Penyelidik KPK Beberkan Penyebab Sprinlidik Harun Masiku Bocor

Jakarta, IDN Times - Penyelidik KPK Arif Budi Raharjo angkat bicara terkait surat perintah penyelidikan (sprinlidik) kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024 bocor di media. Ia mengaku tak pernah memberikan sprinlidik kepada siapa pun.
Hal itu diungkap Arif Budi saat menjadi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW DPR, dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.
Awalnya, JPU mempertanyakan sprinlidik yang dibawa seorang politikus PDI Perjuangan di salah satu talkshow media. Padahal, menurut jaksa, sprinlidik merupakan dokumen rahasia.
"Ini sempat muncul di media, dibawa oleh salah satu politisi masuk di suatu talkshow tapi bahwa bisa dijamin dokumen-dokumen itu memang kembali lagi sifatnya rahasia ya saksi? Karena bisa dicek lah di media, di Google ini ada salah satu politisi heboh-heboh memperlihatkan kepada publik bahwa sprinlidik yang dilakukan oleh tim, saksi dan tim ini, kok bisa ke mana-mana? Bisa muncul?" kata Jaksa saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).
Arif Budi mengaku juga telah dimintai klarifikasi oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK saat sprinlidik itu muncul ke publik. Apalagi, sprinlidik hingga surat perintah penugasan pengusutan PAW DPR dibuat oleh Arif Budi.
Arif sempat membawa dokumen itu saat mengejar Harun Masiku ke PTIK. Surat tersebut dimasukkan ke dalam map transparan.
"Jadi saya packing dengan clear view, itu ada mereknya juga. Dan itu saya bawa ke mobil, saya selalu duduk di belakang sopir. (Dokumen) Itu saya tempatkan di depan," kata Arif Budi.
Arif tak memasukkan dokumen tersebut ke dalam tas saat mengejar Harun Masiku. Alasannya, agar lebih gampang mencari dan menunjukkan dokumen saat menangkap target.
Saat mengejar Harun Masiku di PTIK, Arif mengaku sempat ditahan mantan penyidik KPK, AKBP Hendi Kurniawan. Ia melihat sprinlidik itu sudah ada di meja saat dia diperiksa AKBP Hendi Kurniawan.
"Nah, ketika kemudian sprinlidik itu ada di meja pada saat kami dilakukan pengamanan oleh tim eks KPK itu, saya tahu bahwa ini diambil tanpa sepengetahuan kami," kata Arif.
Usai pimpinan KPK melakukan ekspose soal kasus dugaan suap yang menjerat Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustiani Tino, muncul pemberitaan tentang sprinlidik milik KPK yang dibuat Arif Budi.
"Nah, kemudian, selesai kami melakukan ekspose untuk kasus itu dan naik ke penyidikan, gak berapa lama, ada pemberitaan salah seorang dari kader PDIP, kemudian di dalam talkshow yang bapak sampaikan tadi menyampaikan mengibas-ngibaskan sprinlidik. Pada saat itu saya mengenali, bahwa yang dia kibas kibaskan itu masih ada tertera di situ merek clear view yang dipakai untuk melindungi sprinlidik itu," katanya.
Arif menduga, ada pihak yang mendokumentasikan sprinlidik itu secara diam-diam saat dirinya tertahan di PTIK.
"Tapi ini masih dugaan saya bahwa malam itu memang saya melihat dari anggota di PTIK, karena ini ada dua, tapi saya ga tahu apakah mereka berbagi dengan tim yang dibawa oleh eks penyidik itu, tapi mereka melakukan foto. Waktu mereka ngambil saya lihat, mereka mem foto sprin lidik itu," katanya.
Seluruh kecurigaan itu telah disampaikan Arif kepada anggota Dewas KPK saat melakukan klarifikasi.
"Saya juga ga tahu itu motif nya apa, tapi yang jelas, di kami itu ada keterikatan, ada hubungan lah," kata Arif.
Sprinlidik kasus suap PAW DPR RI itu sempat diumumkan oleh kader PDIP Masinton Pasaribu di sebuah talkshow pada 2020. Masinton mengungkap ada sprinlidik yang bocor.
Dalam kasus dugaan suap, Hasto didakwa bersama dengan pengacara Donny Tri Istiqomah, mantan narapidana kasus Harun Masiku yaitu Saeful Bahri, serta Harun Masiku, karena diduga memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta pada Wahyu Setiawan sekitar tahun 2019 hingga 2020.
Tujuan pemberian uang tersebut adalah agar Wahyu membantu agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyetujui pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Dapil Sumatera Selatan I, dengan menggantikan Riezky Aprilia dengan Harun Masiku untuk masa jabatan 2019–2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi proses penyidikan dengan memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan, untuk merusak ponsel dengan cara merendam dalam air setelah KPK menangkap Wahyu Setiawan.
Bukan hanya ponsel Harun, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menghancurkan telepon genggam sebagai bentuk pencegahan dari penyitaan oleh penyidik KPK.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1), Pasal 55 Ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP.