Todung Mulya Lubis Bikin Buku Bahas Gugatan Pilpres di MK

- Advokat Todung Mulya Lubis dan Tim Hukum 22E meluncurkan tiga buku yang membahas sengketa Pilpres 2024 di MK.
- Buku tersebut membahas persidangan MK, analisis ahli hukum tata negara, kejanggalan dalam Pilpres 2024, dan kritik terhadap MK.
- Tujuannya agar masyarakat dapat mempelajari polemik yang terjadi di Pilpres 2024 sebagai pembelajaran untuk Pilpres mendatang.
Jakarta, IDN Times - Advokat kenamaan sekaligus mantan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis bersama Tim Hukum 22E meluncurkan tiga buku yang membahas mengenai lika-liku sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Kontitusi (MK).
Buku tersebut membahas berbagai perspektif, termasuk kajian hukum, refleksi putusan MK, dan opini publik selama proses sengketa. Ketiga buku itu bertajuk Antara Hukum dan Politik: Membedah Permohonan dan Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024; Keadilan Elektoral di Mahkamah Konstitusi: Tanggapan Beberapa Penulis terhadap Putusan MK soal Hasil Pilpres 2024; dan Suara Publik Bergaung di MK: Kepedulian dan Perhatian Masyarakat pada MK.
"Buku ini membahas, pertama, persidangan MK mengenai sengketa Pilpres. Kedua, analisa dari ahli hukum tata negara mengenai putusan yang kita anggap kontroversial dan banyak pelanggaran karena unsur-unsur TSM itu sama sekali tidak diperhatikan," ujar dia saat ditemui dalam acara peluncuran buku di Four Seasons Jakarta, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2024).
1. Bahas kejanggalan hasil Pilpres 2024

Todung menjelaskan, buku tersebut juga membahas berbagai kejanggalan yang terjadi saat Pilpres 2024 lalu. Salah satu yang jadi sorotan ialah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres yang membuka jalan Gibran Rakabuming Raka jadi wapres.
"Banyak hal-hal yang menurut kami sangat janggal. Misalnya mengenai nepotisme yang menurut kami berdasarkan Putusan 90 MK, itu terbukti dengan sangat kasat mata apalagi ada putusan MKMK pada waktu itu dan ada analisa dari ahli hukum tata negara, ada amicus curiae," ucap dia.
2. Jadi pembelajaran untuk Pilpres 2029

Todung tak memungkiri, pihaknya harus beralih alias move on dari carut-marut gelaran Pilpres 2024. Terlebih, Prabowo-Gibran saat ini sudah resmi menjadi presiden dan wakil presiden.
Namun ia menilai, buku itu dibuat agar masyarakat luas bisa mempelajari polemik yang terjadi di Pilpres 2024. Sehingga harapannya, kasus serupa bisa diminimalisir pada Pilpres 2029 mendatang.
"Tapi kan sebagai bangsa, sebagai negara, sebagai rakyat kita punya catatan dan catatan itu yang kita ingin jadikan pembelajaran supaya Pilpres tahun 2029 tidak mengulangi kesalahan yang sama. Supaya MK tidak mengulangi kesalahan yang sama," jelas Todung.
3. Megawati kritisi kinerja MK

Dalam kesempatan itu, Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri mengkritisi kinerja MK saat menangani Pilpres 2024.
Menurutnya, MK telah menyimpang dari tujuan awal pembentukan MK di masa ia menjabat sebagai presiden. Kala itu, Megawati berharap MK menjadi lembaga yang berwibawa dengan fungsi utama sebagai penjaga konstitusi dan menjunjung tinggi keadilan dalam kehidupan bernegara.
Ia menjelaskan, penyimpangan yang terjadi sudah terbukti secara jelas selama pelaksanaan Pilpres 2024, yang dimulai sejak Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sampai dengan putusan MK terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Kegagalan MK selama pelaksanaan Pilpres 2024 dinilai telah menimbulkan luka yang mendalam bagi demokrasi dan membutuhkan waktu lama untuk memperbaiki kegagalan tersebut.
Megawati mengingatkan, sumpah seorang hakim harus menjadi penanda untuk mencitrakan keadilan dalam setiap perkara yang ditangani. Namun, ia justru melihat fenomena munculnya para hakim yang mengetok perkara tanpa mempertimbangkan keadilan.
"Dan inilah makna dan sikap yang sudah tidak ada kenegarawan hakim MK dan MK sangat penting untuk menyempurnakan sistem politik Indonesia. Sebab sejarah mencatat ketika demokrasi hanya dipimpin oleh kekuasaan pada masa orde baru maka yang terjadi adalah rekayasa selalu Pemilu," jelas Megawati.
Megawati juga mengatakan jika MK harus menjadi penjaga terakhir demokrasi melalui kewenangannya menyelesaikan sengketa Pemilu.
"Nah kaya gini aja, aku sudah dag-dig-dug, orang sudah diumumkan, jadi untuk apa ada KPU, sudah diumumkan masih ada yang ngomong enggak sah, enggak sah, haduhh. Heran deh," kata Megawati.