Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menteri PPPA: Pergub Poligami DKI Banyak Gunakan Diksi Kurang Baik

Menteri PPPA Arifah Fauzi tengah membahas aturan soal poligami yang termuat dalam Pergub nomor 2 tahun 2025 (dok. Humas Kemen PPPA)
Intinya sih...
  • Polemik Pergub Jakarta nomor 2 tahun 2025 memuat aturan ASN boleh beristri lebih dari satu, menimbulkan respons negatif dari masyarakat.
  • Menteri PPPA Arifah Fauzi mendorong kajian ulang terkait urgensi dan penghormatan terhadap perempuan dalam perumusan kebijakan Pemerintah Daerah.
  • Pemerintah Daerah harus utamakan perspektif gender dalam kebijakan, agar tidak melahirkan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan. Diskusi dan kajian lebih lanjut diperlukan.

Jakarta, IDN Times - Belakangan polemik terkait Pergub Jakarta nomor 2 tahun 2025 menjadi polemik karena memuat aturan soal Aparatur Sipil Negara (ASN) Jakarta yang dibolehkan beristri lebih dari satu. Menanggapi hal ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mendorong Pemprov Jakarta mengkaji ulang beleid ini, pasalnya Pergub itu mendapatkan respons negatif dari sejumlah masyarakat. 

"Jika kita melihat per-pasalnya, masih banyak penggunaan diksi yang kurang baik, misalnya saja 'bekas istri' yang seolah tidak ada penghormatan dan penghargaan kepada perempuan dalam Pergub tersebut. Untuk itu, kami menilai perlu adanya pengkajian kembali terkait urgensi dari Pergub tersebut," kata dia dalam keterangannya, Kamis (23/1/2025).

1. Harusnya pemerintah daerah utamakan perspektif gender

Menteri PPPA Arifah Fauzi tengah membahas aturan soal poligami yang termuat dalam Pergub nomor 2 tahun 2025 (dok. Humas Kemen PPPA)

Arifah mengatakan, dalam perumusan peraturan dan kebijakan seharusnya pemerintah daerah bisa lebih utamakan perspektif gender, termasuk jika ada kaitannya dengan perempuan dan anak. 

Di sisi lain, keterlibatan banyak pihak (meaningfull participation) untuk memberikan pandangan atas kebijakan yang akan diterbitkan juga harus menjadi perhatian, agar kebijakan yang dihasilkan tidak menuai pro dan kontra di publik.

"Padahal kita semua tahu bahwa masih banyak permasalahan terkait perempuan dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak yang lebih mendesak dibandingkan dengan implementasi Pergub ini ke depannya," ujarnya.

2. Jakarta masih jadi benchmarking bagi daerah lain

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia mengungkapkan Pemerintah Daerah harus memiliki pemahaman tentang pentingnya perspektif gender dalam setiap perumusan kebijakan yang dibuatnya. Dia menjelaskan, jika pembuat kebijakan dan pengambil keputusan tidak memahami dan mengutamakan konsep tersebut, maka akan melahirkan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan.

"Kita semua ketahui bahwa DKJ masih menjadi benchmarking bagi daerah lainnya di Indonesia terutama dalam hal kebijakan dan peraturan daerah," katanya.

3. KemenPPPA akan berikan kajian sebagai acuan Pemprov

ilustrasi menikah di KUA (unsplash.com/Mufid Majnun)

Oleh karena itu, Arifah menjelaskan penting bagi Pemprov DKI untuk lebih mendalami isu gender dalam membuat peraturan dan kebijakan terutama terkait perempuan dan anak. Saat ini masih menjadi role model bagi daerah lain.

"Oleh karena itu, perlu ada diskusi lebih lanjut tentang bagaimana mencari solusi terbaik dari permasalahan ini, kami akan membuat kajian dari perspektif Kemen PPPA yang bisa menjadi acuan bagi Pemprov DKJ dalam mengatasi polemik terkait Pergub ini," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us