Mahasiswa Gugat UU TNI Soal Perpanjangan Masa Tugas Perwira Tinggi TNI

- Tri Prasetio Mumpuni menggugat Pasal 53 ayat 4 UU TNI tentang perpanjangan batas usia pensiun perwira TNI.
- Aturan tersebut berpotensi penyalahgunaan wewenang eksekutif dan melanggar asas due process of law dan transparansi.
- Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh memberikan catatan nasihat terkait undang-undang yang diujikan dan memberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonan.
Jakarta, IDN Times - Mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang, Tri Prasetio Putra Mumpuni mengajukan uji materiil Pasal 53 ayat 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang Perkara Nomor 92/PUU-XXIII/2025 ini dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah pada Rabu (18/6/2025).
1. Uji konstitusionalitas aturan perpanjangan batas usia pensiun perwira TNI

Trio mengatakan, dirinya menguji konstitusionalitas aturan perpanjangan batas usia pensiun perwira TNI.
Pasal 53 ayat 4 UU TNI menyatakan, “Khusus untuk perwira tinggi bintang 4 (empat), batas usia pensiun paling tinggi 63 (enam puluh tiga) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”
2. Aturan Pasal 53 ayat 4 UU TNI berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang eksekutif

Menurut Pemohon, norma tersebut berpotensi pada terjadinya penyalahgunaan wewenang eksekutif. Sebab, tidak ada mekanisme kontrol atau pengawasan atas keputusan Presiden dalam memperpanjang masa dinas perwira tinggi bintang. Dengan demikian, norma a quo dinilai melanggar asas due process of law dan transparansi, karena pemberian perpanjangan bersifat sepihak tanpa melibatkan persetujuan legislatif.
“Memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 53 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta mempertimbangkan pencabutan UU TNI secara keseluruhan,” ucap Tri Prasetio membacakan petitum permohonannya.
3. MK soroti adanya permohonan serupa sebelumnya

Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh memberikan catatan nasihat terkait undang-undang yang diujikan Pemohon ini telah mengalami perubahan dan ada Pemohon lainnya yang juga mengajukan uji formilnya di MK.
“Oleh karenanya pada permohonan ini sudah ada Putusan MK Nomor 62/PUU-XIX/2021 dengan amarnya ditolak. Ada pula Ketetapan MK Nomor 97/PUU-XXI/2023, mungkin ini bisa dilihat contoh kedua permohonan ini agar bisa disesuaikan nantinya,” jelas Daniel.
Sementara Hakim Konstitusi lainnya, Guntur Hamzah menyebutkan agar Pemohon mencermati format permohonan yang sesuai dengan Mahkamah, yakni identitas, kewenangan Mahkamah yang disusun dengan kaidah umum, legal standing, pokok-pokok permohonan atau posita, dan petitum permohonan atau hal-hal yang dimohonkan.
“Pasal ini bukan bicara uji formil, lalu kemudian di mana letak pertentangannya dengan Pasal 28C dan Pasal 28D UUD NRI Tahun 1945,” terang Guntur.
Pada akhir persidangan, Ketua MK Suhartoyo menyebutkan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Naskah perbaikan permohonan dapat diserahkan ke Kepaniteraan MK selambat-lambatnya pada Selasa, 1 Juli 2025. Selanjutnya Pemohon akan diinformasikan untuk sidang kedua dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan Pemohon.