Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pejabat yang Karantina di Rumah Eselon I ke Atas dan Perjalanan Dinas

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times -  Setelah menjadi perbincangan di ruang publik, Satgas Penanganan COVID-19 akhirnya memperketat aturan bagi para pejabat yang mendapat diskresi karantina di rumah usai kembali dari luar negeri.

Hal itu tertuang di dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 25 Tahun 2021 mengenai protokol kesehatan perjalanan internasional pada masa pandemik COVID-19, yang mengatur kewajiban karantina bagi WNI atau WNA dari luar negeri.

Salah satu poinnya yaitu pejabat yang mendapatkan diskresi hanya pejabat eselon I dan di atasnya, yang boleh menjalankan karantina di rumah. Poin kedua, mereka boleh melakukan karantina di rumah bila kembali dari luar negeri untuk tujuan dinas. 

"Pejabat yang tidak sedang dalam perjalanan dinas ke luar negeri dan kembali ke Indonesia, tidak dapat mengajukan dispensasi pengurangan durasi karantina atau pengajuan karantina mandiri. Mereka harus melakukan karantina terpusat di hotel," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, dalam keterangan tertulis, Rabu (15/12/2021). 

Ia menambahkan, aturan lainnya yaitu rombongan penyerta keperluan dinas tidak bisa melakukan karantina di rumah. "Mereka wajib melakukan karantina di fasilitas terpusat," kata dia lagi. 

Aturan terbaru mengenai ketentuan karantina ini dirilis untuk merespons sikap publik yang mempertanyakan kebijakan yang dinilai diskriminatif dalam penanganan pandemik COVID-19.

Salah satu pegiat media sosial, Adam Deni, di dalam akun media sosialnya ikut meminta agar warga biasa bisa menjalani karantina di rumah selayaknya para pejabat eselon I dan di atasnya, termasuk anggota DPR. Ia merasa kecewa dengan adanya diskresi bagi para pejabat karena justru disalahgunakan oleh anggota parlemen. 

Adam mengaku menerima pesan langsung ke akunnya yang menyebut, pada tanggal 2 Desember 2021, anggota DPR Mulan Jameela dan keluarga masih berada di Capadocia, Turki. Sedangkan pada 9 Desember 2021, mereka sudah berada di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta.

Lalu, apakah di aturan yang baru itu juga disebut ada pengawasan bagi pejabat yang melakukan karantina di rumah?

1. Pejabat yang ingin karantina di rumah harus ajukan izin sebelum tiba di Indonesia

ilustrasi virus corona SARS-CoV-2 (IDN Times/Aditya Pratama)

Poin ketiga di dalam surat edaran itu menyebutkan, pejabat yang ingin melakukan karantina di rumah, harus mengajukan izin lebih dulu kepada BNPB dan Satgas Penanganan COVID-19. Tujuannya, untuk diperiksa apakah mereka layak diberikan diskresi karantina di rumah. 

"Dispensasi ini harus diajukan kepada satgas minimal tiga hari sebelum kedatangan di Indonesia, dan berdasarkan evaluasi kementerian dan lembaga terkait," ungkap Wiku. 

Menurutnya, ketentuan ini sesuai dengan pernyataan Kepala Satgas Penanganan COVID-19 Letjen TNI Suharyanto ketika mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR. Di dalam surat edaran itu juga disebut, ada dua skema mengenai lokasi karantina terpusat di wilayah Jakarta. 

Pertama, bagi WNI yang masuk dalam kategori Pekerja Migran Indonesia (PMI), pelajar atau mahasiswa, dan ASN yang melakukan perjalanan dinas maka bisa menjalani karantina di Wisma Pademangan, Wisma Atlet Kemayoran, Rusun Pasar Rumput, dan Rusun Nagrak. 

Kedua, kata Wiku, pelaku perjalanan internasional, baik WNI dan WNA, yang membayar sendiri biaya karantinanya, bisa melakukannya di 105 hotel yang telah mendapatkan status CHSE (Clean, Health, Safety & Environment Sustainability) dan berdasarkan rekomendasi dari Satgas COVID-19. Hal ini berbeda dari pernyataan yang disampaikan oleh Suharyanto bahwa karantina terpusat di hotel hanya diperuntukkan bagi WNA.

