Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahfud MD: Panggilan Yang Mulia bagi Hakim di Luar Sidang Berlebihan

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Tangkapan layar YouTube Mahfud MD)
Intinya sih...
  • Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menilai sapaan 'Yang Mulia' bagi hakim sudah berlebihan di luar ruang sidang.
  • Mahfud merujuk kepada kasus suap tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan terdakwa pembunuhan.
  • Sebutan 'Yang Mulia' dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dan berbau feodal serta kolonial.

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menilai sebutan 'Yang Mulia' bagi hakim sudah semakin berlebihan. Sebab, sapaan 'Yang Mulia' bagi hakim sudah disampaikan di luar ruang persidangan. Termasuk ketika hadir di acara resepsi pernikahan. 

"Saat ini sebutan 'Yang Mulia' itu menjadi berlebihan. Hakim hadir di resepsi nikah, masuk masjid untuk salat, bahkan pergi ke toilet saja disapa dengan kalimat 'silakan, Yang Mulia'. Padahal, saat ini marwah hakim sedang bobrok," ujar Mahfud ketika menumpahkan uneg-unegnya di platform X dan dikutip pada Minggu (10/11/2024). 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu merujuk kepada tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang menerima suap sehingga membebaskan terdakwa kasus pembunuhan, Ronald Tannur. Ibu Ronnald, Meirizka Widjaja menyerahkan total duit Rp3,5 miliar kepada seorang pengacara bernama Lisa Rahmat. 

Menurut Mahfud, alih-alih menyapa 'Yang Mulia', hakim-hakim saat ini layak disebut sebagai yang memalukan atau yang terhinakan. 

1. Penyebutan 'Yang Mulia' bagi hakim tak lagi digunakan sejak ada TAP MPRS XXXI

Ilustrasi hakim. (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan sapaan Yang Mulia kepada hakim tak wajib dilakukan. Hal tersebut sudah diatur di dalam TAP MPRS nomor XXXI tahun 1966. 

"Di dalam TAP MPRS itu sapaan Yang Mulia sudah tidak lagi digunakan dan diganti dengan sebutan Bapak, atau Ibu atau saudara," kata Mahfud. 

Alasannya, karena sebutan 'Yang Mulia' tak sesuai dengan kepribadian bangsa yang menjunjung tinggi Pancasila. Sapaan itu juga berbau feodal dan kolonial. 

2. Penggunaan sapaan 'Yang Mulia' sebaiknya di ruang sidang

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD di Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)

Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menyebut penggunaan sapaan 'Yang Mulia' di area pengadilan masih bisa diterima. Sebab, itu sudah menjadi suatu kebiasaan. 

"Tapi, kalau masih bersedia disapa Yang Mulia di luar sidang, apalagi hanya di restoran atau acara di luar sidang, itu sungguh berlebihan," tutur dia. 

Ia pun tak menampik Indonesia sangat bagus dalam hal yang menyangkut seremonial. Tetapi, untuk urusan substansi banyak masalah yang belum bisa diatasi. 

3. Mahfud sarankan Kejagung juga periksa Ketua PN Surabaya

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Dokumentasi tim media Mahfud)

Sebelumnya, Mahfud menyarankan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk ikut memeriksa Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Dadi Rachmadi. Sebab, Dadi sempat memuji tiga hakim yang menjatuhkan vonis bebas bagi Ronald Tannur. Padahal, sejumlah bukti sudah menunjukkan Ronald membunuh kekasihnya, Dini Sera Afrianti. 

"Ketua PN Surabaya membela mati-matian bahwa putusan atas nama Ronald Tannur itu sudah benar. Bahkan, dia menyebut ketua majelis hakim tersebut sebagai sosok yang patriotik karena pernah menghukum mati seorang istri hakim yang membunuh suaminya," demikian cuit Mahfud di akun media sosialnya pada 25 Oktober 2024 lalu. 

"Ternyata penilaian Ketua PN tersebut salah dan perlu juga diperiksa," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us