Saksi Sebut Kerja Sama PT Tangki Merak Perkuat Stok BBM Pertamina

- Mantan Direktur Pertamina menyebut kerja sama PT Tangki Merak untuk memperkuat stok BBM nasional.
- Penambahan fasilitas penyimpanan dianggap penting untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Jakarta, IDN Times - Mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina, Hanung Budya, dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina pada 2018-2023.
Dalam kesaksaiannya, dia mengatakan, penawaran kerja sama dari PT Tangki Merak pada 2013 dinilai sebagai upaya memperkuat kapasitas stok bahan bakar minyak (BBM) nasional.
Hanung mengatakan, tawaran kerja sama itu diterima setelah PT Tangki Merak mengajukan proposal penyewaan fasilitas tangki penyimpanan (storage) atau terminal BBM (TBBM) secara eksklusif kepada Pertamina.
“Saat menerima surat itu yang ada di pikiran saya adalah ini salah satu kesempatan untuk meningkatkan kapasitas timbun BBM Pertamina,” ujar Hanung dalam persidangan di Pengadailan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Menurut dia, penambahan fasilitas penyimpanan merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga ketahanan energi nasional.
“Kekurangan pasokan dapat menimbulkan gangguan stabilitas ekonomi maupun politik. Karena itu, peningkatan storage menjadi kebutuhan,” kata dia.
Diberitakan, Agus Purwono selaku eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak didakwa bersama-sama telah merugikan negara Rp285,1 triliun.
Kerugian negara itu terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Kerugian keuangan negara dalam kasus ini 2.732.816.820,63 dolar Amerika Serikat (setara Rp45,3 triliun) ditambah Rp25 triliun atau setara Rp45,3 triliun dan Rp25 triliun.
Sedangkan, kerugian perekonomian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp171 triliun. Kerugian negara ini didapatkan dari kemahalan dari harga pengadaan BBM yang terdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan serta illegal gain sebesar 2,617,683,340.41 dolar Amerika Serikat atau setara Rp45,4 triliun.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.