Kasus Pemotongan Salib, Sultan HB X Minta Maaf

Yogyakarta, IDN Times - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa pemotongan nisan salib di pusara Albertus Slamet Sugihardi yang terjadi di Makam Jambon, Purbayan, Kotagede.
"Saya selaku pimpinan wilayah, mohon maaf kepada (istri Slamet Sugihardi) Bu Slamet dan seluruh keluarga, juga kevikepan DIY serta pihak Paroki Gereja Kotagede yang terganggu atas peristiwa itu," kata Sultan HB X saat jumpa pers di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (20/12).
1. "Kemajemukan harusnya menjadi kekuatan bukan kelemahan"

Menurut Gubernur sekaligus Raja Kesultanan Yogyakarta ini, peristiwa pemotongan salib yang terjadi pada Senin (17/12) adalah pelajaran untuk semua pihak.
"Saya tidak mau menyalahkan siapapun. Yang pasti, semua masyarakat perlu memahami adanya perbedaan di sekitar mereka. Kemajemukan harus menjadi sebuah kekuatan, bukan justru kelemahan yang bisa dicabik-cabik," kata Sultan seperti dikutip oleh Antara News.
Tak lupa, Sultan HB X juga menekankan pentingnya menjaga kebersamaan dan toleransi sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis di Yogyakarta.
2. Sultan menduga peristiwa ini terjadi akibat kurangnya pemahaman toleransi

Sultan menilai, insiden tersebut bisa terjadi karena ketidaksengajaan dan kurangnya pemahaman warga mengenai makna toleransi dan keberagaman.
"Masyarakat mungkin menilai apa yang mereka lakukan tidak akan berdampak seperti ini karena mereka hanya bersikap praktis saja setelah ada kesepakatan di warga. Berita tentang ini justru memberikan nuansa kesalahpahaman yang kemudian menyebabkan prasangka," ujarnya.
3. Sempat dianggap "sudah selesai"

Permintaan maaf ini bukan sikap pertama yang diambil Sultan HB X sejak kasus ini mencuat. Sebelumnya, dia sudah memberikan pandangannya kepada media.
Pada Rabu (19/12), Sultan HB X sempat menegaskan bahwa polemik pemotongan nisan salib ini sudah diselesaikan oleh Wali Kota Yogyakarta. Dalam kesempatan tersebut dia juga menepis anggapan kalau Provinsi DI Yogyakarta tidak toleran terhadap kelompok minoritas.
"Konsekuensi dianggap intoleransi karena diviralkan, padahal tidak ada masalah," tuturnya Rabu lalu.
4. Masyarakat Purbayan, Kotagede tetap rukun

Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, hubungan masyarakat Purbayan saat ini tetap dalam kondisi baik dan terjaga.
"Keluarga (Slamet Sugihardi) sudah tinggal di Purbayan sejak 1986. Mereka hidup dan bersosialisasi secara baik dengan warga dan aktif di kegiatan masyarakat. Dan tidak ada yang mempermasalahkannya," kata Haryadi.
5. Kevikepan Yogyakarta batal gelar jumpa pers

Sehubungan dugaan dua bentuk kekerasan yang dialami keluarga Slamet Sugihardi dua tahun sebelum peristiwa pemotongan salib, Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (KKPKC) Kevikepan Yogyakarta tadinya berencana menggelar jumpa pers pada Kamis (20/12) petang. Namun niat tersebut dibatalkan beberapa jam sebelum rencana.
"Dengan pertimbangan kami baru fokus ke pendampingan keluarga korban maka acara press conference nanti malam kami batalkan," seperti diumumkan Ketua Komisi AG Sumaryoto.
Seperti yang diberitakan IDN Times sebelumnya, tim pencari fakta KKPKC yang terjun setelah insiden pemotongan salib menemukan dugaan kekerasan fisik ke keluarga Slamet Sugihardi sebanyak dua kali. Sedianya, temuan dan bukti-bukti kekerasan tersebut akan dibeberkan pada jumpa pers tersebut.