Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahfud: Tiga Hakim Potensi Diberhentikan bila RUU MK Disahkan DPR

Calon wakil presiden nomor urut tiga, Mahfud MD di acara diskusi pemutaran film Eksil. (IDN Times/Santi Dewi)
Intinya sih...
  • Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan potensi pemberhentian tiga hakim konstitusi berdasarkan RUU MK revisi keempat. Dia menolak RUU MK karena dapat mengganggu independensi hakim konstitusi, sementara DPR diam-diam membahasnya. 
  • RUU ini menyatakan masa jabatan hakim konstitusi 10 tahun dan wajib meminta persetujuan dari lembaga pengusul setelah lima tahun menjabat.

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan salah satu dampak yang dirasakan langsung bila revisi keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) disahkan, yaitu tiga hakim konstitusi incumbent berpotensi diberhentikan. Ketiganya adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo. 

Hal itu lantaran dalam RUU MK perubahan keempat tertulis di Pasal 23A ayat (1) bahwa masa jabatan hakim konstitusi 10 tahun. Lalu, ada pula keterangan di ayat (2) yang tertulis bagi hakim yang telah menjabat lebih dari lima tahun, maka wajib kembali kepada lembaga pengusul. Ketiga hakim ini harus meminta persetujuan kepada lembaga pengusul yang berwenang, apakah masa jabatannya sebagai hakim konstitusi tetap berlanjut atau dihentikan. 

Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih harus memperoleh persetujuan dari lembaga pengusulnya, yaitu pemerintah. Sedangkan, Suhartoyo harus kembali ke Mahkamah Agung (MA) selaku lembaga pengusulnya. 

Saldi diketahui telah menjabat hakim konstitusi tujuh tahun satu bulan. Enny Nurbaningsih menjabat lima tahun delapan bulan. Sedangkan, Suhartoyo sudah menjabat sembilan tahun empat bulan. 

"Kalau (RUU MK) dilihat dari sisi positif, bisa saja setelah UU MK disahkan, lalu tiga hakim MK yang harus meminta konfirmasi (ke lembaga pengusul) yaitu Saldi dan Enny kepada presiden, Suhartoyo kepada Ketua MA, lalu ketiganya tetap dinyatakan bertugas sampai SK (Surat Keputusan) masing-masing selesai berlaku. Kan bisa seperti itu," ujar Mahfud seperti dikutip dari akun media sosialnya, Kamis (16/5/2024). 

"Tapi bisa juga ketiganya langsung diganti. Silakan saja, itu sudah terjadi," sambungnya dia.

1. RUU MK terbaru ancam dan menakut-nakuti hakim bisa dipecat

Susana sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/4/2024). (IDN Times/Aryodamar)

Lebih lanjut, Mahfud mengisahkan, ketika ia masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), RUU MK tersebut sengaja ia tolak. Sebab, dikhawatirkan dapat mengganggu indepedensi hakim konstitusi, apalagi revisi UU MK dikebut jelang momen Pilpres 2024. 

"Saya tidak setuju, karena itu bisa mengganggu independensi hakim MK. Pada waktu itu sedang menjelang Pilpres, sehingga bisa saja hakim MK dibayang-bayangi oleh ancaman konfirmasi kepada institusi pengusul itu. Maka, saya minta agar itu tidak diteruskan," kata pakar hukum tata negara itu. 

Ancaman yang dimaksud yaitu masa kerja hakim MK tidak akan berlanjut bila tak mengikuti keinginan lembaga pengusul mereka. Dalam pernyataannya, Mahfud menilai bila lembaga pengusul tetap membiarkan tiga hakim bekerja, maka tidak ada ancaman yang bisa ditimbulkan ke pemerintah. Sebab, masa pensiun ketiganya akan terjadi dalam waktu dekat. 

"Pak Suhartoyo akan pensiun tahun depan (2025), Saldi masuk masa pensiun 2027, Enny masuk pensiun 2028. Memang sudah tidak akan bertugas mengurus Pilpres lagi. Sehingga bila (masa kerja) diteruskan pun, tidak apa-apa, tinggal menangani kasus biasa," kata Mahfud. 

Selain itu, kata Mahfud, dengan tetap membiarkan ketiga hakim konstitusi itu bekerja, bisa menunjukkan etika baik pemerintah kepada publik. "Kami gak akan mecat kok (hakim MK) meski aturannya begitu," sambung Mahfud. 

2. MK memilih tak komentari proses revisi UU yang bergulir di DPR

Peta hakim konstitusi dan lembaga pengusulnya. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, ketika dimintai responsnya terkait RUU MK yang sedang bergulir di DPR, MK memilih tak berkomentar. Juru bicara MK, Fajar Laksono, mengatakan tidak etis lembaga penjaga konstitusi itu mengomentari proses RUU MK. 

"Jadi, semua ini bila seandainya nanti disahkan kan berpotensi akan menjadi undang-undang yang diuji di MK," ujar Fajar kepada media di Jakarta, Kamis (16/5/2024). 

Menurutnya, hakim akan berkomentar melalui putusan saja ketika masuk gugatan uji materiil UU MK perubahan terbaru. "Kan semua undang-undang yang disahkan berpotensi diuji di MK, sehingga MK gak boleh ikut mengomentari," katanya. 

3. Dulu ditolak Mahfud, Menko Hadi malah setuju dengan draf RUU MK

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Hadi Tjahjanto ketika diam-diam bahas revisi UU MK. (Dokumentasi Polhukam)

Sebelum mundur, Mahfud menitipkan tiga pekerjaan rumah Kemenko Polhukam kepada Menko Hadi Tjahjanto. Salah satu pekerjaan rumah itu adalah RUU MK agar dicermati lebih jauh.

Tetapi, Hadi justru setuju draf RUU MK yang dulu ditolak Mahfud. Padahal, isinya revisi ditengarai untuk mengontrol komposisi hakim agar sesuai dengan kepentingan politik pemerintah dan DPR. 

"Kami sudah sama antara DPR dan pemerintah," ujar Hadi ketika dikonfirmasi pada 14 Mei 2024. 

Hadi dan sejumlah anggota Komisi III DPR diketahui membahas draf RUU MK pada Senin, 13 Mei 2024 di tingkat pertama. Padahal, hari itu seharusnya masih masa reses yang digunakan untuk menyerap aspirasi masyarakat. Rapat untuk membahas RUU MK di tingkat pertama pun dilakukan diam-diam dan tertutup. 

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Suding, mengatakan dalam rapat kemarin tidak diikuti fraksi PDI Perjuangan (PDIP). Meski begitu, dia mengklaim, RUU MK sudah disepakati seluruh fraksi. 

"Pembahasan RUU MK ini kan sebelumnya sudah disetujui oleh seluruh fraksi. Namun, Menko Polhukam Mahfud MD dulu belum memberikan persetujuan hingga terhenti. Lalu, Pak Hadi barang kali setelah dia kaji dan baca, tadi memberikan persetujuan RUU MK," kata Suding. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us