Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Soal Film Dirty Vote, KSAD: Tidak Ada Buktinya, Jangan Ditanggapi

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Maruli Simanjuntak (tengah) di Balai Kartini. (Dokumentasi TNI AD)

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak memberikan komentar mengenai film Dirty Vote yang viral belakangan ini. Salah satu bagian pada film tersebut ialah keterlibatan aparat dalam mengarahkan dukungan ke salah satu pasangan calon (paslon).

"Ya kebetulan saya juga gak nonton itu, tapi saya dengar ceritanya. Kalau orang bilang menduga, gak punya bukti, ya kita semua juga bisa menduga-duga lah," kata Maruli pada Selasa (13/2/2024).

1. KSAD bilang jangan percaya kalau tidak ada bukti

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Maruli Simanjuntak. (IDN Times/Mhd Saifullah)

Lebih lanjut, Maruli juga menyarankan kepada media maupun masyarakat umum untuk tidak langsung percaya dengan apa yang ada di film tersebut.

"Kalau tidak ada buktinya omongan-omongan segala macam saya kira jangan terlalu ditanggapi lah. Itu permainan mereka untuk membuat situasi, punya tujuan tertentu," lanjut Maruli.

2. Tidak bisa dituntut

Jenderal Maruli Simanjuntak usai dilantik menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) di Istana pada 29 November 2023. (Dokumentasi Mabes TNI AD)

Menurut Maruli, film Dirty Vote tidak bisa dituntut secara hukum lantaran tudingan kecurangan yang ada di dalam film tersebut masih bersifat dugaan.

"Ya karena itu serba salah, saya mau tuntut saya juga dibilang kan cuma menduga. Nanti kalau dia bilang ada sesuatu hal, ya kita akan tindak lanjuti. Kalau sekarang dengan kata-kata dugaan, menurut saya itu pernyataan-pernyataan bisa dikatakan tidak bernyali. Tidak bisa dituntut," jelas Maruli.

3. Sekilas soal film Dirty Vote

Poster film Dirty Vote. (dok. Istimewa)

Film Dirty Vote merupakan dokumenter eksplanatori yang disampaikan tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film ini. Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.

Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo. Tentu saja penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisis hukum tata negara.

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fadhliansyah
Dwifantya Aquina
Fadhliansyah
EditorFadhliansyah
Follow Us