Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anies: Penyimpangan Demokrasi Direspons lewat MK, Jangan Agitasi

Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, dalam acara kumpul akbar untuk perubahan di JIS pada Sabtu (10/2/2024). (youtube.com/TV POOL METRO TV)

Jakarta, IDN Times - Calon presiden nomor urut satu, Anies Baswedan membantah upaya tim AMIN untuk menggugat hasil pemilu 2024 adalah bentuk penyangkalan karena kalah di pesta demokrasi. Alih-alih menyangkal kekalahan, Anies ingin menunjukkan penyimpangan terhadap demokrasi tidak boleh dibiarkan begitu saja.

"Sejak awal kami sudah merasakan terlalu banyak ketidaknormalan dan penyimpangan. Tetapi, kami memilih untuk mengumpulkan (bukti-bukti) itu secara hati-hati dan melakukan validasi. Kami harus pastikan akurasi karena kami ingin negeri ini dan negara tercinta terus maju dan makin matang dalam berdemokrasi. Kami ingin negara ini makin matang dalam bernegara," ujar Anies ketika berbicara di video yang diunggah di akun YouTube resminya dan dikutip pada Rabu malam (20/3/2024).

Meski begitu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu melihat cara untuk menunjukkan penyimpangan demokrasi tersebut bukan dengan melempar caci-maki di ruang publik. "Langkah yang dilakukan juga bukan dengan marah-marah lalu melakukan agitasi kepada publik. Tapi, langkah yang dilakukan adalah mengumpulkan semua sinyal dan semua bukti untuk kemudian dibawa ke depan hakim, ke depan Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.

"Ini lah ciri pribadi, ciri organisasi dan ciri negara yang modern dan beradab," tutur dia lagi.

Anies pun memastikan proses gugatan hasil pemilu dikerjakan dengan penuh keseriusan. Sebab, pihaknya tidak ingin proses demokrasi kembali dipukul mundur ke era sebelum reformasi 1998.

"Karena itu lah kita menjaga semua proses ini secara baik dan tertib," katanya.

Ia mengatakan tidak ingin penyimpangan demokrasi di pemilu 2024 berlalu begitu saja tanpa ada catatan perlawanan. Anies juga tidak mau peristiwa penyimpangan demokrasi itu menjadi preseden buruk bagi generasi mendatang.

"Cukup berhenti sampai di sini. Jangan ada pembiaran. Bila penyimpangan dan pelanggaran dibiarkan, dia akan menjadi kebiasaan. Bila kebiasaan dibiarkan maka akan menjadi budaya. Kita tidak ingin budaya demokrasi yang penuh dengan ketidaknormalan," katanya lagi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us