Kasus Suap PN Jakpus, Kejagung Jemput Hakim Djuyamto karena Mangkir

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) menjemput Hakim Djuyamto setelah mangkir dari panggilan klarifikasi sebagai majelis hakim, yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor crude palm oil (CPO) dengan terdakwa korporasi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan pemeriksaan Djuyamto dijadwalkan Miggu (13/4/2025), namun hingga malam ini Djuyamto tidak hadir.
“Sudah kita tunggu sampai malam ini dan berdasarkan informasi, penyidik sedang melakukan penjemputan,” kata Harli di Kejagung.
Selain Djuyamto, Kejagung juga memeriksa Hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom yang saat penanganan kasus CPO itu sebagai anggota majelis hakim.
“Sejak tadi pagi penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi yang merupakan tim dari majelis hakim yang menangani perkara terkait dengan korporasi,” ujar Harli.
Hingga saat ini, status kedua saksi yang sudah diperiksa itu masih menjadi saksi. Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtaro masih menjalani pemeriksaan secara intensif.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perkara yang dimaksud adalah korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, seperti minyak goreng (migor) pada industri kelapa sawit Januari 2022 sampai dengan April 2022.
Keempat tersangka itu yakni eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat M. Arif Nuryanta yang kini Ketua PN Jakarta Selatan, Pengacara Korporasi Marcella Santoso, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan dan AR alias Ariyanto.
Dalam perkara ini, ketiga terdakwa kasus korupsi migor yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Namun, terhadap tuntutan tersebut masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana atau ontslag van alle recht vervolging oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyidik kemudian menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella Santoso, Wahyu Gunawan dan Ariyanto menyuap M. Arif Nuryanta sebesar Rp60.000.000.000 (Rp60 miliar) dalam rangka pengurusan putusan perkara, agar majelis hakim memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging.