordinasi dan dengar pendapat bersama Forkopimda, perwakilan organisasi keagamaan, dan tokoh masyarakat, kami memutuskan bahwa demi keamanan dan kondusivitas wilayah Kabupaten Kuningan, Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mengizinkan dan melarang kegiatan Jalsah Salanah yang diselenggarakan oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Desa Manislor, baik untuk peserta lokal maupun dari wilayah luar Kuningan,” kata Agus, Jumat (6/12/2024).

Larangan ini muncul setelah adanya kekhawatiran dari berbagai pihak terkait kemungkinan terjadinya konflik. Desa Manislor, yang dikenal sebagai pusat aktivitas Jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan, pernah menjadi lokasi perselisihan pada 2008 dan 2010. Ketegangan tersebut melibatkan bentrokan antara warga Ahmadiyah dengan kelompok lain yang menolak keberadaan mereka.

Sejumlah organisasi keagamaan dan tokoh masyarakat menyampaikan penolakan terhadap rencana pertemuan tahunan Jalsah Salanah. Mereka menilai, kegiatan tersebut berpotensi memicu konflik sosial di wilayah yang masih sensitif terhadap isu keagamaan.

Pemerintah daerah menegaskan keputusan ini semata-mata bertujuan untuk menjaga keamanan dan menghindari potensi benturan antarwarga. Agus menjelaskan pemerintah tidak ingin kejadian-kejadian serupa di masa lalu terulang kembali.

“Kami belajar dari pengalaman. Keamanan masyarakat adalah prioritas utama kami, dan ini menjadi dasar utama pengambilan keputusan ini,” tegasnya.

Keputusan ini menuai tanggapan beragam dari berbagai pihak. Sebagian masyarakat mendukung langkah Pemerintah Kabupaten Kuningan karena dianggap mampu mencegah konflik yang tidak diinginkan. Dukungan ini terutama datang dari kelompok-kelompok yang sebelumnya menolak keberadaan Jemaah Ahmadiyah di wilayah tersebut.

Namun, di sisi lain, terdapat pihak-pihak yang mempertanyakan dasar hukum pelarangan tersebut. Beberapa aktivis hak asasi manusia menyuarakan kekhawatiran keputusan ini dapat dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Mereka berpendapat pemerintah seharusnya mencari solusi yang lebih inklusif, seperti membuka dialog antarwarga untuk mengurangi ketegangan.

Pemerintah Kabupaten Kuningan menegaskan komitmennya untuk menjaga kondusivitas wilayah tanpa memihak salah satu kelompok. Agus menyampaikan langkah pelarangan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai masukan, termasuk potensi dampak negatif yang bisa terjadi jika kegiatan tetap dilaksanakan.

“Tidak ada niat untuk mendiskriminasi, tetapi keamanan masyarakat secara keseluruhan menjadi prioritas kami,” jelasnya.

Selain melarang kegiatan Jalsah Salanah, pemerintah juga akan terus memantau situasi di Desa Manislor untuk memastikan tidak ada aktivitas yang dapat memicu konflik. Forkopimda dan aparat keamanan telah dikerahkan untuk menjaga ketertiban selama periode yang direncanakan untuk acara tersebut. Pemerintah daerah diharapkan dapat memainkan peran sebagai mediator yang adil guna mengurangi ketegangan sosial di wilayah tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us