Adu Gagasan Ganjar vs Anies, Siapa Paling Realistis?

Jakarta, IDN Times - Mesin politik tim pemenangan dari masing-masing bakal calon presiden (bacapres) sudah dimulai. Sejumlah bacapres juga kerap menyampaikan gagasannya ketika di ruang publik.
IDN Times mengambil garis besar dari gagasan yang pernah disampaikan oleh bacapres dari PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo terkait gaji guru bisa naik hingga Rp30 juta. Sementara, dari bacpres-bacawapres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), terkait dana desa naik Rp5 miliar.
Dua gagasan itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pakar Badan Penelitan Pusat DPP PDI Perjuangan, Alexander Sonnny Kerap dan Ketua DPP PKB, Ditan Indah Sari dalam program Gen Z memilih episode 29.
Berikut wawancara dan link videonya:
Pak Ganjar pernah menyampaikan gaji guru bisa naik hingga Rp30 juta, PDIP melihatnya apakah bisa hingga Rp30 juta itu?

Jadi, lontaran gagasan itu dilatarbelakangi oleh dua hal, pertama ada keprihatinan dari kami di satu pihak, dan ada mimpi besar yang ingin dicapai oleh kami dan Pak Ganjar. Keprihatinan di satu pihak adalah bahwa cukup banyak guru hari ini, gajinya sangat rendah, jangan sampai di Papua, NTT, di sekitar dekat Jakarta saja, di Jawa, ada yang masih Rp250 ribu sebulan, itu kan memprihatinkan sekali, bagaimana kita membangun Indonesia dengan gaji guru yang sangat rendah seperti itu, mereka adalah guru-guru yang sangat dedikasi, yang tidak peduli dengan kesejahteraannya, tapi meluangkan waktunya untuk mencerdaskan putra-putri Indonesia, tapi itu sangat memprihatinkan. Di pihak lain, ada visi besar kami yang ingin kita usung di 2024-2029 dan ingin kita lanjutkan sampai Indonesia emas sampai 2045, perwujudan keadilan sosial dengan cara mencapai pemerataan dengan dan untuk tumbuh bersama, jadi bukan pendekatan peningkatan ekonomi yang hanya menunggu di ujungnya yang tidak akan pernah sungguh-sungguh tercapai, kita ingin pemerataan ini sejak awal, dimulai dari awal, pemerataan dilakukan kita tumbuh bersama.
Konsekuensinya adalah, prioritas kami adalah pembangunan sumber daya manusia, apa itu? Salah satu yang terpenting di situ adalah pendidikan, karena di situ untuk menghasilkan tenaga-tenaga produktif manusia Indoensia, untuk menghasilkan kebutuhan tenaga kebutuhan Indonesia yang sehat jiwa raganya, karena itu kita memprioritaskan pada pembangunan manusia, maka kita punya 10 dasacita, sebagai kelanjutan dari nawacita Jokowi, kita akan menyodorkan 10 dasacita, pertama pembangunan manusia tadi, salah satunya pendidikan yang mau tidak mau bagaimana menyasar kualitas dan kesejahteraan dari tenaga pendidik, yang terjadi sekarang kan ada namanya sertifikat guru, sertifikat dosen yang mau mengawinkan antara kesejahteraan dan kualitas, tapi dosen dan guru disibukkan oleh urusan teknis administratif untuk mengumpulkan berbagai dokumen, kenapa dua itu gak bisa dipisahkan? Naikkan saja kesejahteraan guru dan dosen tapi juga ada program untuk peningkatan kualitas guru dan dosen.
Maka, Pak Ganjar kemudian berpikir, mungkinkah, ini masih dalam mencari formula, tapi harus dibaca untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen, mungkinkah seorang guru yang baru mulai gajinya Rp10 juta dan syukur-syukur dalam perjalanan kariernya sebulan bisa Rp10 juta. Itu kan sebuah gagasan yang lahir dari mimpi besar untuk kita maju. Indonesia maju kan Indonesia yang sejahtera, merata adil dan makmur, tapi bukan menunggu tetesan di akhir dari pertumbuhan ekonomi
Seumpamanya jadi presiden, apakah di tahun pertama gaji guru Rp30 juta itu bisa terwujud?
Pak Ganjar tidak mengatakan Rp30 juta, Pak Ganjar mengatakan suatu saat, misalnya seseorang menjadi guru, katakan dimulai dari Rp10 juta, katakan peningkatan kariernya bisa Rp10 juta. Itu kan semua harus serius dengan membangun kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Masa gaji guru Rp250 ribu, sangat tidak manusiawi, mari kita perbaiki itu, apkaah Rp10 juta per bulan? Nanti kita akan hitung gimana APBN kita, apakah Rp10 juta, apakah Rp5 juta, mari kita duduk bersama ada komitmen bersama untuk meningkatkan kualitas peningkatan
PKB melihatnya rasional gak?

