Kemendikti Saintek: Makan Bergizi Gratis Banyak Gunakan Produk Impor

- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih mengandalkan produk impor untuk alat penyimpanan dan pengolahan makanan.
- Kebijakan riset dan pengembangan di Indonesia fokus pada peningkatan kualitas publikasi ilmiah dan hilirisasi untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemendikti Saintek, Fauzan Adziman, mengatakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih mengandalkan produk yang berasal dari luar negeri alias impor.
Hal ini mencakup alat-alat yang digunakan untuk mendukung program MBG, seperti alat penyimpanan hingga pengelolahan makanan. Dua hal ini, kata dia, biasanya didatangkan dari luar negeri.
"Karena banyak produk yang dipakai di MBG masih produk-produk impor sehingga yang penting adalah bagaimana kami membangun ekosistem. Jadi ekosistem ini hal yang kita bangun dari riset dan pengembangan," kata dia di Kantor Kemendikti Saintek, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Pihaknya juga memulai identifikasi komponen dari mesin dan alat dapur. Dia ingin alat-alat itu hadir dari inovasi perguruan tinggi, utamanya perguruan tinggi vokasi sehingga lahir kerja sama antara perguruan tinggi vokasi dan UMKM.
Dia mengatakan, ini juga jadi upaya Indonesia membangun hilirisasi agar bisa membangun produk atau industri yang bernilai tinggi.
1. Kebijakan riset dan pengembangan di Indonesia fokus pada dua pilar utama

Dia mengatakan, kebijakan riset dan pengembangan di Indonesia fokus pada dua pilar utama.
Pertama, peningkatan kualitas publikasi ilmiah yang meskipun jumlahnya terus meningkat, tetapi tetap menghadapi tantangan dalam hal kualitas.
Kedua, hilirisasi yang bertujuan untuk mengembangkan produk dan industri bernilai tinggi melalui riset.
2. Mengurangi ketergantungan pada produk impor

Menurut dia, Indonesia lebih bergantung pada industri dagang dan impor produk dari luar negeri. Oleh karena itu, tujuan utama dari hilirisasi riset adalah mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Hal itu dilakukan dengan mengganti produk impor menggunakan produk-produk lokal yang memiliki paten dan dapat dikembangkan oleh universitas.
"Salah satu yang menjadi tujuan dari pengembangan pilar kedua ini adalah mengurangi impor atau mensubstitusi impor dengan produk-produk buatan kita yang paten-patennya. Mudah-mudahan, betul-betul bisa dimanfaatkan dan dikembangkan oleh kampus-kampus," kata dia.
3. Menghubungkan riset dengan industri dan masyarakat

Kemitraan antara dunia riset, industri, dan masyarakat menjadi kunci untuk mengubah riset menjadi produk yang bermanfaat.
Direktorat Kemitraan Riset dan Inovasi, kata dia, bekerja untuk menghubungkan riset dengan industri dan masyarakat.
"Setelah terjalinnya kemitraan, kita ingin ujungnya adalah pengabdian kepada masyarakat. Jadi produk-produk kita bisa menyelesaikan masalah-masalah di masyarakat," ucap dia.