2. WNI bisa dapat dispensasi tak jalani karantina bila ada kondisi mendesak

Ilustrasi karantina mandiri di Hotel Fairmont Jakarta Pusat (www.fairmont.com)

Di dalam surat edaran itu juga tertulis bahwa WNI turut mendapatkan dispensasi dari kewajiban karantina di hotel atau wisma atlet, bila ada kondisi yang mendesak. Wiku mengatakan, kondisi mendesak yang dirujuk yakni memiliki kondisi kesehatan yang mengancam nyawa dan membutuhkan perhatian khusus. 

"Bila ada kondisi kedukaan seperti anggota keluarga inti yang meninggal, juga bisa mendapatkan pengecualian dari kewajiban karantina," ungkap Wiku. 

Pengecualian serupa juga bisa diperoleh warga asing. Tetapi, mereka harus merupakan pemegang visa diplomatik dan dinas, pejabat asing, serta rombongan yang melakukan kunjungan kenegaraan, delegasi negara-negara anggota G-20 dan yang masuk ke Indonesia dengan skema TCA (travel corridor arrangement). 

Wiku menegaskan, durasi karantina yang berlaku saat ini adalah 10X24 jam. Kemudian, mereka wajib melakukan tes swab PCR kedua pada hari ke-9 karantina. 

3. Satgas memastikan ada pengawasan ketat bagi individu yang dapat dispensasi karantina

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito berpose usai memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Lebih lanjut, Wiku menjelaskan, akan ada pengawasan bagi WNI yang melakukan karantina mandiri di rumah.

"Kami memberikan sejumlah syarat yang ketat seperti kewajiban pelaporan hasil RT-PCR pada hari ke-9 karantina, dan memastikan pengawasan tetap dilakukan hingga masa akhir karantina," ungkap Wiku. 

Bila ditemukan ada pelanggaran ketika melakukan karantina mandiri di rumah, maka satgas akan mengambil langkah tegas. Contohnya, mengembalikan mereka ke tempat karantina terpusat. 

"Bila masih tidak kooperatif maka berlaku sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan," kata dia lagi. 

Ia menjelaskan, karantina COVID-19 adalah upaya memisahkan seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus positif atau riwayat bepergian ke wilayah yang telah terjadi transmisi komunitas dengan prosedur khusus. Kebijakan tersebut, kata Wiku, menjadi kunci untuk mencegah masuknya kasus impor ke Tanah Air. 

"Maka, harus dipatuhi bersama oleh seluruh lapisan masyarakat dengan penuh kedisiplinan,” tutur dia. 

Apalagi dalam kurun waktu 150 hari terakhir, kondisi pandemik COVID-19 di Tanah Air terus mengalami perbaikan dan konsisten berada di tingkat penularan yang rendah. Hal itu bisa terjadi, kata Wiku, karena penerapan kebijakan yang berlapis, baik dengan karantina dan testing. 

4. Epidemiolog sebut warga biasa juga bisa karantina di rumah asal memenuhi syarat

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia (Tangkapan video istimewa)

Sementara, epidemolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman, mengatakan warga biasa pun sebenarnya boleh menjalani karantina mandiri di rumah. Asalkan, memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dirujuk Dicky adalah kondisi dan lokasi mereka menjalani karantina dalam kurun waktu tertentu. 

"Standar karantina berarti kan kita bicara tempatnya dulu, apakah memungkinkan untuk dilakukan karantina. Apakah mereka memiliki tempat terpisah dari anggota keluarga lainnya. Kondisi ruangan seperti apa, ventilasinya juga begitu. Selain itu, apakah ada petugas yang memantau dan dilaporkan ke siapa. Apakah pelaporan diterima oleh dinas kesehatan setempat?" ungkap Dicky ketika berbicara kepada IDN Times melalui pesan video pada hari ini. 

Ia menambahkan, pemantauan bisa dilakukan paling tidak secara daring. Dicky menyebut, bila mengirimkan makanan apakah orang di rumah memahami bagaimana cara menyiapkannya. 

"Karena kan makanan itu diberikan tanpa kontak langsung," kata dia. 

Poin penting lainnya adalah harus ada yang memantau apakah mereka mematuhi durasi karantina. Bila individu yang bersangkutan karantina selama satu pekan, maka harus dijalani selama 7 hari. Hal serupa juga terjadi bila durasi karantina berubah menjadi 10 hari atau 14 hari. 

"Di bagian akhir karantina, akan dikeluarkan surat bahwa mereka sudah menjalani itu (karantina mandiri)," tuturnya. 

Dicky mewanti-wanti upaya karantina yang ketat juga harus diikuti dengan testing. Apalagi kini varian baru Omicron terus meluas ke negara lain. Bahkan, di Inggris telah terjadi kematian perdana akibat Omicron. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us