PBHI Kecam TNI Tempatkan 3 Perwira Tinggi di Kementerian

- PBHI mengecam penempatan 3 perwira tinggi TNI di instansi sipil.
- Penempatan tersebut bertentangan dengan UU TNI dan menunjukkan infiltrasi militer di sektor sipil.
- Ada kecurigaan terhadap penegakan hukum jika perwira TNI terlibat korupsi.
Jakarta, IDN Times - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengecam keras penempatan tiga perwira tinggi TNI di kementerian atau instansi sipil. Hal itu merupakan bagian dari mutasi 300 perwira tinggi TNI melalui surat keputusan Panglima TNI nomor 1545/XII/2024 yang diteken pada 6 Desember 2024.
Tiga jenderal yang ditugaskan yakni Mayjen Maryono sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan; Mayjen Irham Waroihan yang duduk sebagai Irjen di Kementerian Pertanian dan Laksamana Pertama Ian Heriyawan yang duduk di Badan Penyelenggaraan Haji.
"PBHI mengecam keras penempatan tiga perwira tersebut. Sebab, penempatan itu semakin menambah deret panjang catatan terhadap UU TNI itu sendiri," ujar Ketua PBHI, Julius Ibrani di dalam keterangan tertulis pada Sabtu (21/12/2024).
Ia menambahkan dalam catatan PBHI sepanjang 2023 hingga 2024 sudah ada 71 perwira tinggi TNI yang mengisi jabatan di instansi sipil. Mulai dari komisaris, direktur atau pimpinan lembaga.
"Sedangkan, 1.367 prajurit TNI berstatus bintara juga menempati posisi staf di berbagai instansi kementerian dan non-kementerian," tutur dia.
Fenomena itu, kata Julius, menunjukkan semakin meluasnya infiltrasi militer di dalam sektor-sektor sipil. Padahal, seharusnya posisi-posisi itu steril dari militer.
1. Penempatan prajurit TNI aktif di kabinet Prabowo sudah dimulai sejak Mayor Teddy

Lebih lanjut, Julius mengatakan sebelumnya penempatan prajurit TNI aktif di instansi sipil sudah dimulai ketika Mayor Teddy Indra Wijaya pada 21 Oktober 2024 lalu ikut dilantik menjadi Sekretaris Kabinet. Presiden ke-8 Prabowo Subianto tak meminta Teddy untuk mundur dari posisinya sebagai prajurit TNI aktif. Hal itu kemudian menimbulkan berbagai kecaman dari para aktivis demokrasi dan supremasi sipil.
Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO), Hasan Nasbi malah membenarkan tindakan itu. Menurutnya, Teddy tak perlu mundur dari prajurit TNI aktif karena ada Peraturan Presiden yang baru yang dijadikan rujukan.
"Meskipun sampai hari ini, rujukan tersebut tidak dapat ditelusuri dan ditunjukkan ke publik. Tindakan tersebut menunjukkan adanya pola perubahan regulasi oleh pejabat untuk menjustifikasi kekeliruan dan pelanggaran terhadap ketentuan penempatan perwira aktif TNI pada jabatan sipil," katanya.
2. Penempatan tiga perwira tinggi TNI di instansi sipil melanggar UU

Julius juga mengingatkan penempatan tiga perwira tinggi TNI di instansi sipil sudah bertentangan dengan UU TNI pasal 47 ayat (1) dan (2). "Sebab, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian dan Badan Penyelenggara Haji bukan merupakan lembaga sipil yang disebut di dalam UU TNI yang bisa ditempati oleh perwira aktif. Maka, merujuk kembali pada ketentuan pasal 47 ayat (1) UU TNI, penempatan tersebut hanya dapat dilakukan ketiga tiga perwira tersebut mengundurkan diri atau pensiun aktif," kata Julius.
Ia juga menyentil sikap Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto yang serampangan dalam pengambilan kebijakan tersebut. Penempatan perwira tinggi TNI di instansi sipil menunjukkan dorongan adanya keinginan dari TNI untuk kembali menguasai institusi sipil seperti rezim Orde Baru dulu.
Selain itu, PBHI juga menyoroti dua posisi yang ditempati oleh dua perwira tinggi TNI tersebut adalah Inspektur Jenderal. Sebab, salah satu tugas dari irjen adalah menjalankan fungsi pengawasan.
"Ini malah melahirkan kecurigaan besar terhadap permasalahan penegakan hukum di pemerintahan. Seperti yang diketahui, tugas inspektorat jenderal setiap kementerian atau lembaga ditujukan untuk pengawasan internal di lingkungan kementerian atau lembaga tersebut," tutur dia.
Salah satu kecurigaan yang masih diingat oleh publik yaitu ketika perwira tinggi TNi melakukan dugaan perbuatan korupsi maka kerap ada hambnatan dalam penegakannya. Baik itu dengan alasan karena kerahasiaan negara, kepentingan TNI hingga eksklusivitas melalui peradilan militer.
3. Ribuan perwira tinggi TNI di instansi sipil tanda kemunduran demokrasi

PBHI mencatat 71 perwira tinggi TNI kini sudah menempati jabatan sipil. Belum lagi ditambah 1.367 prajurit TNI lainnya yang ikut ada di instansi serupa menandakan adanya permasalahan yang sistematis. Kondisi itu, kata Julius, bukan lagi sekedar insiden terisolasi.
"Melainkan kemunduran demokrasi yang melemahkan prinsip supremasi sipil sebagaimana yang diamanatkan di dalam reformasi 1998. Penempatan ini menciptakan tumpang tindih fungsi dan semakin membuat buram batas antara ranah militer dan sipil," katanya.