Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jurus Kue Dadar Gulung Ala Diplomat Azis Nurwahyudi

IDN Times/Vanny El Rahman

Jakarta, IDN Times- “How I can go there? Bagaimana saya bisa ke sana?” tanya Azis muda saat mendapat kiriman surat dengan perangko berlatar belakang Amerika Serikat. Kala itu, pria dengan nama lengkap Azis Nurwahyudi masih duduk di kelas enam bangku sekolah dasar (SD). Keindahan panorama negeri Paman Sam, dalam kertas tempel berukuran 3x3 centimeter itu, menunjukkan betapa dirinya sangat ingin mengelilingi dunia saat dewasa nanti.

“Kemudian saya bertanya. Nah saya diberi tahu kalau ada profesi yang bisa mengantarkan saya ke luar negeri, namanya diplomat. Akhirnya, sejak itu, satu-satunya cita-cita saya dari dulu hingga sekarang adalah menjadi diplomat,” kata Azis kepada IDN Times, di kantornya yang barada di ruas Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (7/6).

Segala jerih payah Azis terbayar sudah. Tahun 1994, Azis resmi menjadi pegawai di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Sebagai siswa Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) angkatan 20, Azis pertama kali bertugas di Direktorat Protokol dan Konsuler sebelum bertugas di Australia, Belanda, hingga Republik Ceko. 24 tahun berlalu, kini alumni Universitas Gadjah Mada itu menjabat sebagai Direktur Diplomasi Publik.

Ingin mengenal Azis Nurwahyudi lebih jauh? Yuk cari tahu di bawah ini.

1. Terlahir sebagai diplomat

IDN Times/Vanny El Rahman

2. Memperkenalkan kue dadar gulung di Republik Ceko

IDN Times/Vanny El Rahman

Segudang kisah menarik nan lucu tentu dirasakan oleh Azis selama bertugas di luar negeri. Penempatan pertamanya di KBRI Canberra, bertugas di bidang penerangan dan sosial budaya, memberikan pandangan baru dalam karier diplomatya. Seakan tersadar bahwa passion Azis adalah memperkenalkan wajah kebudayaan Indonesia.

Salah satu kisah menarik adalah tatkala dia bertugas di Praha, Republik Ceko.

“Di Praha, ketika kita pergi ke suatu daerah, yang mereka tahu dengan Indonesia hanyalah Soekarno, padahal itu kan sudah lama sekali. Jadi tantangan saya adalah memperkenalkan bahwa Indonesia sudah jauh lebih maju,” terang Azis seakan mengingat masa-masanya saat bertugas di Ceko. Melalui diplomasi film, fashion, dan makanan, Azis terus menampilkan sisi modern yang dimiliki Indonesia.

“Nah, kalau makanan ada cerita lucu. Ternyata, orang Ceko suka dengan kue dadar gulung, saya baru tahu itu. Waktu itu pernah ada tamu 50 orang ke kedutaan, kemudian saya diminta untuk buatkan kue dadar gulung sebanyak 200 buah. Terus saya ditegur oleh Dubes karena kuenya habis, ya saya bilang padahal dibuatnya lebih, eh ternyata mereka menyukai kue itu,” ceritanya.

Usut punya usut, rupanya Ceko memiliki makanan serupa kue dadar gulung bernama Palatschinke. “Tapi menurut mereka kue dadar gulung lebih enak. Jadi mereka seakan melihat bentuk lain dari makanan tradisional mereka. Syukur, sebelum saya bertugas di sana, setiap tahunnya ada 2000 wisatawan asal Indonesia. Setelah bertugas, wisatawan mencapai 10.000 pertahun,” katanya.

Sejak saat itu, kue dadar gulung menjadi menu wajib saat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Republik Ceko menyambut kehadiran pejabat ataupun penduduk setempat.

3. Promotor budaya modern Indonesia di luar negeri

IDN Times/Vanny El Rahman

Tantangan lain turut dihadapi Azis tatkala bertugas di Belanda. Masyarakat Belanda pada umumnya sudah mengenal Indonesia dengan baik. Hanya saja, sisi modern Indonesia belum dirasakan kehadirannya. Azis mencontohkan, meski mereka mengetahui gamelan, tetapi mereka tidak tahu kalau Indonesia juga memiliki musisi jazz.

“Kalau di Belanda beda lagi tantangannya. Mereka sudah akrab dengan Indonesia. Misalnya, mereka menyebut nasi goreng bukan lagi fried rice, tapi nasi goreng. Mereka menyebut sambel bukan chili sauce, tapi sambel. Jadi tantangannya bukan lagi memperkenalkan, tapi menunjukkan sisi modern dari Indonesia,” papar dia.

Diplomasi musik menjadi salah satu instrumen yang dia terapkan. Dia menghadirkan pemain jazz Dwiki Darmawan untuk menampilkan bakat bermusiknya di hadapan publik Belanda. Alih-alih merasa khawatir tidak diterima, talenta Dwiki justru terus dinanti kehadirannya.

“Itu sekitar tahun 2015, awalnya saya buat satu hari, eh mereka protes karena katanya kasihan jauh-jauh membawa musik yang enak hanya satu hari. Saya kan belum tahu waktu itu haha. Nah, tahun depannya saya buat dua hari, mereka protes lagi. Jadi, ternyata betapa sesungguhnya kemajuan Indonesia juga dinanti oleh mereka,” pungkasnya.

Banyak torehan positif yang dicatatkan penggemar klub Liverpool itu. Azis adalah penggagas Duta Muda ASEAN Indonesia. Kemudian, dia turut membuat Tanjung Pinang Race, yaitu lomba balap perahu di sungai Vlatava yang hingga saat ini terus berlangsung, yang tentu perahunya dibawa langsung dari Tanjung Pinang.

Segala gagasannya mampu merekatkan kembali hubungan Indonesia-Republik Ceko. Bahkan dia pernah meraih penghargaan di Praha pada tahun 2010.

Share
Topics
Editorial Team
Sugeng Wahyudi
EditorSugeng Wahyudi
Follow Us