Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KontraS Catat 54 Kasus Penyiksaan, Pelaku Didominasi Polisi

Aksi teatrikal KontraS Sumut memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional yang jatuh pada Jumat (26/6). KontraS menyoroti, masih banyak penyiksaan yang diduga dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat, selama Juni 2022 hingga Mei 2023, ada 54 peristiwa penyiksaan yang terjadi di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam Peluncuran Laporan Situasi Praktik Penyiksaan Periode Juni 202-Mei 2023.

"Dalam berbagai kasus tersebut, kami mencatat Kepolisian menjadi aktor dominan pelaku tindak penyiksaan dengan 34 peristiwa. Dilanjutkan dengan Institusi TNI dengan 10 peristiwa, 8 peristiwa dilakukan oleh Sipir, dan 2 peristiwa dilakukan oleh petugas Imigrasi," ujar KontraS dalam keterangan tertulis dilansir Rabu (28/6/2023).

KontraS juga mengungapkan, dari 54 peristiwa tersebut mengakibatkan setidaknya terdapat 68 orang luka-luka dan 18 lainnya tewas.

1. Kultur kekerasan masih dinormalisasi aparat penegak hukum

Ilustrasi Kekerasan. (IDN Times/Sukma Shakti)

Laporan ini diluncurkan berkenaan dengan Hari Dukungan bagi Korban Penyiksaan Sedunia 2023 yang diperingati setiap 26 Juni. Dalam laporan ini, KontraS juga memaparkan terdapat sejumlah faktor dan alasan masih terjadinya peristiwa penyiksaan, serta perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.

Pertama, mulai dari kultur kekerasan dan penyiksaan yang masih terus dinormalisasi aparat penegak hukum, menjadikan penyiksaan sebagai hal yang lumrah dan ditoleransi. Kemudian, tidak adanya penegakan hukum secara berkeadilan yang mengakibatkan banyaknya pelaku dapat melenggang dalam orkestra impunitas.

2. Minimnya pengawasan pada institusi besar

Kedutaan Tiongkok Dijaga Ketat Aparat Kepolisian dengan Kawat Berduri (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Selain itu, minimnya pengawasan terhadap institusi yang memiliki kewenangan dan diskresi yang besar dan regulasi yang sepenuhnya belum memadai bagi korban dalam menagih pertanggungjawaban pelaku.

"Terlebih korban seringkali mendapatkan intimidasi ketika hendak menuntut hak-haknya," tulis KontraS.

3. Tak ada komitmen negara menghapus bentuk penyiksaan

Seorang massa memegang poster kritik di tengah aksi aksi Hari Anti Penyiksaan Internasional , Jumat (26/6). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Laporan ini menyoroti lima hal besar, mulai dari tidak adanya komitmen negara dalam menghapus segala bentuk praktik penyiksaan dalam lingkup internasional. Kemudian, temuan KontraS secara umum terkait dengan situasi penyiksaan pada Juni 2022 hingga Mei 2023.

Ketiga, praktik penghukuman tidak manusiawi: dampak penormalisasian hukuman cambuk.

Selain itu, penyiksaan di tanah Papua yang masih terus berlanjut akibat dari pendekatan keamanan yang terus dilanjutkan dan terakhir adalah, pembahasan mengenai dorongan pemajuan instrumen hukum anti penyiksaan di Indonesia seperti contohnya koreksi terhadap KUHP baru.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us