Siasat Cagub-Cawagub Jakarta Hadapi Permasalahan Polusi Udara

- Ridwan Kamil menyoroti perlu mengganti gaya hidup terlalu nyaman ke fossil fuel dengan solusi seperti IoT, uji emisi, dan kebijakan work from home.
- Kun Wardana berkomitmen untuk mewariskan lingkungan hidup yang baik dengan teknologi transparan seperti SPKU, remote sensing, dan IoT untuk memantau polusi udara.
- Pramono Anung menyebut sumber polusi di Jakarta ada tiga prinsip, mencakup cemaran industri, pembakaran sampah, dan emisi kendaraan. Ia juga memberi contoh pengurangan polusi udara di Beijing.
Jakarta, IDN Times - Bicara Udara (Yayasan Udara Anak Bangsa) baru saja menggelar program diskusi bertajuk "Menantang Cagub Jakarta Selesaikan Polusi Udara" di sebuah kafe di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (14/11/2024).
Acara ini dihadiri oleh Cagub dan Cawagub Pilkada DKI Jakarta 2024, di antaranya cagub nomor urut 01 Ridwan Kamil, cawagub nomor urut 02 Kun Wardana, dan cagub nomor urut 03 Pramono Anung.
Pada kesempatan ini, para panelis menanyakan beberapa pertanyaan terkait permasalahan polusi udara yang tengah dihadapi masyarakat di DKI Jakarta.
1. Ridwan Kamil: Warga Jakarta bisa produktif dengan sejahtera tanpa harus selalu melakukan mobilitas

Cagub nomor urut 01 Ridwan Kamil membawa berbagai gagasan yang harus dilakukan dalam waktu bersamaan untuk memerangi polusi udara di Jakarta.
"Polusi adalah konsekuensi dari energi kita yang memilih dengan namanya fossil fuel. Sehingga di masa depan kita harus segera mengganti gaya hidup terlalu nyaman ke fossil fuel ini ke sesuatu yang ramah lingkungan," ujar Ridwan Kamil.
Menurut dia, saat ini orang kota masih punya pemikiran, untuk produktif harus melakukan mobilitas. Solusinya ialah mengubah pemikiran bagaimana orang kota bisa produktif dengan sejahtera tanpa harus selalu melakukan mobilitas.
"Jika harus melakukan mobilitas, jadi sekarang ada IoT (Internet of Things), ya. Jadi sensor yang bisa meng-inform langsung ke hp kita, potensi tingkat polusi kita siang ini kira-kira berapa, level air naik kira-kira berapa, dengan AI kita bisa tahu titik-titik mana potensi banjir, titik-titik mana potensi pergerakan paling tinggi otomatis polusinya paling tinggi. Itu saya kira bisa diinvestasikan oleh negara," jelas dia.
Lebih lanjut, dia juga menjabarkan berbagai solusi untuk mengurangi polusi udara di Jakarta. Seperti misalnya climate budget, perluasan transportasi publik, uji emisi, kebijakan kendaraan elektrik, kebijakan work from home, dan yang lainnya.
2. Kun Wardana: Memerangi polusi udara dengan menggabungkan tiga teknologi terintegrasi

Sedangkan Kun Wardana, menyampaikan pihaknya berkomitmen untuk mewariskan lingkungan hidup yang baik untuk generasi yang akan datang. Untuk itu, mengenai protokol kesehatan akan disesuaikan dengan teknologi.
"Kebetulan bidang saya di IT, di dalam melihat data-data polusi ini kami butuh transparansi. Khusus mengenai polusi udara, data-datanya itu harus setransparan mungkin. Bukan hanya level-level tertentu, bahkan nanti bisa di level RT atau warga. Jadi untuk menentukan ini, kita perlu menggabungkan tiga teknologi. Yaitu SPKU (Stasiun Pemantauan Kualitas Udara) yang dikawinkan dengan remote sensing, kemudian IoT (Internet of Things)," kata Kun Wardana.
Masing-masing teknologi tersebut menurut Kun harus terintegrasi, sehingga warga bisa tahu di seberapa bagus atau buruk tingkat polusi udaranya.
Kun juga mengungkapkan contoh-contoh lainnya, seperti pentingnya emisi kendaraan, pengawasan terhadap industri-industri yang berpotensi menghasilkan polusi udara, pemasangan solar cell hingga pindahnya pengguna kendaraan-kendaraan pribadi ke transportasi publik.
3. Pramono Anung singgung masalah 16 PLTU di Jakarta hingga emisi kendaraan

Sementara itu, Pramono Anung mengatakan sumber polusi di Jakarta pada dasarnya ada tiga secara prinsip. Pertama adalah cemaran industri karena pembangkit listrik tenaga batubara yang ada di sekitar Jakarta.
"Sekarang ini ada 16 PLTU di Jakarta, kemudian tadi disebutkan pembakaran sampah, dan yang terakhir adalah emisi kendaraan karena pemakaian sulfur yang berlebihan," kata Pramono Anung.
Ia memberi contoh ketika KTT Asean, di mana Luhut Binsar Pandjaitan diminta oleh Presiden RI untuk mengatur selama satu bulan bagaimana caranya agar udara bisa bersih.
"Dibuatlah aturan, semua 16 PLTU yang tadi tidak diperbolehkan menggunakan batubara dan harus menggunakan gas. Kedua, Pertalite, sulfur yang sebelumnya dibebaskan, dilarang. Ketiga, sampah, itu diatur tidak boleh orang sembarangan kemudian membakar sampah, terutama sampah industri. Tetapi kembali, begitu KTT ASEAN-nya selesai, orang hidupnya merasa normal lagi. Udaranya balik lagi (polusi) setelah seminggu," jelas Pramono Anung.
Calon gubernur nomor urut 03 tersebut juga mengatakan contoh terbaik untuk pengurangan polusi udara ialah Beijing. Sebelumnya industri di sekitar Beijing menggunakan batu bara. Namun diputuskan oleh pemerintah Beijing, industri harus menggunakan renewable energy.
"Mobil pun harus pakai mobil hybrid atau mobil listrik. Gak sampai tujuh tahun, Beijing sekarang menjadi salah satu kota yang bersih. Jadi artinya apa, memang harus ada pemaksaan untuk itu," katanya.