Dita: Prinsipnya di awal itu sebenarnya bagi kami, aturan penggajian profesi apapun, untuk tahap awal itu ikut aturan dengan upah minimum setempat. Misalnya di DKI Jakarta, Rp4,9 juta, semua orang yang berprofesi di DKI Jakarta, harus mendapatkan itu plus jaminan kesehatan gratis, jaminan kematian, jaminan pensiun, jaminan hari tua, itu harus dapat semua. Bahwa ada penghargaan karena ada peningkatan kompetensi, ada kekhusuan karena meningkatkan kecerdasan dengan gaji yang lebih tinggi, tentu saja baik sekali, apalagi guru merupakan profesi yang membutuhkan kompetensi lebih tinggi.
Bicara soal gaji guru hingga Rp10 juta, saat ini kan presidennya dari PDIP, dan hampir berkuasa 10 tahun, kepala daerah juga mayoritas dari PDIP, upaya apa yang sudah dilakukan?
Sudah ada beberapa perbaikan, tapi kita melihat realitas bahwa, masih ada guru yang masih aduh, entah dia namanya guru honorer atau apa, masa dia gajinya ratusan ribu, itu menurut saya sangat tidak manusiawi, kita menyiapkan tenaga-tenaga untuk Indonesia maju. Mari kita angkanya hitung kembali angkanya, tapi kita harus ada komitmen bersama untuk memperbaiki kesejahteraan guru dan tenaga medis untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang berkualitas Indonesia, mana bisa kita bersaing dengan negara lain, kalau ada jarak sejak di dalam pendidikan.
Apakah gagasan Ganjar soal gaji guru hingga Rp30 juta itu hanya janji manis saja?
Dita: Ya, kami ingin realistis saja, apalagi regulasinya sudah ada, bahwa upah minimum sudah ada, karena upah minimum itu ditandatangani oleh kepala daerah, Pak Ganjar waktu itu menjadi Gubernur Jawa Tengah, Pak Anies Gubernur DKI Jakarta. Berlakukan saja regulasi yang sudah ada, pada seluruh profesi serta jaminannya, itu lebih realistis, baru kemudian jika kita melihat ada peningkatan kompetensi, ada kebutuhan apresiasi lebih, mungkin karena mereka dinas di Papua, di NTT, ada apresiasi ada tunjangan tambahan, wajib. Tapi, yang realistis saja dulu pergunakan regulasi yang ada, untuk memberikan standar.
Anies-Cak Imin menggagas dana desa Rp5 miliar, gimana?
Kita menghadapi masalah ketahanan pangan, sementara masyarakat di desa itu sekitar 135-137 juta bermukim di desa, itu besar. Di desa, atau di antar desa, ktia melihat harusnya bisa menjadi lumbung pangan, lumbung protein, perkebunan, kehutanan yang bisa membantu kita mengatasi ketahanan pangan, kalau kita fokus di desa, fokus pada sektor yang dibutuhkan masyarakat. Itu yang pertama.
Kedua, desa itu relatif pada umumnya sifatnya komunal, orang saling mengenal satu sama lain, keputusan penggunaan dana desa itu diputuskan secara musyawarah desa, yang diikuti oleh perangkat desa diwakili oleh perwakilan warga. Artinya, transparansi itu bisa lebih terjaga, dana dari Kementerian Keuangan itu tidak mampir di provinsi, di bupati, tidak mampir di mana-mana, bisa langsung jatuh ke sana (desa), artinya potensi penyelewengan itu bisa lebih kecil. Karena selain langsung juga warga desa bisa langsung mengawasi karena lokasinya kecil.
Ketiga, di desa, SDM itu kaum muda di desa itu jumlahnya besar, cuma memang mereka tidak terfasilitasi, karena peluang kerja sedikit, pertanian tidak menjanjikan, pergilah mereka ke kota, ke luar negeri, kita kehilangan sumber daya produktif. Maka, kalau ini tidak dicegah, diberi pelatihan lah di situ, diberikan UMKM, ada perusahaan sekitar situ, korporasi harus terlibat, kalau pun mereka ada keterbatasan serapan tenaga kerja atau keterbatasan kompetensi, mereka bisa jadi supply chain dari kebutuhan perusahaan. Jadi, perusahaan butuh apa, yang bisa dioutsource ke masyarakat desa, dia outsource, biar warga yang mengerjakan order dari perusahaan untuk barang-barang yang dibutuhkan
Soal dana desa Rp5 miliar, apaah itu mungkin? Ya mungkin, wong ketika 2014 Undang-Undang Desa disahkan, itu anggaran desa itu sekitar Rp250 juta per desa, itu sekarang sudah Rp1,1 miliar, tahun ini jadi Rp1,3 miliar, DPR sudah setuju menjadi Rp2 miliar. Artinya, dalam waktu dalam waktu kurun 2 tahun, terjadi peningkatan cukup signifikan. Rp5 miliar juga bertahap, itu bukan flat, kalau kategori desanya sudah masuk kategori desa mandiri yang jumlahnya sudah besar, desa mandiri itu sekitar 11.400 desa, ya mereka alokasi anggarannya lebih kecil. Kalau desanya masih berkembang atau miskin, tentu lebih besar, juga populasinya. Kalau populasinya lebih kecil gak perlu dikasih dana full.
Berarti nanti kalau AMIN jadi presiden, gak langsung Rp5 miliar?
Dita: Bertahap, karena dana desa juga kan di 2014 juga Rp250 juta, kemudian ditingkatkan Pak Jokowi dan signifikan lho, desa mandiri di 2023 itu 11.400, itu naik dari 6.200-an. Desa berkembang itu menjadi 33.800, naik sekitar 11 ribu desa. Alokasi dana desa dari Rp68 triliun menjadi Rp70 triliun, artinya status desa naik terus dengan dana desa, begitu dana desa naik, ada implikasi kenaikan status desa.
Kalau dikhawatirkan ada korupsi, orang itu diputuskan oleh musyawarah desa, warga sekitar lebih mampu mengontrol. MEmang pasti ada penyelewengan, pasti ada. Tapi kalau angka nilai problem keuangan desa hanya 0,25 persen dari 75 ribu desa, ada 150 desa yang bermasalah. Bahwa itu tetap salah itu harus dihukum, iya, tapi coba dikomparasikan dengan 75 ribunya.