Kritik Seleksi Capim KPK: Dirusak Kebijakan Presiden

- Dosen Universitas Andalas menuduh Presiden Jokowi merusak KPK melalui undang-undang bermasalah dan penempatan individu yang dipertanyakan integritasnya di KPK.
- Feri Amsari menyatakan bahwa proses seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK periode 2024-2029 tidak layak karena nama-nama yang muncul tidak jauh berbeda dari nama yang menempati Dewan Pengawas KPK saat ini.
Jakarta, IDN Times - Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menduga Presiden Joko “Jokowi" Widodo telah merusak rancang bangun KPK melalui undang-undang bermasalah dan penempatan individu yang dipertanyakan integritasnya di institusi tersebut. Menurut dia, KPK tidak dapat lagi diharapkan.
Hal tersebut disampaikan Feri berkaitan dengan seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK periode 2024-2029 yang telah mengumumkan 20 nama lolos uji kompetensi pada Rabu (11/9/2024).
“Karena seluruh rancang bangun pembentukan KPK dirusak oleh Presiden Joko Widodo, tidak hanya dengan UU yang bermasalah tapi juga menempatkan orang-orang yang bermasalah. Proses seleksi ini tidak akan pernah dianggap layak, yang dikhawatirkan dari 20 nama yang muncul, sama ketika kita dibujuk rayu dengan nama-nama di Dewas KPK yang berintegritas,” kata Feri dalam keterangan pers, Jumat (13/9/2024).
1. Disebut tidak ada keterbukaan dan pertanggungjawaban

Feri mengatakan, proses seleksi yang digelar saat ini tidak akan pernah dianggap layak, mengingat nama-nama yang muncul tidak jauh berbeda dari nama yang menempati Dewan Pengawas KPK saat ini.
“Tapi nyatanya, tetap saja Dewas jadi Dewas yang saat ini tidak bisa kita harapkan. Tidak ada keterbukaan dan pertanggungjawaban ketika memilih figur tertentu,” ujarnya,
2. Pansel dianggap hanya bekerja di ranah teknis

Sementara itu, Ketua IM57+ Institute, Praswad Nugraha, mengatakan, Presiden berperan besar dalam proses pemilihan Capim dan Dewas KPK, sedangkan panitia seleksi (pansel) hanya berfungsi secara teknis.
“Tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari pemilihan calon pemimpin KPK ke depan, hal ini terlihat saat pansel tidak meloloskan nama-nama yang kita tahu betul bahwa mereka adalah pegiat antikorupsi,” ujarnya.
3. Masyarakat kawal kembali proses seleksi calon pimpinan dan dewan pengawas KPK

Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyerukan kepada publik untuk kembali mengibarkan garuda biru sebagai simbol pengawasan terhadap proses seleksi yang dinilai terancam intervensi dan kepentingan elite.
Mereka mengatakan, proses seleksi masih menekankan keterwakilan dan pansel tidak melihat rekam jejak kandidat yang dipilih. Hal itu dikhawatirkan membuat KPK dikuasai orang-orang yang hanya berpihak pada kepentingan elite.