Amnesty: TNI Harusnya Lindungi Rakyat Bukan Terlibat Tindak Kekerasan

- Direktur AII mendesak Mabes TNI ungkap tuntas penyerbuan prajurit ke pemukiman sipil di Deliserdang, 1 lansia tewas dan 8 warga luka.
- Usman menegaskan aparat TNI seharusnya melindungi rakyat, bukan terlibat kekerasan. Pimpinan komando juga harus diperiksa.
- AII mendorong agar seluruh pihak yang terlibat diadili di pengadilan sipil, Komnas HAM dan LPSK turun tangan untuk penyelidikan terpisah.
Jakarta, IDN Times - Direktur eksekutif Amnesty Internasional Indonesia (AII), Usman Hamid mendesak Mabes TNI segera mengungkap secara tuntas dan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam aksi penyerbuan prajurit TNI Angkatan Darat ke Desa Cinta Adil, Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara pada 9 November 2024 lalu.
Akibat penyerbuan yang melibatkan puluhan prajurit TNI AD itu, satu lansia tewas. Sementara, delapan warga sipil lainnya mengalami luka-luka.
Usman menegaskan aparat TNI seharusnya bertugas melindungi rakyat. "Bukannya malah terlibat dalam tindak kekerasan terhadap warga sipil. Apalagi yang berujung pembunuhan seperti terjadi di Desa Cinta Adil pada akhir pekan lalu," ujar Usman dalam keterangan tertulis pada Senin (11/11/2024).
Ia mengatakan penanganan kasus tersebut tidak cukup hanya dengan menghukum prajurit di lapangan. Pimpinan di tingkat komando juga harus diperiksa.
"Hal ini untuk memastikan apakah ada keterlibatan langsung atau membiarkan anak buah mereka melakukan insiden tersebut. Ini penting agar penanganan berjalan adil dan tuntas," tutur dia.
1. Kasus pembunuhan warga di Deliserdang harus disidang di pengadilan sipil

Lebih lanjut, kata Usman, pihaknya mendesak agar seluruh pihak yang terlibat aksi penyerbuan dan pembunuhan diadili di pengadilan sipil. Hal ini untuk memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka.
"Proses hukum yang terbuka dan adil akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan," kata Usman.
Ia mengaku khawatir tanpa ada tindakan tegas, peristiwa semacam itu akan terus berulang. Impunitas terhadap personel TNI bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik.
"Ini bisa berdampak kepercayaan publik terhadap institusi negara semakin lemah," tutur dia.
2. Komnas HAM dan LPSK harus ikut turun beri perlindungan

AII juga mendorong agar Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk turun tangan melakukan penyelidikan terpisah. Hal ini demi mendapatkan perbandingan data di lapangan.
"Mereka juga harus memberikan perlindungan kepada korban, keluarga korban dan saksi untuk mengawal kasus ini. Semua harus diungkap terang benderang demi terciptanya keadilan bagi para korban," kata Usman.
3. Korban tewas alami luka bacok di punggung

Sementara, peristiwa penyerbuan ke pemukiman warga sipil itu dikecam oleh berbagai pihak termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Korban tewas diketahui bernama Raden Barus dan sudah berusia lansia 61 tahun.
"Ia meninggal dunia akibat luka bacok di punggung, retak pada bagian kepala dan luka tusuk pada bagian mata," ujar Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya di dalam keterangan tertulis pada hari ini.
Sementara, delapan korban luka mengalami sejumlah luka seperti lebam akibat pukulan benda tumpul serta dipopor oleh senjata api. Ada pula robek pada bagian kepala dan lengan putus akibat bacokan benda tajam.
"Seluruh korban luka itu kini sedang dirawat di Rumah Sakit Putri Hijau untuk mendapatkan perawatan intensif," katanya.
KontraS menegaskan tindak kekerasan yang dilakukan oleh prajurit TNI tidak dapat dibenarkan dengan dalih apapun. "Peristiwa ini kembali menunjukkan bahwa arogansi dalam tubuh prajurit TNI menjadi masalah yang serius dan harus segera dibenahi," tutur dia.