Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Desak Penyebab Kematian Jurnalis Juwita Diusut Transparan

Kelasi I TNI Angkatan Laut (AL) Jumran ketika melakukan 33 reka adegan ketika membunuh jurnalis Juwita di Kalimantan Selatan. (ANTARA FOTO/Tumpal Andani Aritonang)
Kelasi I TNI Angkatan Laut (AL) Jumran ketika melakukan 33 reka adegan ketika membunuh jurnalis Juwita di Kalimantan Selatan. (ANTARA FOTO/Tumpal Andani Aritonang)
Intinya sih...
  • Komnas Perempuan menekankan perlunya penanganan kasus pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap jurnalis secara transparan dan akuntabel.
  • Pentingnya pemenuhan hak korban dan keluarga Juwita dalam proses hukum, termasuk restitusi dan pemulihan, serta kategorisasi kasus kematian Juwita sebagai femisida intim.
  • Komnas Perempuan mendorong peradilan militer untuk menerapkan fair trial, independensi, imparsialitas, dan mempertimbangkan keadilan pada korban serta keluarganya.

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengungkapkan, kasus pembunuhan dan dugaan kekerasan seksual yang dialami jurnalis Juwita (24) asal Banjarbaru, harus ditangani secara transparan dan akuntabel.

Hal ini penting untuk menjelaskan penyebab kematian Juwita yang diduga dibunuh oleh calon suaminya yang juga prajurit TNI AL, Kelasi I Jumran. Dia kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Termasuk ada atau tidaknya keterkaitan kasus pembunuhan dengan berita dan aktivitas yang dilakukannya sebagai jurnalis. Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan hak korban dan keluarganya yaitu hak atas kebenaran," kata Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, Senin (7/4/2025).

1. Pentingnya pemenuhan hak-hak korban dan keluarga Juwita

Rekontruksi pembunuhan Jurnalis Juwita Kalsel. Langsung diperagakan tersangkan Jumran oknum Anggota TNI AL.

Komnas Perempuan juga mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak korban dan keluarga Juwita dalam proses hukum yang tengah berjalan, seperti restitusi dan pemulihan untuk keluarga Juwita. Kasus kematian Juwita sendiri dikategorikan Komnas Perempuan sebagai femisida intim.

"Hal ini harus menjadi perhatian serius dari aparat penegak hukum dan lembaga layanan pemerintah," kata dia.

2. Anggota militer yang langgar pidana diadili di peradilan umum

Karena berprofesi sebagai TNI, Komnas Perempuan mencatat proses hukum pada Jumran yang dilakukan oleh peradilan militer penting menerapkan “fair trial, independensi dan imparsialitas peradilan”. Khususnya dalam mengadili kasus sipil.

"Peradilan militer juga penting mempertimbangkan keadilan kepada korban dan keluarganya, serta memberikan langkah-langkah perlindungan pada keluarga dan saksi-saksi guna pengungkapan kebenaran dan keadilan," kata Maria Ulfah.

Komnas Perempuan mengungkapkan adanya ketentuan hukum yang mengatur pelanggaran pidana anggota militer aktif. Mereka harus diadili di peradilan umum, sesuai Pasal 65 UU TNI No. 34/2004, UU Peradilan Militer No. 31/1997, dan Pasal 3 ayat (5) TAP MPR VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan Polri.

3. Kapasitas aparat dan petugas layanan juga perlu ditingkatkan

Tersangka kelasi I Jumran ketika mempraktikan cara membunuh jurnalis Juwita. (Dokumentasi TNI AL)
Tersangka kelasi I Jumran ketika mempraktikan cara membunuh jurnalis Juwita. (Dokumentasi TNI AL)

Komnas Perempuan mendorong negara membangun mekanisme pencegahan kekerasan dalam relasi personal yang berujung kematian. Penanganan femisida menggunakan pasal pidana penghilangan nyawa, sehingga penting adanya pendataan terpilah berbasis gender, termasuk motif dan modus kekerasan.

Hal ini penting bagi aparat penegak hukum dalam mempertimbangkan pemberatan hukuman sesuai KUHP, UU PKDRT, UU TPPO, dan UU TPKS. Kapasitas aparat dan petugas layanan juga perlu ditingkatkan agar mampu mendeteksi tingkat bahaya pada kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk memahami relasi kuasa, ancaman, kekerasan seksual, serta pola manipulatif yang dilakukan pelaku.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us