Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perubahan Iklim Buat Perempuan Rentan Kekerasan Berbasis Gender

IDN Times/Muhamad Iqbal

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anka (Kemen PPPA) mengatakan, peerubahan iklim membuat perempuan rentan menerima kekerasan berbasis gender.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan, Kemen PPPA, Eni Widiyanti, mengatakan, perempuan dan anak perempuan, terutama di negara-negara berkembang menghadapi risiko mengalami kekerasan berbasis gender dan perdagangan manusia.

Termasuk adanya keterbatasan akses sumber daya, pendidikan dan layanan termasuk kesehatan seksual dan reproduksi. Perempuan juga tidak dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan penting dan pengambilan keputusan strategis.

“Perempuan sering harus berkorban mengurangi makan, mendahulukan suami dan anak-anaknya, saat pasokan sumber makanan berkurang akibat perubahan iklim. Pemenuhan pangan keluarga juga tugas perempuan,” Eni Widayanti dalam keterangan yang dilansir IDN Times, Jumat (27/10/2023).

1. Perkawinan anak banyak terjadi pascabencana

Ilustrasi - Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Di sisi lain, Kemen PPPA, Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNFPA), UN Women, dan Saraswati meluncurkan hasil studi tentang 'Dampak Perubahan Iklim terhadap Perempuan dan Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia.'

Project Manager Saraswati, Rini Astriani Fauziah, menjelaskan, perubahan iklim memang memperparah kekerasan berbasis gender. 

“Misalnya, ada bukti bahwa perkawinan anak banyak terjadi pascabencana. Kondisi ekonomi membuat anak perempuan berkorban menikah karena utang saat hasil perikanan dan pertanian berkurang,” katanya.

2. Tingkatkan kesadaran masyarakat bahwa perempuan pantas didengar

ilustrasi perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, UNFPA Champion dan Putri Indonesia Lingkungan 2020, Ayu Saraswati, mengatakan, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran bahwa kebutuhan perempuan berbeda-beda.

Kemudian agar mendengarkan perempuan bukan hanya dari skala besar tapi juga kecil, seperti perempuan yang ada di desa. 

“Perempuan pantas untuk didengarkan,” kata dia.

3. Perubahan iklim mencakup sosial, ekonomi dan HAM

Sejumlah millennial tengah menimbang dan memilah produk Sayuran Organik Merbabu (SOM). (IDN Times/Dhana Kencana)

Adapun UNFPA Indonesia Representative, Anjali Sen, mengatakan, pihaknya punya komitmen mengakhiri kekerasan berbasis gender dan praktik-praktik berbahaya seperti perkawinan anak dan pelukaan atau pemotongan genitalia perempuan (P2GP), termasuk yang terkait perubahan iklim. 

“Perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan, tapi juga sosial, ekonomi, dan terutama hak asasi manusia. Ini adalah isu kompleks yang membutuhkan koordinasi dan komitmen kita,” katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us