Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Puspen TNI: Pengamanan POM di Kejagung Tak Terkait Kasus Penguntitan

Personel Puspom TNI lakukan pengamanan di Gedung Kejaksaan Agung RI pada Jumat, 24 Mei 2024. (www.instagram.com/@puspomtni)
Intinya sih...
  • Kepala Pusat Penerangan TNI membantah pengamanan tambahan di Kejagung lantaran kasus korupsi
  • Peneliti senior Imparsial menilai pengerahan personel POM TNI di area Kejaksaan Agung kurang tepat dan menyalahi ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 7 ayat 3.
  • Presiden Jokowi didorong untuk mencari solusi dari aksi pengintaian aparat penegak hukum oleh personel Densus 88 Antiteror

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menepis anggapan bahwa pengamanan tambahan di Gedung Kejaksaan Agung RI yang dilakukan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom), lantaran dipicu kekhawatiran pengusutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP). Menurut Nugraha, bantuan pengamanan sudah dilaksanakan jauh sebelumnya. 

"Ini dalam rangka penegakan hukum karena personel TNI ada yang bertugas di Kejaksaan Agung sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil). Pengamanan POM TNI tidak ada kaitannya dengan kasus yang ramai dibicarakan," ujar Nugraha di dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (27/5/2024). 

Menurutnya, pelaksanaan pengamanan yang dilakukan masih dalam batas kewajaran dan normal. "Tidak ada hal yang istimewa," tutur dia lagi. 

Tetapi, di dalam akun media sosial Puspom TNI sempat digambarkan adanya peningkatan pengamanan di area gedung Kejagung. Namun, ketika unggahan tersebut dicek, foto-foto yang sempat muncul di akun media sosial Puspom TNI dihapus. 

Nugraha tidak merespons ketika ditanyakan oleh IDN Times alasan unggahan foto di akun media sosial Puspom TNI dihapus usai isu pembuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, menjadi sorotan. 

1. Pengerahan personel POM TNI di Kejagung menyalahi ketentuan UU TNI

Foto Al araf bersama ayah Bimo Petrus (instagram.com/aal.araf)

Sementara, dalam pandangan peneliti senior Imparsial, Al Araf, pengerahan personel POM TNI di area Kejaksaan Agung kurang tepat. Sebab, hal itu menyalahi ketentuan yang ada di Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 7 ayat 3. Isinya, tugas TNI selain operasi militer harus dilakukan berdasarkan keputusan dan kebijakan politik. 

"Artinya, itu harus dilakukan berdasarkan keputusan presiden. Apa yang terjadi di Kejaksaan Agung tidak didasari keputusan negara seperti yang tertulis di Pasal 7 ayat 3. Ini penting untuk dijelaskan karena ada aturan-aturan hukum yang tidak bisa dilanggar," ujar Al Araf ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Senin (27/5/2024). 

Al Araf menyadari Kejagung sudah meneken nota kesepahaman (MoU) dengan TNI Nomor 4 Tahun 2023 dan Nomor NK/6/IV/2023. Ruang lingkup MoU tersebut di antaranya berisi penugasan prajurit TNI di lingkungan kejaksaan. Tetapi, dasar hukum itu tidak sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI. 

"Memang dalam 10 tahun ini ada lebih dari 30 MoU antara TNI dengan berbagai kementerian. Mulai dari Mahkamah Agung (MA), Kementerian Pertanian hingga Kejagung. Itu sesuatu hal yang salah dan keliru," tutur dia lagi. 

2. Pelibatan polisi militer untuk amankan Kejagung tidak selesaikan masalah

Kejaksaan Agung (IDN Times/Rochmanudin)

Lebih lanjut, menurut Al Araf, pelibatan personel polisi militer tidak menyelesaikan masalah. Justru malah menimbulkan konflik antar lembaga. Apalagi sempat tersiar informasi ketika personel Brimob mengitari gedung Kejaksaan Agung pada awal pekan lalu, mereka memaksa masuk ke Kejagung. Upaya itu disetop oleh personel polisi militer. 

"Masalah yang ada malah semakin ruwet di antara Polri, Kejagung, dan TNI. Padahal, mereka sama-sama lembaga negara. Seharusnya dalam case seperti ini, Kejagung bisa meminta atau menyampaikan laporan ke Presiden. Karena kan Jaksa Agung ada di bawah Presiden," tutur Al Araf. 

Presiden Joko "Jokowi" Widodo kemudian didorong untuk mencari solusi dari aksi pengintaian aparat penegak hukum (APH) oleh personel Densus 88 Antiteror. "Supaya tidak semakin simpang siur. Jadi, jangan mengerahkan TNI (ke Kejagung), melainkan sampaikan hal itu kepada Presiden. Semua pihak juga harus menahan diri, termasuk Polri, TNI dan Kejagung," kata dia. 

3. Menko Hadi sebut Kapolri dan Jaksa Agung sudah bergandengan tangan

Menko Hadi Tjahjanto ketika mengemudikan buggy car yang ditumpangi Jaksa Agung dan Kapolri di Istana. (IDN Times/Muhammad Ilman Nafi'an)

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto buka suara soal ketegangan hubungan Polri dengan Kejaksaan Agung.
Seusai acara di Istana Negara, Jakarta, Hadi menggandeng Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ia mengajak Listyo dan Burhanuddin berfoto di depan awak media massa.

"Ingat ya, sudah gandengan loh," kata Hadi kepada para jurnalis sambil menggandeng Listyo dan Burhanuddin, di Istana Negara, Jakarta, hari ini. 

Para jurnalis sempat bertanya kepada Listyo soal isu ketegangan antara Polri dan Kejaksaan Agung. Namun, ia menolak berkomentar.

"Tanya sama yang beredar," guyon Listyo.

Listyo lalu langsung naik buggy car. Dia duduk bersebelahan dengan Burhanuddin. Hadi dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga ikut naik.

"Lihat nih, saya jadi ajudan. Tanya sama ajudan," kata Bahlil mencairkan suasana.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us